Karangasem – Penentu legitimasi dalam pemungutan dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) salah satunya yakni kehadiran para saksi. Sebab, merekalah yang bertugas menjaga agar pemilu di TPS berjalan dengan jujur dan adil.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan bahwa partai politik (parpol) dapat menunjuk saksi di tempat pemungutan suara (TPS) maksimal dua orang per TPS. Namun, hanya satu orang yang diperbolehkan masuk ke TPS (bergantian).
Saksi Pemungutan Suara adalah elemen penting dalam Pemilu. Umumnya saksi Pemilu maksimal 2 orang per TPS, dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019, diatur bahwa saksi mesti mendapat surat mandat dari peserta pemilu. Pada pasal 31 ayat (3), (5), (6) menentukan hanya ada 2 saksi yang akan mewakili masing-masing peserta pemilu.
Catatan Hasbi Indra: Kaum Cawe-cawe di Pemilu Nanti
Saksi adalah perwakilan yang mendapatkan mandat peserta Pemilu yang bertugas memastikan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara berjalan jujur, adil dan sesuai peraturan perundang-undangan (Buku Saku Saksi Peserta Pemilu Tahun 2019).
Saksi berkaitan langsung dengan akses dan pengamanan Data Valid perhitungan suara yang sah bahkan penting fungsinya ketika ada sengketa pemilu maka saksi harus dibekali pemahaman akan fungsi, tugas dan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Saksi adalah seseorang yang mendapat surat mandat tertulis dari Partai untuk menyaksikan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS, PPK, KPU KABUPATEN/KOTA, KPU PROVINSI, dan KPU Pusat. Saksi harus terus menerus memantau, mengawasi, mencatat dan melaporkan hal-hal yang tidak sesuai dengan prosedur disetiap tingkatan sejak di TPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU Pusat.
Temui KPU Bali, AMSI Dorong Pemilu Sehat Aman Bebas Hoaks
Dalam menjalankan tugasnya, saksi di TPS sama sekali tidak boleh mengenakan atribut kampanye. Meskipun mereka ditugaskan oleh partai atau paslon tertentu. Hal ini sesuai dengan aturan pasal 31 ayat (4). Saksi yang hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilarang mengenakan atau membawa atribut yang memuat nomor, nama, foto Calon/Pasangan Calon, simbol/gambar Partai Politik, atau mengenakan seragam dan/atau atribut lain yang memberikan kesan mendukung atau menolak Peserta Pemilu tertentu.
Peran saksi yaitu mengamankan suara di TPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU Pusat.
Mengkritisi jalannya pemungutan dan penghitungan suara di TPS, yang tidak sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. Mendapatkan data (model C1) sebagai dokumen yang dapat digunakan dalam mempertahankan kemenangan jika ada gugatan, begitu juga ketika ada keinginan untuk menggugat.
Melaporkan setiap kejanggalan dan pelanggaran yang terjadi kepada Partai sesuai tingkatannya. Saksi atau Pengawas TPS dapat mengajukan keberatan terhadap prosedur dan/atau selisih penghitungan perolehan suara kepada KPPS apabila terdapat hal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Koalisi Damai Desak Penerapan Moderasi Konten Digital Hadapi Disinformasi dan Ujaran Kebencian Pemilu 2024
Tugas saksi antara lain mencatat berapa jumlah Pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), mencatat berapa orang yang memilih dan yang tidak memilih. Mencatat berapa orang yang pindah memilih ke TPS lain, mencatat berapa orang yang memilih dari TPS lain. Kemudian mencatat berapa surat suara yang di sediakan, dan mencatat berapa suarat suara yang terpakai, serta mencatat berapa surat suara yang tersisa. Mencatat berapa surat suara yang rusak karena keliru di coblos atau di kembalikan pemilih karena surat suara rusak. Mencatat berapa perolehan suara partai/caleg/pasangan calon dan mencatat berapa suara tidak sah. Yang terakhir yaitu mencatat kronologis kejadian khusus dan membuat surat keberatan saksi, jika ada sesuatu yang tidak sesuai denga prosedur di TPS, dan petugas mengabaikannya (isi di form C2) juga dapat mendapatkan form C1 yang berisi berita acara dan sertifikat perhitungan suara di TPS.
Meski begitu saksi juga memiliki sejumlah larangan ketat. Dalam Buku Saku Saksi Peserta Pemilu Tahun 2019, Bawaslu merangkum larangan tersebut sebagai berikut:
- Mempengaruhi dan mengintimidasi Pemilih dalam menentukan pilihannya.
- Melihat Pemilih mencoblos Surat Suara dalam bilik suara.
- Mengerjakan atau membantu mempersiapkan perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara serta mengisi formulir pemungutan suara dan hasil penghitungan suara.
- Mengganggu kerja KPPS dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
- Mengganggu pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara.
Yang tak kalah penting, parpol harus menyiapkan saksi untuk memahami titik-titik potensi kecurangan saat proses penghitungan hingga rekapitulasi suara. Dengan demikian, di titik-titik itu, saksi bisa lebih waspada. Kewaspadaan ini dituntut disertai pula dengan keberanian untuk berbicara dan berargumen saat kecurangan terjadi.***