![]() |
KabarNusa.com- Dianggap semena-mena melakukan eksekusi sebuah vila di Bali sehinggga Bank of India dilaporkan oleh pemilik vila ke pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta.
“Bank of India telah melakukan lelang eksekusi secara sepihak dan sewenang-wenang terhadap vila milik kami,” ujar Rita Kishore Kumar Pridhnani selaku pemilik Villa Kozy di Jalan Dewi Saraswati, Seminyak, Kuta Selasa (15/7/2014).
Kishore merupakan Direktur utama PT Ratu Kharisma yang menguasai Vila Kozy Seminyak Bali.
Pengaduan pemilik vila Kozy telah diterima OJK dengan bukti resi OJK 007348 beberapa waktu lalu.
Dalam pengaduannya, terkait permasalahan hukum dalam proses lelang eksekusi secara sewenang-wenang yang bertentangan prinsip ketaatan perbankan yang diduga dilakukan Direktur Utama Bank of India, Ningsih Suciati.
Kuasa Hukum Kishore, Jacob Antolish menambahkan, proses lelang eksekusi 11 Pebruari 2011 faktanya tanpa dilakukan proses penilaian kembali appraisal independent.
Selain itu, masih masih ada gugatan hukum secara perdata.
“Jadi lelang yang dilakukan Bank India cacat hukum,” tegas dia dalam keterangan resminya.
Selain laporan ke OJK, pemilik Vila Kozy yang menjadi debitur selama 20 tahun di Bank of India, juga membawa kasusnya ke Polda Bali.
Diketahui, dalam laporan polisi, pihak Ningsih Suciati (Dirut PT Bank Swadesi Tbk Jakarta yang kini berganti nama menjadi Bank Of India). dianggap tidak melakukan langkah-langkah sesuai ketentuan dalam melakukan lelang eksekusi terhadap Villa Kozy yang menjadi agunannya.
Eksekusi jaminan kredit yang dibebankan hak tanggungan satu sebesar Rp 10 miliiar dan hak tanggungan dua sebesar Rp 3,5 Miliar atas sebidang tanah.
“Juga atas bangunan Vila Kozy dengan nilai taksasi (appraisal) pada 20 Desember2008 mencapai Rp 15,3 miliar lebih,” imbuhnya.
Lewat proses permohonan lelang eksekusi hak tanggungan satu, yakni tanah dan bangunan villa, memaksakan menggunakan Pasal 6 UU No. 4 tahun 1996 dengan nilai limit lelang rendah Rp 6,3 Miliar pada KPKLN Denpasar tertanggal 11 Pebruari 2011.
“Itu berdasar nilai taksasi (appraisal) pada 22 Desember 2009 diduga sengaja diturunkan menjadi sebesar Rp. 9,8 miliar lebih dan ternyata masih menagih lagi dan menggugat debitur sebesar Rp.8,1 Miliar,” imbuhnya.
Hingga kini belum diperoleh konfirmasi dari pihak Bank of India atas pelaporan tersebut. (rma)