Badung – Gerakan mengajak masyarakat menyadari pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) bagi perkembangan kesehatan bayi harus terus digencarakan ke semua lapisan karena situasi saat ini masih banyak kaum perempuan kesulitan menyusui seperti di sarana atau fasilitas publik.
Ketua Ikatan Dokter Anaka Indonesia (IDAI) dr Wiyarni Pambudi mengungkapkan, kondisi saat ini, masih banyak melihat, ibu- ibu jika pergi ke sarana umum, dia kesulitan cari tempat untuk menyusui bayi.
“Mau tidak mau ditutupin, karena norma kita tidak boleh seperti itu, mau mencari ruangan juga tidak ada,” katanya di sela Workshop singkat “menyesuai dan tantangannya: Tulus atau Bulus” yang didukung UNICEF di Nusa Dua, Bali, Senin 26 Agustus 2019.
Bahkan, banyak juga yang mereka harus pergi ke musalla atau bahkan kamar mandi untuk bisa menyuusi bayi. “Padahal, itu kan memberi makan bayi,” imbuh Wiyarni.
Jika melihat di pusat-pusat perbelanjaan di Denpasar, berapa banyak Mall yang sudah layak tempat bagi ibu untuk memberikan asinya. Demikian seterusnya di fasilitas publik lainnya, masih jauh dari ideal.
Karena itu, pihaknya juga mendorong kalangan media untuk bisa membantu kepedulian masyarakat akan pentingnya menyusui, membari makan ASI kepada bayi, dengan tema-tema artikel kesehatan yang menarik.
“Kita mulai membukakan mata masyarakat, bahwa menyusui itu bisa kita angkat beritanya dan dukungannya bentuknya seperti apa, ketika orang buka kantor, ada tidak nantinya pegawainya berkesempatan untuk memerah ASI ibu-ibunya,” ucap Wiyarni.
Belum lagi dengan tantangan kesibukan membuat ibu-ibu memilih memberikan sapi perah atau susu formula, ketimbang ASI. “Jadi masih banyak sekali hal hal yang karna kita mungkin belum menjadi isu sehingga belum terlihat sebagai masalah yang perlu kita angkat,” tandasnya.
Pemahaman masyarakat harus ditanamkan sejak dini, misalnya formula sampai kapanpun tidak bisa dibandingkan dengan ASI.
ASI itu menjanjikan psiko, neuro, imunologi untuk mendukug perkembangan bayi baik secara bilologis maupun psikologis. Biologis itu untuk makanannya, psikologi itu untuk memberi ikatan batin, menstimulasi bayi karna dia menyusui dengan elusan sang ibu.
Selain itu, manfaat penting lainya, di dalam ASI banyak banyak anti bodi segala macam yang bisa memproteksi bayi dari penyakit-penyakit. “Itu
semua tidak bisa diganti oleh formula, formula hanya biologisnya saja, sedangkan psiko, neuro, imunologi, tidak bisa,” tegasnya.
Yang tak kalah pentingnya, bagaimana memimimalkan masih adanya mitos-mitos tentang ASI. Ditegaskannya, ASI itu baik diberikan bayi usia 0 sampai 2 tahun lebih. Kapan menyapihnya, kalo bayi itu sudah ingin di sapih. Jadi biarkan dia mandiri lepas tanpa ASI ibu.
“Kita istilahnya winning with love menyapih dengan cinta, Ibu bisa menyiapkan bayi, misalnya kalau sudah dua tahun mulai diajarkan minum dari gelas, nyusuin hanya saat mau tidur. Nanti dia akan pisah dengan sendirinya, secara alami.,” sarannya.
Sementara dalam pandangan Rahmat Hidayat dari Inisiatif Ayah Asi Indonesia, pengasuhan bayi sebenarnya bukan semata tanggungjawab ibu namun juga ayah. “Pengasuhan harusnya milik suami dan istri, jadi ibu dan ayah,” katanya mengingatkan.
Selama ini, masih banyak yang tidak sadar bahwa mengasuh bayi itu memerlukan peran penting kedua orang tua. Hal itu disebabkan, peran gender sejak kecil , laki-laki, tidak pernah dibesarkan untuk membantu pekerjaan rumah, ikut mengurusi anak-anak.
“Laki-laki tidak pernah disiapkan menjadi seorang ayah, laki-laki hanya disiapkan untuk menjadi suami, pergi kerja cari uang dan sebagainya,” tukasnya.
Karena itulah, kata Rahmat semuanya mulai keluarga, masyarakat, negara harus mendukung ibu menyusui. Hal itu juga yang dikampanyekan bersama program Ayah ASI mendukung ibu menyusui. (rhm)