Energi Kotor, Politik Kotor: Saat Oligarki Tambang Menyandera Transisi Hijau

Mereka yang punya modal, koneksi, dan kursi di belakang layar kebijakan. Dari batu bara sampai nikel, semua diperas habis dengan dalih transisi energi

3 November 2025, 07:42 WIB

Jakarta – Transisi energi di Indonesia seolah hanya jadi slogan. Pemerintah bicara soal “energi bersih” dan “masa depan hijau”, tapi di lapangan, tambang ilegal tetap beroperasi, hutan terus dibabat, dan sungai-sungai makin hitam oleh limbah. Semua atas nama pembangunan. Semua diamankan oleh kekuasaan.

Realitanya, siapa yang paling diuntungkan dari semua ini? Jawabannya mudah, oligarki tambang. Mereka yang punya modal, koneksi, dan kursi di belakang layar kebijakan. Dari batu bara sampai nikel, semua diperas habis dengan dalih transisi energi. Padahal, inilah bentuk paling nyata dari transisi semu berpindah dari fosil ke “energi hijau”, tapi masih diatur oleh wajah lama dengan kepentingan yang sama.

Tambang-tambang ilegal yang seharusnya ditindak tegas justru sering dilindungi. Di daerah, banyak masyarakat tahu siapa pemilik aslinya, tapi tak ada aparat yang berani menyentuh. Begitu ada warga yang protes, mereka dicap penghambat investasi. Padahal yang mereka pertahankan hanya satu, hak hidup di tanah sendiri.

Kita harus berani bicara jujur, negara sedang kalah oleh modal. Kalah oleh jaringan kekuasaan yang menancap dari pusat sampai daerah. Pemerintah sering berbicara tentang komitmen lingkungan, tapi diam saat kepentingan besar ikut bermain. Padahal yang kita butuhkan bukan hanya energi bersih, tapi politik yang bersih dari kompromi dengan oligarki.

Penertiban tambang ilegal bukan soal teknis, tapi soal keberanian moral. Negara tidak boleh takut menghadapi pemilik modal. Karena kalau hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, keadilan hanya akan jadi lelucon.

Transisi energi tidak akan pernah berhasil jika kekuasaan masih dikendalikan oleh mereka yang hidup dari kotoran bumi. Yang kita butuhkan sekarang adalah keberanian untuk memutus rantai itu keberanian untuk melawan sistem yang membuat bumi rusak dan rakyat tak berdaya.

Transisi energi tanpa keberanian politik hanya akan melahirkan kebijakan hijau di atas fondasi abu-abu.***

Oleh: Citra Yufal
Penulis, Mahasiswa FEB UHO, Anggota Dewan Energi Mahasiswa, Kader GMNI

Berita Lainnya

Terkini