Kabarnusa.com-Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali sebagai pintu gerbang masuk Bali terus menjadi perhatian pemkab setempat.
Berbagai program penataan kawasan dan lingkungan dilakukan untuk menunjukkan Gilimanuk sebagai bagian dari Bali. Termasuk kebersihan lingkuan yang mendapat perhatian khusus dari Bupati Jembrana I Putu Artha.
Bupati Artha menyadari, sebagai daerah yang dikenal dengan pelabuhannya dengan penduduk yang heterogen, Gilimanuk menjadi kelurahan yang produksi sampahnya terbesar diantara kelurahan dan desa lainnya di Jembrana.
Untuk membersihkan sampah di Gilimanuk selain membutuhkan kesadaran dan peran aktif masyarakat, Pemkab Jembrana juga melakukan berbagai langkah bersama masyarakat setempat.
Artha dan Wakilnya I Made Kembang Hartawan mendorong masyarakat Gilimanuk untuk mewujudkan Gilimanuk yang bersih dan bebas dari sampah dengan memberikan dua unit Moci (Motor Cikar) pengangkut sampah kepada dua Bank Sampah yaitu Bank Sampah Sentigi dan Bank Sampah Gilimanuk.
Menurut Bupati Artha, Kedepannya Gilimanuk yang dirancang sebagai salah satu obyek pariwisata harus mampu mengelola sampah sendiri.
Dalam kesempatan tersebut Bupati Artha juga mengunjungi dua Bank Sampah yang ada di Gilimanuk yaitu Bank Sampah Gilimanuk dan Bank Sampah Sentigi Jumat (27/2/2015).
Saat mendatangi Bank Sampah Gilimanuk, Bupati Artha mengaku terkesan dengan pengelolaan yang dilakukan. Pasalnya sampah-sampah terutama plastik mampu diolah menjadi kerajinan yang bernilai ekonomi seperti dompet dan tas.
Menurut pengelolanya Yuliatin, Bank Sampah yang dikelolanya ini selain membeli sampah dari masyarakat juga membeli sampah dari siswa sekitar, uang dari penjualan itu langsung ditabungkan di Bank Sampah.
“Jika mereka memerlukan untuk bayar cicilan dan bayar listrik bisa diambil langsung, “ jelas Yuliatin.
Dia menuturkan. usahanya tersebut dimulai tahun 2009 lalu dengan mengumpulkan sendiri sampah-sampah yang cukup banyak di Gilimanuk.
Dengan dorongan dan binaan Pemkab Jembrana sejak tiga tahun lalu, pihaknya mampu mendirikan Bank Sampah yang hingga kini ia memiliki anggota dan nasabah tetap sebanyak 60 orang dan mempekerjakan karyawan tetap sebanyak tujuh orang.
Sampah-sampah palstik yang dibelinya dari masyarakat diolah menjadi dompet dan tas. Soal pemasaran Yuliatin mengaku mendapat pesanan dari sebuah yayasan di Kabupaten Karangasem.
Harga per buah untuk dompet dijualnya seharga Rp. 25 ribu sedangkan dijual dengan harga Rp. 40 hingga 50 ribu per tas.
“Kami memerlukan lahan yang lebih luas untuk menampung penjualan sampah, karena masyarakat makin banyak yang menjualnya, “ harap Yuliatin.(dar)