Dugaan Pemalsuan Dokumen Tanah di Denpasar: Tanda Tangan Camat Jadi Bukti Kunci

Dua saksi di PN Denpasar menyatakan tanah yang diklaim oleh terdakwa Ngurah Oka adalah milik Puri Jambe Suci Denpasar.

6 Februari 2025, 09:53 WIB

Denpasar – Kasus dugaan pemalsuan dokumen sertifikat tanah milik Puri Jambe Suci Denpasar kembali bergulir di pengadilan. AAN Oka (67), terdakwa dalam kasus ini, harus menghadapi kesaksian dua orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Kedua saksi tersebut dengan tegas menyatakan bahwa tanah yang diklaim oleh terdakwa adalah milik Puri Jambe Suci Denpasar.

Dua saksi kunci memberikan keterangan penting dalam sidang kasus pemalsuan dokumen yang digelar pada Selasa, 4 Februari 2024.

I Nyoman Yasantara, yang bekerja di Kantor Pesedahan Agung Kabupaten Badung, menyatakan, “I Gusti Raka Ampug yang saya tahu di Banjar Suci di Puri Jambe Suci yang saya tahu.”

Kesaksian ini diperkuat oleh Putu Widiawan, mantan pegawai yang mengurus PBB pada tahun 1975, yang juga membenarkan kepemilikan lahan oleh I Gusti Raka Ampug.

“Pembukuan pajak tanah di kantor kami termasuk petok D (girik) dan riwayat tanah,” terang saksi usai sidang. “Alamat subyek tertera di puri itu. Ada juga di Subak Kerdu, tapi saya tidak bawa datanya. Pemiliknya sama dengan Raka Ampug, alamatnya di Puri Jambe Suci.”

Kasus ini bergulir setelah terdakwa dituding menggunakan dokumen palsu untuk memperoleh sertifikat tanah yang seharusnya menjadi hak ahli waris I Gusti Raka Ampug.

Peristiwa ini mengakibatkan kerugian bagi pihak-pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut, termasuk Ngurah Mayun yang turut mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut. Selanjutnya, Ngurah Mayun mengajukan keberatan terhadap permohonan sertifikat tanah kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar. Keberatan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penolakan terhadap penerbitan sertifikat tanah tersebut.

Ketidakabsahan dokumen yang digunakan terdakwa untuk permohonan sertifikat tanah semakin terbukti dengan adanya pencabutan tanda tangan oleh Anak Agung Gede Risnawan, yang saat itu menjabat sebagai Camat Denpasar Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa dokumen tersebut tidak sah dan bertentangan dengan kenyataan.

Selain itu, Camat Denpasar Selatan juga menerbitkan surat yang menyatakan tanda tangan yang tercantum dalam dokumen tersebut tidak sah, dan oleh karena itu, dokumen-dokumen tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.

Perbuatan pidana dugaan pemalsuan surat yang dilakukan oleh terdakwa secara jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku, khususnya sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai pemalsuan surat.

Meskipun tidak ditahan, terdakwa telah merasakan dinginnya tembok penjara sejak 28 Januari 2023 hingga 16 Februari 2023, dan masa penahanannya masih diperpanjang hingga 28 Maret 2023. ***

Berita Lainnya

Terkini