Gianyar – Film yang mengisahkan agresi Belanda yang memperebutkan Pulau Banda yang kaya akan rempah sehingga banyak jatuh korban jiwa kembali diputar untuk masyarakat.
Film dokumenter disutradarai Jay Subiakto yakni Banda, The Dark Forgotten Trail, diputar serangkaian program Sinema Bentara “Kisah Sebuah Kota” di Bentara Budaya Bali (BBB), baru-baru ini.
Film produksi tahun 2017 tersebut merunut kembali jejak kesejarahan di Kepulauan Banda.
Pada abad pertengahan, di mana pala menjadi komoditi paling berharga di Pasar Eropa, Kepulauan Banda yang saat itu menjadi satu-satunya tempat pohon-pohon pala tumbuh menjadi kawasan yang paling diperebutkan.
Dalam dokumenter Banda terungkap bagaimana upaya Belanda yang bahkan rela melepas Nieuw Amsterdam (Mannhatan, New York) agar bisa mengusir Inggris dari kepulauan tersebut.
Pembantaian massal dan perbudakan pertama di Nusantara terjadi di Kepulauan Banda. Di sana pula, sebuah semangat kebangsaan dan identitas multikultural lahir menjadi warisan sejarah dunia.
Film ini meraih penghargaan Piala Maya untuk Film Dokumenter Panjang Terpilih 2017, serta nominasi Piala Iqbal Rais untuk Penyutradaraan Berbakat Film Panjang Karya Perdana 2017, Piala Citra untuk Film Dokumenter Panjang Terbaik 2017, Piala Maya untuk Tata Kamera Terpilih 2017, Piala Maya untuk Penyuntingan Gambar Terpilih 2017.
Pemutaran film ini didukung Bioskop Keliling Kemendikbud RI, BPNB Bali Wilayah Bali, NTB, NTT. Turut memaknai pemutaran film dihadirkan pula Bincang Sinema bersama Ari Setiya Wibawa,seorang arsitek, pengamat dan praktisi tata kota.
Program Sinema Bentara yang bertajuk “Kisah Sebuah Kota” digelar di BBB selama dua hari, 29-30 Agustus 2019. Selain film Banda, The Dark Forgotten Trail ditayangkan juga sejumlah film cerita dan dokumenter terpilih lainnya yang telah meraih penghargaan nasional dan internasional.
Antara lain berjudul Penempa Bara (Dokumenter, Indonesia, 2018); Sang Penjaga Beji (Dokumenter, Indonesia, 2017); Les Parapluies De Cherbourg (Prancis, 1964); serta Umberto D. (Italia, 1952).
Film Penempa Bara dan Penjaga Beji keduanya disutradarai oleh sineas muda Bali, AAI Sari Ning Gayatri.
Dokumenter tersebut merekam sisi-sisi historis, humanis, hingga spiritual masyarakat Bali melalui sudut pandang seorang pande (pembuat) keris pusaka (Penempa Bara) dan Jro Mangku penjaga Pura Beji di Kesiman (Penjaga Beji).
Kedua film ini telah meraih berbagai penghargaan serta diputar di ajang festival film bergengsi. Yang terkini, Penempa Bara terpilih dalam Official Selection Organization of World Heritage Cities Video Competition 2019 di Krakow, Polandia.
Program ini diselenggarakan dengan konsep Misbar, mengedepankan suasana nonton bersama di ruang terbuka yang hangat, guyub, dan akrab. Acara ini didukung juga oleh Denpasar Documentary Film Festival; Institut Français d’Indonésie, Alliance Française Bali, Konsulat Kehormatan Italia di Denpasar, dan Udayana Science Club. (*)