Denpasar – Langkah mematikan atau melakukan eliminasi dengan maksud mengurangi populasi anjing dan pencegahan virus rabies dinilai bukanlah solusi yang efektif.
Senior Advisor APCAT Prof. Tjandra Yoga menegaskan hal itu di sela acara “Multisectoral Partnership Prevention of Rabies Through One Health Approach in Bali” yang digelar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Pengda Bali di Sanur, Denpasar Kamis (7/7/2022)
Menurutnya, rabies perlu ditangani dengan pendekatan ‘one health’ atau kesehatan satu bersama, artinya harus bersama penanganannya.
Dijelaskna, pendekatan atau cara ‘One health’ berhubungan dengan kesehatan manusia, tanaman dan lingkungan.
“Jadi dalam konteks rabies ini, bukan hewannya yang dibatasi, tapi bagaimana merawatnya agar sehat sehingga tidak membahayakan,” tegas mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini.
Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit Kemenkes ini mengakui, dalam penanganan kasus rabies yang meningkat tahun ini, ketersediaan SDM memang masih terbatas.
Tjandra Yoga Aditama mengingatkan, selain menanggulangi covid, masalah kesehatan lain menjadi sangat penting dan harus tetap dijaga. Jadi kesehatan harus menjadi prioritas.
Dalam kesempatan sama, Director The Union Asia Pasific, Singapore and Board Tara Singh Bam mengungkapkan, konsep One Health dalam pengendalian rabies ini sangat cocok karena melibatkan berbagai pihak terkait.
Pencegahan rabies ini perlu kerja bersama sama, karena bukan hanya dari sisi kesehatan juga juga pihak lain yang perlu bersinergi. Dia sepakat pentingnya vaksin (massal) terhadap anjing yang dominan sebagai penular rabies.
“Di India, vaksin massal anjing dilakukan dan terbukti sangat efektif,” katanya mencontohkan.
Dalam pandangan Sub Regional Representative World Organisation for Animal Health se Asia Dr. Ronello C. Abila, selain perawatan dan kastrasi, langkah vaksinasi (massal) terhadap hewan penyebar rabies (anjing) dinilai paling efektif dalam mengendalikan kasus ini.
“Yang paling efektif adalah dengan memvaksin hewan peliharaan seperti anjing,” jelas Ronello C. Abila.
Ia menambahkan pertemuan multisektor ini sangat strategis untuk penguatan pencegahan rabies. “Adanya KTT G20 ini merupakan momentum yang baik agar kita terbebas rabies,” tambahnya.
Selain vaksinasi, langkah lainnya yang dinilai bagus adalah mengontrol kelahiran anjing seperti dengan cara kastrasi dan adanya tempat untuk penampungan anjing liar.
Baik Tara Singh Bam maupun Ronello C. Abila kompak tidak sepakat langkah eliminasi atau mematikan untuk mengurangi populasi anjing yang dianggap penyebar rabies.
Pasalnya, secara scientific ini tidak efektif, sebab akan ada anjing dari luar yang masuk.
Pembicara dalam FGD lainnya, Drh. Pebi Purwosuseno dari Kementerian Pertanian RI menegaskan penanganan rabies ini sudah dilakukan dengan pendekatan one health yang melibatkan berbagai pihak terkait.
Pebi Purwosuseno sependapat langkah vaksin massal ini yang melibatkan pemerintah pusat juga pemerintah daerah.
Ketua IAKMI Pengda Bali Dr. Kerta Duana, mengatakan One Health merupakan pendekatan global yang inovatif dengan tujuan memperkuat kolaborasi dan komunikasi di semua aspek terkait kesehatan yaitu manusia, hewan dan lingkungan.
“Pendekatan one heart digunakan sebagai upaya mitigasi mencegah dan mendeteksi penyakit baru yang muncul,” sambung akademisi Universitas Udayana ini.
Dijelaskan, komunikasi, koordinasi, kolaborasi, kontribusi dan kepatuhan adalah kunci untuk mencapai one health.
Karenanya, Asia Pasific Cities Alliance for Health and Development (APCAT) bekerja sama dengan Ikatan Ahli Kesmas Indonesia Pengda Bali dan Internasional Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union) menginisiasi kegiatan “Multisectoral Partnership Prevention of Rabies Through One Health Approach in Bali”.
Kegiatan ini bertujuan membangun kolaborasi komitmen dan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan pengendalian pencegahan rabies. ***