Dukungan Pembiayaan KUR Untuk Sektor Pertanian Masih Kecil

Kecenderungan pertumbuhan ekonomi pasca reformasi yang disumbang sektor pertanian semakin menunjukkan kecenderungan (diminishing return of utility) penurunan.

23 Januari 2024, 05:26 WIB

Kontribusi sektor pertanian Indonesia dalam membentuk pertumbuhan ekonomi pasca reformasi semakin menunjukkan kecenderungan (diminishing return of utility) semakin menurun.

Diera Orde Baru saat perekonomian Indonesia belum terdiversifikasi, sumbangan sektor pertanian justru sebesar 50 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB). Sebesar 50 persen merupakan ekspor dari sektor pertanian dalam arti luas, penyumbang besar untuk pembentukan modal, dan memberi lapangan kerja untuk 70 persen penduduk Indonesia.

Kecenderungan penurunan kontribusi sektor ini terlihat diawal 1990-an, yangmana komoditas beras menyumbang hanya 5 persen dari ekonomi Indonesia. Kebijakan menjaga kestabilan harga beras menyumbang pertumbuhan ekonomi 0,2 persen di tengah ketidakstabilan harga dunia.

Setelah 30 tahun, pada tahun 2021 sektor pertanian hanya tumbuh sebesar 1,84% (yoy) dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional sebesar 13,28%. Kemudian pada tahun 2022, sektor pertanian kembali menunjukan konsistensi penurunan pertumbuhan, yaitu hanya 1,37% (yoy) dan berkontribusi 12,98% terhadap perekonomian nasional.

Lalu, apa upaya yang akan dan telah ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan penurunan kontribusi sektor pertanian? Apa skema bantuan dan dukungan pembiayaan yang dapat terjangkau oleh para petani, nelayan, pekebun dan peternak yang masih hidup dalam kemiskinan?

Kompetensi Bank Penyalur KUR

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), per-Agustus 2022, dari 135,3 juta penduduk yang bekerja, 29,96 persen diantaranya bekerja di sektor pertanian. Angka BPS tersebut menginformasikan, bahwa jumlah petani dinegara kita Indonesia mencapai 40,64 juta orang.

Namun, status pekerjaan utama penduduk Indonesia disektor ini lebih rendah persentasenya dibandingkan dengan Buruh/Karyawan/Pegawai yang sebesar 37,68 persen. Artinya, jumlah petani yang bekerja disektor pertanian semakin mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan jumlah buruh/karyawan/pegawai (Aparatur Sipil Negara/ASN) semakin meningkat.

Tidak hanya jumlah petani yang menurun, hasil produksi beras nasional data dan faktanya dari tahun 2019 juga konsisten berada di angka 31,3 juta ton dengan jumlah persediaan (stock) akhir tertinggi hanya di angka 10,2 juta ton.

Dalam jangka pendek, kekurangan produksi terhadap konsumsi beras ini mau tidak mau harus diatasi oleh pemerintah dengan kebijakan importasi. Importasi jelas bukan pilihan yang baik apabila transaksi dengan negara produsen beras menggerus devisa negara. Harus ada upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah dalam membangun sektor pertanian yang merupakan hajat hidup orang banyak.

Pemerintah sejak tanggal 5 Nopember 2007 memang telah berupaya mengatasi permasalahan sektor pertanian dan para petani tersebut, khususnya terkait dukungan pembiayaan melalui kebijakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Program yang dikenal dengan sebutan KUR Tani ini menyasar kepada individu/perorangan dan kelompok yang telah memilki usaha di sektor pertanian skala Menengah, Kecil dan Mikro. Pemanfaatan dana KUR telah dua (2) windu atau 16 tahun proses perjalanannya sejak diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan dilanjutkan dimasa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Bahkan, dukungan pembiayaan dana KUR diera Presiden Jokowi mengalami peningkatan pada tahun 2014 setelah pemerintah menetapkan rencana alokasi sejumlah Rp133,18 triliun. Termasuk, alokasi penyaluran dana KUR juga terus mengalami lonjakan yang signifikan dari sisi penerima pemanfaat, yaitu sejumlah 7,35 juta debitur.

Sedangkan, pasca kebijakan peningkatan plafon oleh pemerintah itu, dari sisi jumlah realisasi penyaluran dananya sampai tahun 2018 telah mencapai Rp447,5 triliun. Pasca tahun 2018, realisasi penyaluran dana KUR empat (4) tahun berikutnya (2019-2022) telah berjumlah Rp985,99 triliun. Dengan demikian, total alokasi dana KUR periode 2007-2022 yang telah disalurkan oleh pemerintah melalui lembaga penyalur telah berjumlah Rp1.433,49 triliun.

Lalu, pertanyaannya adalah apakah penyaluran dana KUR telah tepat sasaran kepada penerima manfaat jika dikaitkan dengan perkembangan jumlah alokasi yang semakin meningkat serta bagaimana halnya kebijakan atas KUR Tani, Nelayan, Peternak?

Perbaikan tata kelola penyaluran KUR terus dilakukan oleh pemerintah melalui sebuah Komite Kebijakan di kantor Kemenko Perekonomian. Diantaranya, pada bulan Januari 2017 menetapkan persentase alokasi sasaran KUR yang disalurkan ke sektor produksi minimal 40% dengan suku bunga KUR sebesar 6% efektif per tahun yang tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat. Selanjutnya, keringanan persyaratan bagi debitur KUR juga diatur oleh pemerintah melalui Permenko Nomor 1 tahun 2023 (Permenko 1/2023) Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat. Dalam Permenko 1/2023 dinyatakan, bahwa lembaga/bank penyalur KUR dapat memberikan pinjaman tanpa jaminan/agunan sampai dengan plafon Rp100 juta ke sektor pertanian.

Tindaklanjut kebijakan ini telah dijalankan oleh masing-masing bank penyalur sebagaimana pengakuan Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary) BRI Agustya Hendy Bernadi, dan General Manager Divisi Bisnis Usaha Kecil BNI, Sunarna Eka Nugraha serta Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri, Ahmad Siddik Badruddin.

Namun sayangnya, proporsi penyaluran KUR per-sektoral pada tahun 2022 yang terbesar justru dialokasikan ke sektor usaha mikro, yaitu 66,29&. Urutan kedua adalah sektor usaha kecil dengan memperoleh alokasi sebesar 31,95%, lalu 1,75% tersalur ke usaha super mikro, dan 0,01% menyasar kepada pekerja migran Indonesia (PMI). Secara kumulatif, sejak periode 2014-2022 nilai akad penyaluran KUR sudah mencapai Rp1.308 triliun dengan total jumlah debitur 43,76 juta orang.

Dengan alokasi dana KUR terbesar yang diberikan kepada BRI yaitu sejumlah Rp270 triliun (disalurkan sejak Maret 2023) pada tahun 2023 kinerjanya memang cemerlang. Realisasi alokasi BRI juga melampaui batas minimal 40% porsi penyaluran KUR sektor produksi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Capaian kinerja ini tentu didukung oleh jangkauan dan pengalamannya lebih dari satu abad mengelola kredit UMKM serta menguasai ceruk pasar UMKM ini, BRI memang jawaranya. Dari jumlah alokasi KUR produksi tersebut, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) berada pada level 2,42%.

Sasaran realisasi penyaluran KUR dengan persentase tertinggi memang masih berada pada BRI. Penyaluran KUR BRI pada tahun 2022 sejumlah 252,38 triliun (98,05%), menurut Direktur Utama BRI Sunarso hampir mencapai kuota yang ditetapkan oleh pemerintah yang berjumlah 257,39 triliun (100%).

Dan, sebagai lembaga penyalur alokasi KUR terbesar ditahun 2023 BRI telah menyalurkan KUR senilai Rp163,3 triliun kepada 3,5 juta debitur yang mayoritas disalurkan untuk sektor produksi dengan proporsi mencapai 57,38%.

Sementara itu, kinerja penyaluran KUR secara umum sampai dengan 26 Desember 2023 memang telah mencapai Rp255,8 triliun dari total sasaran (target) KUR tahun 2023 sejumlah Rp470 triliun atau realisasinya kurang dari 50 persen. Meskipun, sasaran realisasi penyaluran KUR tahun 2023 lebih rendah dibanding tahun 2022 yang mencapai Rp365,50 triliun, namun kinerja bank penyalur BNI, BRI dan Bank Mandiri masih mumpuni.

Dukungan dalam menggerakkan sektor riil melalui kebijakan pembiayaan KUR bagi UMKM di sektor pertanian dan produksi cukup signifikan ditunjukkan oleh BNI dan Bank Mandiri.

Secara sektoral, KUR untuk sektor pertanian teralokasi sebesar 32,59 persen dari total penyaluran KUR Bank Mandiri atau senilai Rp6,87 triliun, disusul sektor jasa produksi dan industri pengolahan yang masing-masing menyumbang 20,17 persen dan 7,33 persen dari total realisasi KUR perseroan.

Pada tahun 2022, Bank Mandiri yang mampu merealisasikan alokasi KUR-nya 100 persen dari total alokasi Rp40 triliun per 2022. Dana tersebut telah disalurkan kepada 351.000 lebih pelaku usaha sebagai kelompok sasaran.

Sedangkan, pada tahun 2023, menurut Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary) Bank Mandiri Rudi As Aturridha, bahwa KUR yang telah disalurkan kepada lebih dari 254.000 debitur mayoritasnya untuk sektor produksi sebesar Rp16,51 triliun atau 61,67% dari total penyaluran KUR, sementara sisanya ke sektor non produksi.

Walaupun Bank Mandiri dan BNI mendapat alokasi dana KUR masing-masing hanya sejumlah Rp48 triliun dan Rp36,5 triliun. Namun, kedua bank ini tetap menghasilkan kinerja penyaluran KUR terbaiknya sebagai bank yang tergabung dalam Himpunan bank-bank pemerintah (Himbara).

Tentu dengan berbagai kendala yang dihadapi oleh kedua bank penyalur Himbara terkait jangkauan (coverage) dan karakter debitur yang secara teknis bukan kompetensinya. Pada tahun 2023, BNI terus mendorong penyaluran KUR di sektor produksi dan sampai dengan Agustus 2023 penyaluran KUR BNI di sektor ini sebesar 46,69% dari total penyaluran KUR BNI yang didominasi sektor pertanian.

Hal ini membuktikan, bahwa BNI berkinerja dan memiliki kompetensi dalam penyaluran KUR yang telah ditugaskan pemerintah. Fakta kinerja ini sekaligus menepis pandangan Kementerian Pertanian yang meragukannya disebabkan rendahnya porsi alokasi penyaluran KUR pertanian, yaitu hanya Rp90 triliun pada tahun 2022.

Walaupun alokasi KUR Tani sejumlah Rp90-100 triliun per tahun secara proporsional hanya akan disalurkan sejumlah Rp2,21 juta per orang jelaslah jumlah yang tidak cukup!

Untuk membangun ekonomi hijau (green economy) yang menjadi komitmen pemerintah dan paslon capres cawapres yang berkontestasi pada Pemilu 2024 tidak akan tercapai jika porsi alokasi pembiayaan untuk petani dan sektor pertanian hanya rata-rata 6-7,1 persen per tahun.

Dari proporsi alokasi KUR untuk sektor produksi pada tahun 2022 dan 2023 yang semakin meningkat, ternyata tidak didukung oleh proporsionalitas kebutuhan pembiayaan petani dan sektor pertanian.

Porsi penyaluran KUR sektor produksi terhadap total penyaluran kredit ke debitur masih fluktuatif yaitu berkisar antara 43,2%-47,3%. Data ini menunjukkan bukti, bahwa kinerja penyaluran KUR yang baik dan positif ini belum konsisten berpihak kepada petani dan sektor pertanian.

Hal ini membuat kecurigaan publik terhadap upaya alokasi dana KUR mencapai ketepatan sasaran penerimanya. Dampaknya tentu saja nilai tukar petani dan kontribusi sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi tidak meningkat secara akseleratif.

Setelah adanya kebijakan tanpa jaminan/agunan, maka penyaluran KUR membutuhkan pengawasan pihak lainnya untuk memastikan sampai ke tangan para petani yang berjumlah 40,64 juta orang tersebut.

Salah satu cara untuk mengatasinya, yaitu pemerintah harus membantu proses pembangunan kelembagaan masyarakat kecil (community organization building) dalam menguatkan manajemen kelompok penerima KUR dimaksud dengan melibatkan konsultan manajemen sebagai pemberi jasa bantuan teknis. Termasuk kemungkinan membentuk lembaga pengawasan penyaluran KUR (LPP-KUR) agar menjamin ketepatan sasaran penerimanya.

Khusus kompetensi lembaga penyalur selain BRI, maka BNI dan Bank Mandiri memang tidak berpengalaman sampai ke pelosok desa dalam penyaluran kredit usaha kecil dan mikro. BNI ceruk pasarnya (market segmentation) lebih banyak beroperasi dan berpengalaman untuk melayani masyarakat atau debitur di wilayah perkotaan yang berbeda dengan karakter masyarakat perdesaan.

Oleh karena itu, keterfokusan (focusing) dan jangkauan (locusing) selayaknya menjadi pertimbangan pemerintah dalam melakukan pembagian ceruk pasar Himbara sesuai kompetensinya.

Akan lebih baik kinerja BNI diarahkan untuk melakukan pengembangan pasar perbankan internasional yang telah dibangun selama ini dibeberapa negara menghadapi persaingan global.

BNI mungkin akan memiliki ruang gerak lebih leluasa dalam meningkatkan citra perbankan nasional, demikian pula halnya dengan Bank Mandiri. *

Berita Lainnya

Terkini