Gerombolan Pemburu Batu Yogyakarta Berpameran Visual di Bali

6 Februari 2016, 07:42 WIB

Kabarnusa.com
Sejumlah kreator lintas bidang yang menyebut diri Bol Brutu atau
Gerombolan Pemburu Batu, akan berpameran bersama di Bentara Budaya Bali.

Pada eksibisi kali ini Bol Brutu mengetengahkan sejumlah
karya-karya visual dalam bingkai tajuk “Abhayagiri: Situs-Situs Marginal
Di Pegunungan”. Pembukaan pameran berlangsung Minggu (7/2/2016) di
Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, Ketewel.

Kelompok Bol Brutu asal Yogyakarta ini terdiri dari perupa, akademisi, peneliti, pengamat sosialbudaya.

Mereka
antara lain :  Kris Budiman, Putu Sutawijaya, Apriadi Ujiarso, Boen
Mada, Cuk Riomandha, Darwi Made, Edy Hamzah, Ida Fitri, Linggar Saputra
Wayan, Ninuk Retno Raras, Nur Cahyati Wahyuni,  Vembri Waluyas, Wahyu
Wiedy Aditantra.

Dalam tulisannya, Kris Budiman, menyatakan,
marginalitas dapat dibatasi di sini sebagai kondisi petilasan yang  yang
relatif masih terpinggirkan atau tersingkirkan.

Dimensi
spasialnya terutama dilihat dari lokasinya yang relatif masih sulit
dijangkau atau jaraknya yang jauh daripusat, entah itu pusat ekonomi,
politis, ataupun pusat-pusat perkembangan arus-utama yang lain.

“Pameran
ini merupakan sebuah upaya untuk mengapresiasi situs-situs purbakala
yang termarjinalkan dan belum mendapatkan apresiasi semestinya,” ungkap
akademisi Universitas Gadjah Mada ini dalam siaran pers diterima Kabarnusa.com, Sabtu (6/2/2016).

Situs-situs
dari zaman klasik (Abad VIII-XV)  menjadi fokus pameran kali ini.
Adapun karya-karya visual BolBrututentangsitus-situs marginal tersebut
dapat dinikmati oleh umum hingga 20 Februari 2016 mendatang.

Adapun
tajuk “Abhayagiri”, yang bermakna ‘gunung atau bukit yang damai’,
meminjam nama Situs Ratu Boko di Yogyakarta—sebagaimana disebutkan dalam
sebuah prasasti bertarikh 792 M yang mengungkap peristiwa pembangunan
sebuah bangunan suci di atas bukit, Abhayagiri Vihara, oleh Rakai
Panangkaran.

Dengan demikian, frasa selengkapnya dapat dimaknai
sebagai ‘vihara di atas bukit yang damai, bebas dari bahaya’. Melalui
logika metonimik, substansi vihara ini dapat kita ganti dengan candi
atau situs kepurbakalaan; sementara giri, tepatnya: abhayagiri, di sini
mewakili kawasan atau suasana pegunungan.

“Abhayagiri”
bukanlaheksibisiperdanadarikelompok yang didirikanoleh Kris Budiman, Cuk
Riomandha, Ery Jabo dan Putu Sutawijaya ini, sebelumnya Bol Brutu telah
menyelenggarakan berbagai pameran seperti How Brutu Are You, Bergana
Boleh Saja yang digelar di berbagai kota.

Pameran ini senafas
dengan semangat kuratorial Bentara Budaya yang memberi ruang kepada
seni-seni atau program kultural klasik, tradisi maupun modern yang
“terpinggirkan” atau belum memperoleh apresiasi serta publikasi.

“Semestinya,
sebagaimana kini dilakukan oleh Bol Brutu dalam pameran kali ini, “
ungkap Putu Aryastawa, penanggungjawab teknis pameran BBB. (gek)

Berita Lainnya

Terkini