![]() |
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto/dok. |
Jakarta – Pemerintah memberikan insentif Relaksasi PPnBM untuk
Kendaraan Bermotor (KB) dan sektor properti untuk menggairahkan konsumsi dan
mempercepat ritme pemulihan ekonomi.
Berbagai indikator ekonomi terus menunjukkan pemulihan, seperti konsumsi
listrik, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur, indeks penjualan ritel,
konsumsi semen, serta impor bahan baku dan barang modal.
Di sisi lain, tambahan kasus harian Covid-19 telah mengalami penurunan dalam
sebulan terakhir dan program vaksinasi terus berjalan semakin masif.
Berbagai indikator tersebut menunjukkan peluang pemulihan ekonomi yang haru
terus dijaga ritme akselerasinya.
Untuk itu, Pemerintah memberikan Insentif Relaksasi PPnBM untuk Kendaraan
Bermotor (KB), serta untuk sektor Properti berupa PPN Ditanggung Pemerintah
(DTP) untuk Rumah Tapak dan Rumah Susun.
“Industri otomotif adalah industri yang padat karya, memiliki 1,5 juta orang
pekerja langsung dan 4,5 tenaga kerja tidak langsung. Industri Pendukung
Otomotif menyumbang Rp700 triliun pada PDB tahun 2019.
Juga terdapat ±7.451 pabrik yang menghasilkan produk input untuk industri
otomotif. Karena itu kita perlu mempertahankan basis industri otomotif
nasional,” jelas Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga
Hartarto saat konferensi pers bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
Indrawati, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki
Hadimuljono, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta,
Senin (1/3/2021).
Sementara itu, insentif fiskal kepada sektor properti dilandasi oleh fakta
bahwa kontribusi sektor properti berupa Real Estate dan konstruksi terhadap
PDB selama 20 tahun terakhir terus meningkat, dari 7,8% pada tahun 2000,
menjadi 13,6% pada tahun 2020.
Namun tahun lalu pertumbuhan sektor properti mengalami kontraksi -2,0%. Bahkan
sektor konstruksi turun lebih dalam -3,3%.
“Pekerja di sektor properti juga terus meningkat sejak tahun 2000 sampai
dengan 2016 dan sedikit melandai hingga 9,1 Juta di 2019, namun turun menjadi
8,5 Juta di 2020. Iniyang menjadi pertimbangan pemerintah,” tambah Menko.
Oleh karena itu, momentum saat ini dimanfaatkan sebagai peluang untuk
mengungkit pertumbuhan ekonomi, melalui insentif-insentif tersebut agar mampu
menggairahkan konsumsi, utamanya masyarakat kelas menengah.
“Kedua kebijakan ini sifatnya komplementer dan saling menguatkan dalam
menggairahkan konsumsi rumah tangga, dan merupakan bagian yang omprehensif
dari paket program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021 yang mencapai
sekitar Rp699,43 triliun,” ujar Menkeu di kesempatan yang sama.
PEN 2021 akan diperkuat dan ditingkatkan, di mana alokasi kesehatan meningkat
untuk melanjutkan penanganan Covid-19, pengadaan vaksin dan program vaksinasi.
Alokasi perlindungan sosial dilanjutkan dan dipertajam untuk terus melindungi
konsumsi dasar masyarakat miskin dan rentan terdampak.
Alokasi dukungan dunia usaha ditingkatkan untuk mendukung dunia usaha untuk
dapat mempertahankan keberlangsungan usahanya, mendukung jump-start aktivitas
ekonomi dan mendorong permintaan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Kedua kebijakan ini diharapkan mampu mendorong konsumsi rumah tangga kelas
menengah yang terkendala di tahun 2020 karena pandemi.
Daya beli rumah tangga kelas menengah relatif tidak terdampak oleh Covid-19,
tetapi level konsumsinya menurun karena adanya pembatasan mobilitas dan
gangguan yang membatasi kepercayaan untuk melakukan aktivitas.
Hal ini tercermin dari tingkat tabungan di perbankan yang mengalami
peningkatan sampai sekitar 11% di Desember 2020.
Selain itu, konsumsi rumah tangga untuk subkomponen transportasi dan
komunikasi, dan subkomponen perumahan dan perlengkapan rumah 1/3 merupakan
porsi terbesar kedua dan ketiga setelah subkomponen makanan dan minuman.
Konsumsi makanan dan minuman memberikan kontribusi sebesar 41,2% dari total
konsumsirumah tangga, sementara kontribusi konsumsi transportasi dan
komunikasi sebesar 20,2% dan kontribusi konsumsi perumahan dan perlengkapan
rumah sebesar 13,3%.
Regulasi terkait kebijakan diskon pajak untuk kendaraan bermotor telah
disahkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 20/PMK.010/2021, yang
mengatur kebijakan insentif penurunan tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor
segmen sampai dengan 1.500 cc kategori sedan dan 4×2, serta memiliki local
purchase minimal sebesar 70% dengan mengacu kepada Keputusan Menteri
Perindustrian Nomor 169 Tahun 2021.
Besarnya PPnBM Kendaraan Bermotor ditanggung oleh Pemerintah diberikan secara
bertahap yaitu 100% (seratus persen) untuk Masa Pajak Maret – Mei 2021,
sebesar 50% (lima puluh persen) untuk Masa Pajak Juni – Agustus 2021 dan 25%
(dua puluh lima persen) untuk Masa Pajak September – Desember 2021.
Selain itu, kebijakan insentif sektor properti berupa diskon pajak melalui
fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), diberikan untuk penjualan rumah
tapak atau unit hunian rumah susun selama enam bulan, terhitung mulai Maret
2021.
Pemberian fasilitas PPN DTP sebesar 100% diberikan bagi penjualan rumah tapak
atau unit hunian rumah susun dengan nilai jual sampai dengan Rp2 miliar dan
PPN DTP sebesar 50% bagi yang memiliki nilai jual di atas Rp2 miliar sampai
dengan Rp5 miliar.
Pengaturan lebih lanjut mengenai kebijakan ini akan ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yang akan segera disampaikan kepada publik.
Menteri PUPR mengatakan bahwa kebijakan insentif ini melengkapi empat
kebijakan yang sudah Kementerian PUPR laksanakan di sektor perumahan, yakni
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp16,66 triliun untuk
157.500 unit, Subsidi Selisih Bunga (SSB) sebesar Rp5,96 triliun.
Kemudian, Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebesar Rp630 miliar untuk 157.500
unit, dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebesar Rp8,7
miliar.
Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), selain empat program tersebut,
juga sudah dibebaskan PPN dan ditambahkan 4 juta cash bantuan uang muka.
“Sehingga secara keseluruhan, capaian program untuk tahun 2020 berjumlah
200.972 unit dengan nilai fasilitas bebas PPN yang diberikan Pemerintah
sebesar Rp 2,92 triliun untuk MBR,” ujarnya.
Kriteria diperuntukkan bagi rumah tapak dan/atau rumah susun yang mendapatkan
insentif PPNDTP, dan harus diserahkan secara fisik pada periode pemberian
insentif, merupakan rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni, dan
diberikan maksimal untuk 1 unit rumah tapak/unit hunian rumah susun untuk 1
orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun.
“Artinya fasilitas ini untuk rumah yang sudah ada stok. Berdasarkan data
asosiasi perumahan, dengan kebijakan stimulan ini sasarannya untuk rumah
non-subsidi sekitar 27-30 ribu unit yang mendapatkan relaksasi, sementara
untuk rumah subsidi MBR tetap mendapatkan bebas PPN,” sambung Basuki.
Pemberian insentif untuk pembelian properti adalah kebijakan yang penting
mengingat sektor ini sangat strategis dalam perekonomian, dan memiliki efek
pengganda (multiplier effect) yang kuat keterkaitannya dengan berbagai sektor
di dalam perekonomian, dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang
besar.
Di samping itu, sektor perumahan yang terdiri atas sektor kontruksi dan sektor
real estate secara bersama-sama juga memberikan sumbangan terhadap PDB sekitar
13,6%.
Dijelaskan, kebijakan diskon pajak untuk kendaraan bermotor dan sektor
properti diharapkan mampu menarik minat kelas menengah untuk melakukan
konsumsi yang tinggi.
Belanja barang tahan lama atau durable goods (kendaraan bermotor dan properti)
diharapkan mampu menjadi stimulan konsumsi rumah tangga, yang memiliki
kontribusi terbesar bagi pertumbuhan ekonomi.
Momentum pemulihan ekonomi perlu dijaga ritme percepatannya, dan saat ini
merupakan periode yang tepat.
Hal ini juga didukung oleh program vaksinasi yang sudah mulai berjalan dan
penularan kasus Covid-19 mulai menurun. Untuk itu, kepercayaan rumah tangga
dalam melakukan konsumsi perlu ditingkatkan.(rhm)