Fenomena `Upwelling` Bermunculan di Pulau Bali dan Nusa Tenggara

1 November 2016, 06:24 WIB
upwelling
ilustrasi

YOGYAKARTA – Fenomena upwelling atau penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan permukaan banyak bermunculan di perairan Samudera Hindia tepatnya di daerah selatan Pulau Jawa, Pulau Bali dan Pulau Nusa Tenggara.

Penaikan massa air laut dari lapisan dalam ke lapisan permukaan yang membawa plankton ini mencapai puncaknya pada bulan Agustus.

“Puncak upwelling umumnya terjadi di bulan Agustus ditunjukkan dengan luas area kejadian upwelling di perairan selatan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara serta tingginya tingkat konsentrasi klorofil-a,” papar Peneliti Balai Penelitian dan observasi Laut, Denny Wijaya Kusuma, saat ujian promosi doktor di Fakultas Geografi UGM Senin 31 Oktober 2016.

Denny mempertahankan disertasi berjudul “Kombinasi Data Penginderaan Jauh Dengan Data Oseanografi Untuk Observasi dan Analisis Kejadian Upwelling di Samudera Hindia”. Dipromotori oleh Projo Danoedoro, Ph.D., dan ko-promotor Prof. Dr. Hartono, serta Prof.Dr. Sunarto, M.S.

Dikutip dalam laman ugm.ac.id, Denny menjelaskan, hasil kajian deteksi upwelling menggunakan data penginderaan jauh menunjukkan area dengan kondisi suhu permukaan laut (SPL) dingin akan diikuti dengan kenaikan konsentrasi klorofil-a.

Hal ini memperlihatkan bahwa kondisi SPL dapat mewakili kejadian upwelling  sehingga bisa menghasilkan peta spasial kejadian upwelling secara detail.

Untuk mengidentifikasi kejadian upwelling paling cepat dapat dilakukan dengan metode pemfilteran spasial.

Kendati begitu, diperlukan persyaratan yaitu mendefinisikan suhu permukaan laut dingin yang mencirikan kejadian upwelling.

Metode identifikasi kejadian upwelling  dengan fuzzy  memberikan gambaran detail tentang terjadinya upwelling pada area kejadian.

“Selain itu, metode identifikasi dengan klorofil-a sebagai pembatas,”tuturnya.

dari hasil kajian dan analisis data penginderaan jauh pada permukaan dan data oseanografi pada kedalaman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan mulai bulan Juli hingga Oktober.

Adapun korelasi tinggi terjadi pada pernukaan dengan kedalaman 100 dan 200 meter.

“Ini menunjukkan kondisi SPL sangat dipengaruhi kondisi suhu pada kedalaman dan pada permukaan sampai kedalaman 100 meter menunjukkan keterkaitan yang erat,” imbuhnya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan produksi perikanan tangkap nelayan Indonesia terutama nelayan di perairan selatan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

“Selain itu, dengan informasi ini diharapkan dapat menghemat biaya operasional, khususnya penggunaan bahan bakar minyak perahu nelayan,” tutupnya. (des)

Artikel Lainnya

Terkini