Festival Seni Bali Jani Dirancang Lahirkan Kreator Seni Modern Kontemporer

22 Oktober 2019, 17:27 WIB
Kadis Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana (tengah) menjelaskan gelaran Festival Seni Bali Jani

Denpasar – Pemerintah Provinsi Bali siap menggelar Festival Seni Bali Jani siap digelar 26 Oktober hingga 8 November 2019 di Taman Budaya, Art Centre, Denpasar. Ajang ini dimaksudkan guna mengakomodasi atau mewadahi para pegiat seni modern dan kontemporer,

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan ‘Kun’ Adnyana akan menghadirkan seni inovatif, modern dan kontemporer guna merangsang kegairahan Generasi Millenial Bali dalam berkesenian.

“Selain sebagai ruang edukasi, Festival Seni Bali Jani diharapkan akan menjadi ladang pembibitan bagi anak-anak muda Bali untuk tumbuh berkembang sebagai kreator-kreator hebat di bidang seni kontemporer dan modern,” kata Adnyana saat temu media di Kantor Disbud Provinsi Bali, Renon, Denpasar, Selasa (22/10/2019).

Berbeda dari Pesta Kesenian Bali (PKB), yang merupakan ajang pemanggungan kesenian tradisional, klasik dan seni rakyat, Adnyana menambahkan bahwa Festival Seni Bali Jani memusatkan perhatian pada seni-seni kekinian yang memang dekat dengan realita kehidupan yang sedang dialami Generasi Millenial.

“Dengan demikian Bali kini memiliki dua festival seni besar dengan konsep dan style yang berbeda-beda yaitu; Pesta Kesenian Bali dan Festival Seni Bali Jani. Kedepan Bali akan memiliki dua ikon seni, yang mewadahi segenap genre dan jenis seni yang ada,” sambungnya.

Pihaknya mengakomodasi semua, sekaligus menjawab mimpi dan kegalauan para pegiat seni modern yang selama ini merasa kurang mendapatkan panggung untuk menampilkan dirinya.

Festival ini digagas langsung oleh Gubernur Bali Wayan Koster, yang merupakan perwujudan nyata dari visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru Visi ini.

Artinya, menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan Krama Bali yang sejahtera dan bahagia, secara Sekala dan Niskala, sesuai prinsip Trisakti Bung Karno, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, melalui pola pembangunan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah dan terintegrasi dalam bingkai Negara Kesatuan RI berdasarkan nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945.

“Festival ini diharapkan akan menjadi jawaban sekaligus role model dalam membangun jati diri, integritas dan kompetensi di bidang seni dan ekonomi kreatif,” tutur Adnyana didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, AA Ngurah Oka Sutha Diana serta Rektor ISI yang bertindak selaku tim kurator.

Kedua bidang ini merupakan bidang unggulan yang selama ini telah memberikan kontribusi besar baik bagi perkembangan ekonomi maupun kepopuleran Bali.

“Kita tekankan juga eksplorasi dimana pencapaian eksplorasi tersebut masih bernafaskan nilai-nilai lokal, tradisi dan khasanah lokal Bali. Perpaduan tradisi dan kekinian ini diharapkan jadi langkah kontektual untuk penyelenggaraannya di masa yang akan datang,” urainya lagi.

Gelaran yang dikemas dengan segar dan kekinian ini menurutnya juga dirancang untuk menciptakan atmosfir berkesenian yang dinamis dan mampu menjawab tantangan dan persoalan kekinian.

Juga tidak membatasi ruang dari segi usia. Anak-anak, remaja hingga dewasa hingga yang sudah mapan bisa terlibat, dengan harapan bisa menjadi perbincangan hingga di tingkat nasional.

Bali Jani ini menggandeng siswa sebagai partner untuk mengapresiasi, sehingga tak hanya menjadi wadah tontonan, tetapi juga wadah edukasi terutama dikalangan siswa.

“Lebih dari itu, diharapkan ada inisiatif dari berbagai pihak untuk tampil, menunjukkan kreasinya di wadah yang kami sediakan ini, ” harap Adnyana.

Para penonton, komunitas seni, masyarakat umum saya harapkan datang berbondong-bondong untuk menyaksikan gelaran yang dilangsungkan selama 2 minggu ini. Semoga bisa jadi brand yang setingkat dengan PKB di masa mendatang dan mampu mengisi memori kolektif orang Bali.

Rektor ISI Denpasar Prof. I Gede Arya Sugiartha, menyebut ajang ini sangat baik sebagai sebuah wahana untuk mendialogkan kembali seni tradisi dan seni modern yang selama ini terkesan berjarak di Bali.

“Kita harus ingat kembali bahwa seni tradisi pun berasal dari kreasi yang dicanagkan dan dilestarikan sebagai tradisi. Seni modern, kontemporer bukanlah oposisi dalam dunia seni di Bali, tapi juga sarana untuk mengembangkan dan memperkaya seni tradisi, bukan berarti merusak. Omong kosong jika ada yang bicara seni tradisi tanpa kreativitas,” demikian Sugiartha. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini