Yogyakarta – Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar diskusi Summer Course 2025 yang mengungkap fakta mencengangkan: empat penyakit mematikan – kanker, stroke, penyakit kardiovaskular, dan uronefrologi – menjadi beban tertinggi bagi bangsa ini, baik dari segi angka kematian maupun biaya pengobatan yang membengkak.
Kementerian Kesehatan RI tidak tinggal diam. Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes RI, dr. Azhar Jaya, menegaskan komitmen pemerintah untuk memeratakan layanan rujukan bagi penyakit-penyakit katastropik ini di seluruh penjuru Indonesia hingga tahun 2027.
Ini adalah janji ambisius yang berpotensi menyelamatkan jutaan nyawa.
Kanker Anak: Secercah Harapan di Tengah Kegelapan
Sorotan tajam diberikan pada kanker, di mana lima jenis utama menjadi prioritas nasional: kanker payudara, kanker serviks, kanker paru-paru, kanker kolorektal, dan kanker anak.
Meskipun kanker anak hanya menyumbang 3-5 persen dari total kasus, dr. Azhar Jaya membawa kabar baik yang membangkitkan semangat: “Kanker anak sangat dapat disembuhkan dengan diagnosis, pengobatan, dan dukungan yang tepat!”
Potensi kesembuhan kanker anak mencapai 80 persen di negara-negara maju. Namun, ironisnya, di negara berkembang seperti Indonesia, angka tersebut masih rendah. Mengapa? Jawabannya jelas: akses layanan kesehatan kanker yang belum merata. Inilah tantangan besar yang harus segera diatasi.
Pemerataan Layanan: Sebuah Misi Mendesak
Pemerintah menargetkan 100 persen kabupaten/kota memiliki rumah sakit rujukan pada tahun 2027 melalui jaringan kanker nasional yang akan terus dioptimalkan. Sebuah langkah berani untuk memastikan bahwa tidak ada lagi masyarakat yang terpinggirkan dari layanan kesehatan berkualitas.
“Percepatan peningkatan cakupan layanan rumah sakit rujukan akan difokuskan pada empat penyakit katastropik utama,” imbuh Azhar. Targetnya ambisius: seluruh provinsi harus memiliki minimal satu rumah sakit rujukan tingkat paripurna atau utama, dan seluruh kabupaten/kota memiliki minimal satu rumah sakit tingkat madya.
Lebih dari itu, 50 persen kabupaten/kota ditargetkan tercapai sebelum 2025, dan 100 persen sebelum 2027!
Kolaborasi Lintas Profesi: Kunci Penanganan Menyeluruh
Namun, pemerataan saja tidak cukup.
Penanganan penyakit kompleks seperti kanker membutuhkan kerja sama erat antara pemerintah dengan mitra lokal dan global. Hanya dengan kolaborasi ini, penanganan kanker bisa menjadi lebih tepat dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia, di mana pun mereka berada.
Sementara itu, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FK-KMK UGM, Dr. Ahmad Hamim Sadewa, menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif lintas profesi dalam penanganan kanker yang kompleks.
“Kita melihat bahwa yang namanya interprofessional collaboration itu menjadi satu hal yang sangat krusial. Tidak mungkin hanya dokter saja, atau perawat saja yang bekerja untuk kebaikan pasien,” ujarnya.
Menurutnya, penanganan pasien kanker idealnya melibatkan tim lintas profesi mulai dari dokter, perawat, psikolog, apoteker, hingga ahli gizi. Pendekatan ini telah diterapkan di RSUP Dr. Sardjito dan FK-KMK UGM sebagai model tim interprofesional dalam penanganan kanker secara menyeluruh.
“Perawatan integratif tidak hanya menghubungkan manusia, tetapi juga sistem dan disiplin ilmu. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi satu sama lain untuk mewujudkan manajemen perawatan integratif secara mendalam,” tegas Hamim.
Senada, Ketua Tim Internasionalisasi FK-KMK UGM, dr. Dwi Aris Agung Nugrahaningsih, menyatakan bahwa kanker masih menjadi tantangan utama di Indonesia, terutama karena ketimpangan akses layanan kesehatan antara daerah terpencil dan perkotaan.
“Tantangan kita lebih besar dibandingkan negara maju yang negaranya satu peta. Karenanya, kami ingin bisa mendiskusikan dan membandingkan praktik baik dari negara lain,” ujarnya.***