DENPASAR – Anggota DPD RI Gede Pasek Suardika menyatakan saat ini tengah terjadi hukum rimba di mana supremasi hukum di Indonesia dengan mudah intervensi dengan uang kepentingan kekuasaan dan tekanan massa.
Hal itu disampaikan Pasek dalam diskui bertajuk meretas kembali kebangsaan dan kebhinekaan Indonesia di era kekinian yang digelar di Kantor DPD RI Provinsi Bali Renon Denpasar Kamis, (8/12/16). Dia mencontohkan, bagaimana kasus-kasus yang semestinya bisa maju bisa bergulir di pengadilan bisa berhenti di tengah jalan, karena kepentingan kekuasaan.
Juga, kasus-kasus yang bisa dipercepat proses hukumnya karena diintervensi kepentingan kekuasaan dan tekanan massa. Dalam hitungan hari, penanganan kasus di kepolisian bisa dipercepat dilimpahkan ke kejaksaan dan disidangkan.
“Contoh nyata, Kasus Bambang Wijoyanto dan Abraham Samad, oleh kejaksaan, sudah dinyatakan P21 artinya sudah sempurna, tinggal dibawa ke pengadilan, benar salah dibuktikan di pengadilan,” katanya. Namun, oleh kekuasaan yang lain, kasus tersebut dihentikan dan tidak berlanjut.
Ada juga karena kepentingan uang, keputusan hakim itu bisa berubah. Karena masyarakat yang lemah tidak punya akses kuat di pengadilan, maka kekuatan uang itu mengalahkan. “Jadi inilah yang sebetulnya yang menentukan dan mengatur hukum kita per hari ini,” tandas Pasek.
JIka hal itu terjadi, bagaimana jika semua kekuatan itu bertarung. Yang punya kuasa bertarung dengan yang punya uang, yang punya massa juga ikut bertarung, maka yang rugi adalah masyarakat keseluruhan. Pasek mengibaratkan, macan dan singa bertarung maka seluruh isi hutan akan menjadi korban sehingga itu sangat berbahaya.
Namun, Pasek melanjutkan, ada yang lebih berbahaya lagi dari itu, apabaila kekuasaan, uang dan massa bergabung. “Maka kita sebagai rakyat benar-benar dirampok, itulah hukum rimba yang saat ini telah berlangsung, ” imbuhnya.
Selain Pasek, hadir juga sebagai pembicara anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto dan Ketua PHDI Letjen Purn Wisnu Bawa Tenaya. (rhm)