Denpasar – Industri acara dan MICE Bali terancam dampak serius dari kebijakan efisiensi anggaran pemerintah (Inpres No. 1/2025).
Survei DPD IVENDO Bali mengungkap, lebih dari 85% pelaku industri mengalami penurunan pendapatan drastis akibat pemangkasan anggaran perjalanan dinas dan kegiatan pemerintah lainnya.
Hasil survei yang melibatkan 44 pelaku industri acara menunjukkan proyeksi dampak signifikan, dengan estimasi 750 acara berpotensi terpengaruh dalam tiga bulan pertama tahun 2025.
Apabila tren ini berlanjut sepanjang tahun, industri acara di Bali diperkirakan akan mengalami potensi kerugian finansial hingga Rp3,15 triliun.
Kerugian ini mencakup hilangnya pendapatan bagi penyelenggara acara (EO), vendor produksi, tenaga kerja lepas, serta sektor-sektor pendukung seperti perhotelan, transportasi, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dengan nada prihatin, Grace Jeanie, Ketua DPD IVENDO Bali, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
‘Ini seperti menabrakkan diri sendiri,’ ujarnya. ‘Industri acara adalah jantung ekonomi Bali. Jika jantung ini berhenti berdetak, ribuan pekerja akan kehilangan mata pencaharian.
Kebijakan efisiensi ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga berdampak signifikan pada tenaga kerja di industri acara. Sekitar 2.500 pekerja tetap dan tidak tetap menghadapi risiko kehilangan pekerjaan atau penurunan pendapatan.
Mayoritas responden survei menunjukkan pesimisme terhadap prospek industri acara di Bali, dengan 57% meyakini bahwa sektor ini akan mengalami kesulitan dalam pengembangan. Selain itu, industri acara memiliki efek domino yang luas terhadap perekonomian Bali.
Pemangkasan anggaran berpotensi menyebabkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan bisnis, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat hunian hotel, penggunaan layanan transportasi, serta konsumsi di restoran dan destinasi wisata.
Kata Grace Jeanie, dalam menyikapi dampak signifikan yang ditimbulkan, IVENDO Bali mengajukan serangkaian rekomendasi kepada pemerintah dengan tujuan agar efisiensi anggaran dapat diimplementasikan tanpa merusak industri acara dan MICE.
Rekomendasi tersebut meliputi: 1) Revisi Implementasi Efisiensi: Pemerintah perlu melakukan penyesuaian kebijakan dengan mempertimbangkan dampak ekonomi terhadap sektor-sektor terkait. Anggaran untuk acara dapat diprioritaskan pada kegiatan yang memberikan manfaat luas bagi masyarakat dan perekonomian lokal. 2) Penyediaan Insentif bagi Industri Acara: Pemberian keringanan pajak dan biaya perizinan bagi penyelenggara acara, khususnya yang melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta tenaga kerja lokal.
Rekomendasi IVENDO Bali juga mencakup: 3) Penguatan Digitalisasi dan Acara Hibrida: Adopsi teknologi digital untuk efisiensi tanpa membatalkan acara, seperti penyelenggaraan acara berbasis virtual atau hibrida yang tetap memberikan dampak ekonomi bagi Bali.
Kemudian, 4) Kolaborasi dengan Sektor Swasta: Pengembangan skema Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) agar acara tetap dapat dilaksanakan meskipun anggaran pemerintah terbatas. 5) Diversifikasi Pariwisata: Pengembangan wisata kebugaran (wellness tourism) sebagai sektor pelengkap yang dapat mendukung perekonomian Bali selain acara MICE.
IVENDO Bali menegaskan bahwa implementasi efisiensi anggaran tidak boleh mengorbankan industri yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pemulihan ekonomi daerah. Melalui langkah-langkah strategis yang tepat, Bali dapat mempertahankan posisinya sebagai destinasi unggulan untuk berbagai jenis acara dan sebagai pusat MICE di Indonesia.
Pemerintah diharapkan untuk meninjau kembali kebijakan ini dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan guna memastikan bahwa solusi yang diambil mendukung keberlanjutan industri acara dan perekonomian Bali secara menyeluruh.
Industri yang sedang kesulitan ini jelas butuh bantuan. Pertama, relaksasi pajak, itu sudah pasti. Kedua, pemerintah perlu turun tangan dengan membebaskan pembayaran bunga dan menunda pembayaran pokok pinjaman.
“Dan jangan lupakan teman-teman yang punya cicilan bank. Saya membayangkan betapa beratnya beban mereka. Mungkin relaksasi perbankan, seperti keringanan pembayaran dan suku bunga, bisa jadi penyelamat,” imbuh Grace Jeanie.
Menurut studi Oxford Economics (2018), industri event global menyumbang USD2,5 triliun bagi perekonomian dunia dan menciptakan 26 juta lapangan kerja. Di Indonesia, sektor ini berkontribusi Rp120 triliun terhadap PDB dan menopang 278.000 pekerja, menjadikannya tulang punggung ekonomi kreatif dan pariwisata nasional. ***