Denpasar – Gubernur Bali, Wayan Koster, secara intensif terus mendorong optimalisasi Pungutan Wisatawan Asing (PWA) sebagai sumber utama pembiayaan dalam upaya Pembangunan Budaya Bali dan Pelestarian Lingkungan Alam Bali.
Setelah serangkaian pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi (Menko Hukum, HAM, dan Imigrasi Pemasyarakatan) Yusril Ihza Mahendra, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (IMIPAS) RI Jenderal Pol (Purn) Agus Andrianto, dan menteri terkait lainnya di Jakarta, Gubernur Koster kini mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) pariwisata Bali.
Pertemuan ini bertujuan untuk bergotong royong dalam mengoptimalisasikan PWA, demi mewujudkan Pariwisata Berbasis Budaya, Berkualitas, dan Bermartabat.
Acara berlangsung di Gedung Ksirarnawa, Art Center, Denpasar, pada Kamis (30/10/2025) ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting seperti Ketua PHRI Bali, Prof. Tjok Oka Sukawati, dan Ketua GIPI Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana. Para stakeholder mendapatkan informasi mengenai mekanisme penyelenggaraan PWA, yang dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak lain, yaitu:
Collecting Agent;
Mitra Manfaat; atau
Endpoint.
Kerjasama dengan Mitra Manfaat dan Endpoint akan diatur dalam Perjanjian Kerja Sama, dengan imbal jasa maksimal 3% dari besaran dan jumlah transaksi PWA.
Dalam arahannya, Gubernur Wayan Koster menegaskan peran vital PWA untuk dialokasikan bagi Pembangunan Budaya dan Pelestarian Lingkungan melalui Desa Adat.
“Sampai tanggal 30 Oktober 2025, PWA yang sudah masuk mencapai Rp 318 miliar, yang mana jumlah ini sudah setara dengan total pemasukan pada Desember 2024 lalu,” ungkap Koster.
Ia memperkirakan, PWA hingga akhir Desember 2025 bisa mencapai Rp 380 miliar.
Meskipun nilai ini masih dianggap kecil dari target yang diharapkan, Koster menekankan bahwa PWA sangat penting untuk alokasi pembangunan dan pelestarian. Dengan dana PWA, setiap Desa Adat di Bali direncanakan akan menerima Rp 300 juta per tahun.
“Jika semua Desa Adat kita berikan, maka totalnya sekitar Rp 450 miliar. Jika ada yang bertanya untuk apa PWA itu? Ini untuk budaya dan pengelolaan sampah,” jelasnya.
Devisa Pariwisata sebagai Kekuatan Negosiasi Infrastruktur
Selain fokus pada PWA, Koster mengungkapkan ia akan berupaya keras melakukan negosiasi dengan Pemerintah Pusat guna mendapatkan dukungan untuk pembangunan infrastruktur strategis di Pulau Bali.
Negosiasi ini didasarkan pada kontribusi besar devisa pariwisata Bali terhadap devisa pariwisata nasional.
Tercatat pada tahun 2024, dengan kunjungan 6,3 juta wisatawan mancanegara, Bali menyumbangkan devisa pariwisata mencapai Rp 167 triliun, atau 53 persen dari total devisa pariwisata Indonesia yang mencapai Rp 312 triliun.
“Saya berharap negosiasi ini berjalan dengan lancar guna mempermudah pembangunan infrastruktur pariwisata Bali,” tegas Koster.
Ia menambahkan bahwa tanpa infrastruktur yang memadai, daya saing pariwisata Bali akan terancam.
“Jika terus kalah dan diviralkan dengan berbagai isu, orang makin jauh dari Bali. Karena itu, kita harus membuat sistem dalam menghadapi persaingan yang semakin kuat ke depan,” pungkasnya.
Di akhir pertemuan, Gubernur Koster menyerukan kepada seluruh pihak untuk bersatu.
“Karena itu, saya mohon, jangan cuek, mari bareng – bareng gotong royong. Kita harus berjalan dengan spirit dan langkah yang sama, supaya PWA ini mencapai target, sehingga pariwisata Bali makin bagus, tangguh, dan berdaya saing,” tutupnya.***

