Gelar Pameran Tunggal Lukisan di Santrian Art Gallery, Begini Sosok Seniman Made Dolar Astawa

Made Dolar Astawa sejak kecil menyukai aktivitas seni melalui seka di desa dan terlibat mengenyam pendidikan seni dari sekolah menengah seni rupa hingga perjalanannya begitu panjang dalam berkesenian.

21 September 2024, 07:31 WIB

Denpasar – Puluhan seniman dan penikmat seni lukis di Bali memenuhi areal Santrian Art Gallery Sanur Denpasar untuk melihat dari dekat belasan lukisan karya Made Astawa atau akrab disapa Made Dolar.

Saat pembukaan pameran tunggal yang berlangsung selama satu bulan itu, hadir owner Griya Santrian Ida Bagus Gede Sidhartha Putr atau Gus De, seniman Bali Made Kaek hingga wisawatan asing, Jumat 20 September 2024.

Sosok Made Dolar dikenal unik, lahir dari keluarga sangging, sehingga mewarisi darah seni .

Aktivitas seni disukai Made Dolar sejak kecil melalui seka di desa dan terlibat mengenyam pendidikan seni dari sekolah menengah seni rupa perjalanannya begitu panjang dalam laku kesenian.

Menjadi tenaga pengamanan (waker) pada sebuah restoran di Sanur, pernah dilakoninya hingga mengelola galeri, sekaligus menjadi semacam manajer untuk kawan-kawan seniman lainnya.

Berkat dedikasinya terhadap seni, Made Dolar akhirnya dipercatya menjadi manajer Santrian Art Gallery.

Jejak perjalanan hidupnya beragam, mulai dunia preman, hingga menjadi pemuka adat di desanya, trah keturunan dari keluarga sangging kemudian memanggil membuka jalan baginya untuk menemukan formulasi artistik yang digali dari spirit ngayah mendalami upacara yadnya.

Yang pasti, perjalanan panjang proses kreatif Made Dolar berkelindan antara menjalani berbagai aktivitas dalam riuh pariwisata Sanur, dinamika seni rupa, hingga didaulat oleh masyarakat di desanya di Payangan menjadi aparat desa adat menjalani kehidupan tradisi ngayah di desa.

Selama puluhan tahun, Made Dolar mengabdikan diri di desa sembari tetap aktif berkarya dan khususnya melukis, Dolar menjalani proses ulang-alik antara kehidupan tradisi dan kehidupan modern menjadi warga urban. Proses ini menarik, menjadikannya memiliki ruang untuk larut dan tetap berjarak dengan mengakumulasi proses tersebut untuk dituangkan menjadi karya seni lukis.

Periode waktu kreativitasnya tercurah melihat kontraksi kehidupan modern dalam balutan pariwisata, dengan berbagai ekses-ekses positif dan sekaligus destruktif pada tatanan sosial dan kebudayaan Bali.

Kemudian, nilai paradoksal antara kemajuan di satu pihak dan kemunduran di lain pihak, yang mengakibat berbagai perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat Bali yang tetap berusaha mempertahankan kebudayaan dan keberlangsungan tradisi.

Kegelisahannya kerap hadir secara banal dalam karya-karyanya pada periode sebelumnnya. Dolar menyatakan periode itu merupakan representasi dari berbagai pengalaman langsung bergumul dengan berbagai entitas dalam riuh dan gemerlapnya kehidupan pariwisata.

Kepulangannya ke desa menjalani tugas adat membuatnya semakin sadar akan kekuatan dan modal kebudayaan Bali, yang berupaya sekuat mungkin menjaga kesinambungan tradisi dan ritual. Setelah sekian lama menjalani kehidupan ngayah yang dapat menghabiskan waktu hingga berminggu-minggu atau bulan, sembari bolak-balik ke Sanur menyiapkan program-program pameran di Santrian. Membuatnya semakin sadar bahwa ada spirit energi luar biasa dari prosesi ritual, yang dapat diadopsi serta dituangkan menjadi metode artistik dalam berkarya seni lukis.

Kekhusyukan menjalani prosesi ritual dalam melaksanakan upacara yadnya, membawanya pada kesadaran kreatif pada penemuan formulasi artistik yang digali dari prosesi penyusunan upakara yadnya.

Made Dolar Astawa juga menuturkan, proses berkaryanya mengadopsi prosesi dalam melaksanakan upacara yadnya, selalu dimulai dengan mengelar alas, menata berbagai uparengga dengan berbagai bahan dan bentuk dari geometris hingga tak beraturan, semuanya memakai bahan alami yang diolah dengan artistik, disusun dari bawah ke atas umumnya memakai konsep ruang mandala (Dewata Nawa Sangga).

Prosesi itulah yang diintrepretasi Dolar untuk menjadi metode artistik dalam proses berkarya, menjadi inspirasi dalam pengembangan karya-karyanya yang mengabstraksi prosesi dalam upacara yadnya.

Belasan karya-karyanya terbaru dipamerkan di pameran tunggal ini, menghadirkan lapisan-lapisan ingatan, perenungan, imajinasi, intepretasi dalam dimensi ruang dan waktu saling berkelindan dan hadir menyeruak dalam balutan estetika abstraksi nan ekspresif.

“Saya ekspresikan bagaimana budaya harus bisa dilakukan, diabadikan, perasaan khawatir itu muncul dalam mengamati budaya itu,” ujarnya.

Semua perasaannya itu diwakilkan melalui karya lukisan yang ditampilkan, kejengkelannya dilemparkan melalui coretan, garis dan lainnya.

“Bagaimana saya mengekepresikan kecerdasan terhadap budaya, itulah saya wakilkan dalam komposisi, warna, garis, simbol hitam, putih, loreng, antara benar dan tidak benar, antara dipahami dan tidak dipahami, budaya ini harus dilakoni, dilestarikan, dijaga,” imbuhnya.

Sejumlah karya Made Dolar menarik perhatian pengunjung itu diberi judul ‘Mepegat, “, Save Culture, Dialog Mbatin. ***

Artikel Lainnya

Terkini