Era Disrupsi Digital, Jurnalis Dituntut Bangun Optimisme Pemberitaan

16 April 2021, 21:43 WIB

Webinar Series II Cerdas Berdemokrasi: “Jaga Berita, Jaga Cinta, Jaga
Indonesia” di Bali/Kabarnusa

Denpasar – Era disrupsi digital saat ini membuat arus informasi begitu
deras dan sulit terbendung. Alhasil tak sedikit hoax alias kabar bohong banyak
beredar di masyarakat lewat berbagai saluran.

Hal ini membuat peran media mainstream sangat diperlukan untuk menyampaikan
fakta sesungguhnya.

Tenaga Ahli Komunikasi Kantor Staf Presiden (KSP), Prita Laura menyebut
disrupsi digital telah memberikan ‘efek samping’ dalam beberapa hal, di
antaranya muncul hoax dan disinformasi di tengah masyarakat.

Berikut secuil penjelasan Prita saat menjadi narasumber Webinar Series II
Cerdas Berdemokrasi: “Jaga Berita, Jaga Cinta, Jaga Indonesia” di Bali, Kamis
15 April 2021.

“Itu semua masuk ke rumah kita, pribadi kita, dan mendistorsi pikiran kita,”
ujarnya.

Maraknya hoax maupun disinformasi ini menjadi tugas media untuk meluruskannya.
Prita Laura bilang, ketika informasi yang beredar di media sosial sulit
dikendalikan, kuncinya ada di produk jurnalistik.

Karenanya, jurnalis atau media dituntut tidak hanya sekadar mengejar kecepatan
berita, namun juga mampu menyajikan informasi akurat. Hal ini penting sebab
sering kali media cenderung mengutamakan kecepatan, namun melupakan akurasi
data.

Tak kalah pentingnya, menurut Prita Laura media mainstream juga harus mampu
membangun optimisme masyarakat lewat pemberitaan yang disajikan. Terkait itu,
seorang jurnalis dituntut untuk melakukan refleksi atas produk jurnalistik
yang akan dihasilkannya.

Sementara itu, Anggota Dewan Pengawas LKBN Antara, Mayong Suryo Laksono
menyoroti pentingnya idealisme dalam menyajikan produk jurnalistik. Karenanya,
prinsip-prinsip jurnalistik tetap harus dikedepankan, tidak boleh dilanggar.

“Harus ada idealisme, ada prinsip-prinsip jurnalistik yang tidak bisa
dilanggar. Kedepankan netralitas,” kata dia. (mal)

Berita Lainnya

Terkini