JAKARTA- Berikut ini fakta tentang PPN 12 persen.
Banyak orang yang mengeluhkan terkait PPN 12 persen.
Apakah benar PPN 12 persen hanya berlaku untuk gaji di atas Rp 10 juta?
Baru-baru ini, warganet ramai membahas isu mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang disebut-sebut hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta.
Diskusi ini dipicu oleh unggahan di media sosial X (Twitter) oleh akun @an**malza dan @nono*en, yang mengklaim bahwa hanya orang bergaji tinggi yang terdampak kenaikan PPN tersebut.
Bahkan, beberapa sumber menyebutkan bahwa barang kebutuhan pokok tidak terimbas tarif PPN baru ini.
Namun, benarkah informasi tersebut? Berikut penjelasan resmi dari pemerintah dan para ahli.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti, menegaskan bahwa klaim PPN 12 persen hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta adalah tidak benar.
Menurut Dwi, insentif yang diberikan pemerintah berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) memang berlaku untuk pekerja dengan gaji hingga Rp 10 juta, khususnya di sektor industri padat karya. Namun, hal ini berbeda dengan kebijakan PPN.
“Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang sebelumnya dikenai tarif 11 persen,” kata Dwi.
Dengan demikian, PPN 12 persen berlaku secara umum, termasuk untuk barang dan jasa yang bukan kategori barang mewah.
Walau pun tarif PPN naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, pemerintah tetap memberikan pengecualian untuk barang tertentu.
Beberapa barang kebutuhan pokok seperti minyak goreng curah Minyakita, tepung terigu, dan gula industri dikenakan PPN 1 persen yang ditanggung pemerintah.
Artinya, harga barang-barang tersebut tidak akan terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN.
Dampak PPN 12 Persen bagi Masyarakat
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menyebutkan bahwa kenaikan PPN 12 persen akan berdampak pada seluruh kelompok penghasilan, termasuk masyarakat dengan gaji di bawah Rp 10 juta.
“Kelompok masyarakat miskin bahkan akan menanggung beban lebih besar, dengan pengeluaran tambahan hingga Rp 110.000 per bulan,” jelas Bhima.
Ia juga menekankan bahwa meskipun kebutuhan pokok tidak dikenakan PPN secara langsung, kenaikan tarif ini tetap memengaruhi harga barang lain seperti BBM dan kendaraan angkutan yang pada akhirnya berdampak pada harga sembako.
Perbedaan Antara PPN dan PPh
Penting untuk memahami perbedaan antara PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan):
PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa dalam negeri. Pajak ini dibayarkan oleh konsumen saat membeli barang atau jasa dan disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
PPh dikenakan atas penghasilan individu atau badan usaha, seperti gaji, laba usaha, bunga, dan hadiah.
Tarif PPh untuk individu bersifat progresif, sedangkan untuk badan usaha umumnya tetap di 22 persen.
Klaim bahwa PPN 12 persen hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta adalah tidak benar.
Kenaikan tarif PPN berlaku secara luas untuk barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan tarif 11 persen, dengan pengecualian tertentu.
Untuk masyarakat berpenghasilan hingga Rp 10 juta, pemerintah memberikan insentif PPh pasal 21 DTP di sektor tertentu sebagai langkah menjaga daya beli.
Dengan memahami kebijakan ini, masyarakat dapat lebih bijak menyikapi isu pajak yang berkembang. Jangan lupa untuk selalu mencari informasi dari sumber terpercaya untuk menghindari kesalahpahaman.***