Kabarnusa.com- Memaknai Hari Pendidikan Nasional 2 Mei lalu, Bentara Budaya Bali menggelar program pemutaran film bertema pendidikan.
Merangkai tajuk Sinema Bentara: “Gandhi, Pengemis dan Tukang Becak” acara ini berlangsung selama dua hari, Jumat dan Sabtu (27-28/5/2016).
Sinema Bentara kali ini menghadirkan film-film lintas bangsa, baik cerita maupun dokumenter yang tidak hanya mengetengahkan kisah seputar dunia pendidikan formal, peranan guru, dan problematik yang terkandung di dalamnya, namun lebih jauh, menyentuh kehidupan keseharian kita.
Film yang diputar antara lain Gandhi (India-UK, 1982, Richard Attenborough) dan Berg Fidel (Jerman, 2011, Hella Wenders) pada hari pertama. Sedangkan pada hari ke-dua akan diputar Biduk (Indonesia, 2011, Koes Yuliadi), Pengemis dan Tukang Becak (Indonesia, 1978, Wim Umboh), dan The Class (Prancis, 2008, Laurent Cantet).
“Agenda putar film kali ini juga dihadirkan dengan konsep nonton bareng ala Misbar tahun 80an, ditayangkan di halaman terbuka Bentara Budaya Bali dalam suasana guyub, hangat, dan akrab.” ungkap Juwitta Lasut, staf Bentara Budaya Bali.
“Film Pengemis dan Tukang Becak (1978, Wim Umboh) memberikan pemahaman tentang mereka yang terpinggirkan, berikut pentingnya menumbuhkan nilai solidaritas dan toleransi. Nilai-nilai anti kekerasan juga melekat pada sosok Mahatma Gandhi melalui film bertajuk Gandhi. Kedua film tersebut merupakan film yang sohor di zamannya.
Pengemis dan Tukang Becak meraih 18 nominasi penghargaan FFI 1979 dan memenangkan 10 Piala Citra, sedangkan film Gandhi meraih 8 Piala Oscar sekaligus pada Academy Awards 1983,” tambahnya.
film dokumenter karya sutradara Jerman bertajuk Berg Fidel (2011, Hella Wenders) mencoba menyelami kehidupan siswa-siswi di sekolah dasar eksperimental yang ada di Münster. Film The Class (2008, Laurent Cantet), yang mendapatkan penghargaan Palme d’Or di Festival Film Cannes 2008, mengisahkan pengalaman seorang guru bernama François Bégaudeau mengajar anak-anak dari beragam latar belakang dan etnis.
Tak ketinggalan, film pendek karya sutradara muda Indonesia bertajuk Biduk (2011, Koes Yuliadi) yang mengisahkan tentang upaya seorang anak bernama Harun untuk bersekolah meskipun hidup dalam kekurangan dan kesederhanaan.
Program ini merupakan kerjasama Bentara Budaya Bali dengan Sinematek Indonesia, Lelare Production (Indonesia), Konsulat Jenderal India di Denpasar dan Indian Cultural Centre Bali, Pusat Kebudayaan Jerman Goethe Institut, dan Pusat Kebudayaan Prancis Alliance Française de Bali, serta Udayana Science
Sinopsis Film
Gandhi (India- UK, 1982, Durasi: 188 menit, Sutradara: Richard Attenborough)
Film biografi tentang Mahatma Gandhi, seorang pemimpin India yang menentang kekuasaan penjajahan Inggris pada paruh abad ke-20, dengan cara tanpa kekerasan.
Film ini mendapatkan 8 piala Oscar dan 11 nominasi pada Academy Awards 1983, di antaranya untuk kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik, Sutradara Terbaik, Sinematografi Terbaik, Kostum Terbaik, Film Editing Terbaik, Penulisan Naskah Terbaik, Artistik Terbaik; penghargaan film terbaik pada Golden Globes 1983 dan BAFTA 1983.
Berg Fidel (Jerman, 2011, Durasi: 87 menit, Sutradara: Hella Wenders).
Film dokumenter ini mengisahkan tentang sekolah dasar eksperimental yang ada di Münster. Empat siswa bernama David, Jacob, Lucas dan Anita bersekolah di Berg Fidel. Mereka berinterkasi satu sama lain dalam kelas campuran, tidak membedakan antara anak biasa dengan anak berkebutuhan khusus.
Film ini meraih penghargaan Lüdia Award pada Filmfest Lünen 2011, dan dinominasikan pada German Film Award.
Biduk (Indonesia, 2011, Durasi: 26 menit, Sutradara: Koes Yuliadi) Harun tak pernah mengeluh meskipun sekolahnya jauh. Ia percaya bahwa Pak Lik (dan bapaknya) pasti punya maksud baik dalam memilihkan sekolah untuknya. Bapaknya hanyalah nelayan kecil dengan penghasilan yang tak tentu, tidak bisa memenuhi semua permintaan Harun.
Film ini menyiratkan pesan akan kearifan dan ketaatan dalam kesederhanaan hidup.
Pengemis dan Tukang Becak (Indonesia, 1978, Durasi: 115 menit, Sutradara: Wim Umboh)
Film ini berlatar situasi masyarakat kota urban di tahun 70-an, mengisahkan tokoh Sri yang diperankan oleh Christine Hakim. Ia bekerja menjadi pembantu rumah tangga di keluarga Ratih. Akibat pergaulan bebas, akhirnya Ratih hamil dan melahirkan seorang anak.
Film ini menceritakan tentang orang-orang desa yang ingin bertaruh hidup di Jakarta, kisah pilu dan perjuangan Sri juga diperlihatkan oleh Wim namun dengan akhir bahagia.
Film ini meraih penghargaan sutradara terbaik pada Festival Film Indonesia 1978 dan 10 penghargaan lainnya pada Festival Film Indonesia 1979 seperti: Pemeran Utama Wanita Terbaik, Penyuntingan Terbaik, Tata Suara Terbaik, dan lain sebagainya. (des)