Gubernur Bali Ungkap 427 Desa Selenggarakan Peringatan Bulan Bung Karno III

2 Juni 2021, 21:48 WIB
Gubernur Bali, Wayan Koster/Dok. Humas Pemprov Bali

Denpasar – Gubernur Bali I Wayan Koster menyebutkan, sebanyak 427 desa
di Bali memperingati Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni.

Tujuh puluh enam tahun yang lalu, Bung Karno berdiri di hadapan sidang umum
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sejak sehari
sebelumnya, diskusi tentang rumusan dasar negara belum juga menemukan titik
terang.

Tibalah giliran Bung Karno untuk menyampaikan buah pikiran.

“Tanpa menggunakan teks, Bung Karno menguraikan lima hal yang menurutnya
adalah landasan filosofis dasar dan cara pandang bagi negara Indonesia
merdeka. Kelima hal menjadi landasan idiil Indonesia Merdeka tersebut kemudian
diberi nama Pancasila.

Sehingga saat itu, paparan Bung Karno diterima secara aklamasi dan pada 1 Juni
1945 itulah Pancasila Lahir,” demikian pidato yang disampaikan Gubernur Bali,
Wayan Koster saat membuka peringatan Bulan Bung Karno III Provinsi Bali,
Selasa (Saniscara Paing, Langkir) tanggal 1 Juni 2021 di Gedung Ksirarnawa,
Taman Budaya, Denpasar.

Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini menyampaikan, bahwa sehari setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 18 Agustus 1945, Pancasila
ditetapkan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Sebuah ideologi dan landasan filosofis Bangsa dan Negara dalam menjaga
persatuan dan kesatuan Indonesia merdeka.

Sebuah negara bangsa yang terdiri dari 300 suku bangsa, memiliki 700 bahasa,
dan 17.000-an pulau. Tanpa adanya sebuah ideologi dasar dan landasan filosofis
seperti Pancasila.

“Tentunya akan sulit membayangkan bagaimana perjalanan bangsa kita ini untuk
mencapai tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” jelas Koster.

Peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni oleh Pemerintah Provinsi Bali,
sejak 2019 juga dirangkai dengan Perayaan Bulan Bung Karno Provinsi Bali.

Karena pada bulan Juni, hal-hal fundamental dan sakral terjadi, dimulai dari
pada tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila; 6 Juni Hari Lahir Bung
Karno; dan 21 Juni hari Wafat Proklamator Bung Karno.

Guna mengenang, menghormati, dan memaknai hari-hari penting tersebut, Gubernur
Bali telah mengundangkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 19 Tahun 2019 tentang
Bulan Bung Karno di Provinsi Bali.

Tahun ini merupakan penyelenggaraan Bulan Bung Karno yang ke-3. “Perlu saya
sampaikan dari 636 Desa di Bali sebanyak 427 Desa (67%) menyelenggarakan
kegiatan Bulan Bung Karno,” tambahnya.

Turut hadir, Gubernur Bali Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati, Sekda Dewa Made
Indra, Ketua TP PKK dan Dekranasda Provinsi Bali, Ny Putri Koster, Ketua BKOW
Bali Ny Tjok. Putri Hariyani Sukawati, Bupati/Walikota se-Bali, Kapolda Bali,
Bendesa Agung, beserta stakeholder maupun instansi terkait dan forkompimda
secara live streaming melalui youtube dari Gedung Ksirarnawa.

Sehingga pada tahun 2022, Gubernur Bali berharap semua Desa sudah bisa
melaksanakan Bulan Bung Karno.

Selain sebagai wujud penghormatan dan bhakti kepada Bung Karno, Bapak Pendiri
Bangsa yang telah merumuskan dasar negara kita, penyelenggaraan Bulan Bung
Karno di Provinsi Bali yang pelaksanaannya juga sampai ke Kabupaten/Kota,
Kecamatan, hingga Desa/Kelurahan.

Tujuannya pertama, mengarusutamakan Pancasila dalam kehidupan masyarakat Bali
dalam berbangsa dan bernegara. Kedua, meningkatkan pemahaman masyarakat Bali
tentang sejarah, filosofi dan nilai-nilai Pancasila.

Ketiga, memperkokoh semangat kebangsaan dan inklusi sosial di tengah
kontestasi nilai (ideologi) dan kepentingan yang mengarah kepada menguatnya
kecenderungan politisasi identitas.

Keempat, membangkitkan dan memelihara memori kolektif masyarakat Bali tentang
ketokohan dan keteladanan Ir. Soekarno sebagai penggali Pancasila dan
Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kelima, memperkuat institusionalisasi nilai-nilai Pancasila, dan Spirit
perjuangan Bung Karno sesuai dengan kearifan lokal masyarakat Bali.

Mengenai Tema Bulan Bung Karno Provinsi Bali tahun ini mengambil tema yakni,
Wana Kerthi: Taru Prana Bhuwana (Pohon sebagai Nafas Bumi), yang sejalan
dengan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, melalui Pola Pembangunan Semesta
Berencana menuju Bali Era Baru.

Yang artinya, menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya,
untuk mewujudkan kehidupan Krama Bali yang sejahtera dan bahagia
sakala-niskala, menuju kehidupan Krama dan Gumi Bali sesuai dengan prinsip Tri
Sakti Bung Karno; Berdaulat secara Politik, Berdikasi secara Ekonomi, dan
Berkepribadian dalam Kebudayaan, melalui Pembangunan Secara Terpola,
Menyeluruh, Terencana, Terarah, dan Terintegrasi dalam Bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasar Nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945.

“Tema ‘Wana Kerthi’ Taru Prana Bhuwana ini dapat menjadi wahana bagi
penyebarluasan, internalisasi serta pelaksanaan Pancasila serta ajaran-ajaran
Bung Karno secara nyata dalam upaya pelindungan dan pelestarian alam semesta.

Sehingga politik green, politik yang pro-alam lestari, dengan pemanfaatan
sepenuhnya energi terbarukan, energi ramah lingkungan, termasuk pola
pembangunan yang senantiasa selaras dalam menjaga kesucian dan kelestarian
hutan, keragaman hayati, serta ruang hijau, menjadi tekad dan ikrar ideologis
bersama.

Tidak boleh gentar, lemah, dan putus asa, betapapun tantangan dan godaan hadir
untuk membelokkan cita-cita ini, Kita harus tetap tegak demi kelangsungan
harmoni alam, manusia, dan kebudayaan Bali,” jelas Gubernur Bali asal Desa
Sembiran, Buleleng ini.

Tambahnya juga, bahwa alam, hutan, tetumbuhan, dengan segala kekayaan hayati
tidak saja menjadi sumber kehidupan, kesejahteraan, dan pengobatan, tetapi
juga sumber inspirasi untuk menata kehidupan sosial dan peradaban.

Seperti Bung Karno melakukan perenungan dan merumuskan Pancasila sedari
melihat, menatap, dan memasuki desa-desa di Indonesia, termasuk kala Bung
Karno di pengungsian di Ende, Nusa Tenggara Timur.

Cerita Gubernur Koster, saat itu, Bung Karno merenung di bawah pohon sukun,
dan melihat energi supranatural bekerjanya Tri Murti pada dedaunan, pohon, dan
dahan Sukun. Begitulah harmoni tokoh besar Bangsa ini dengan semesta raya.

Energi yang dipancarkan oleh Alam adalah energi kehidupan dan keindahan bagi
manusia. Karena itu pilihan tema Wana Kerthi menjadi kontekstual dan selaras,
terlebih pada situasi pandemi Covid-19, yang mana kembali ke alam, hutan, dan
tetumbuhan sebagai sumber usadha-pengobatan.

Bagaimana pun penghormatan paling utama kepada Bung Karno adalah dengan
meneladani dan melaksanakan ide, pemikiran, gagasan, dan cita-citanya untuk
Indonesia Raya.

“Saya berharap seluruh lapisan masyarakat Bali, terutama generasi muda mari
dengan suka cita memikul tanggungjawab ideologis ini,” pungkasnya seraya
mengatakan nada Merdeka, Merdeka, Merdeka.

Sebagai penutup, Gubernur Bali, Wayan Koster dan Wakil Gubernur Bali, Cok Ace
menyaksikan pergelaran drama tari musikal Bung Karno di Bawah Pohon Sukun.
(rhm)

Berita Lainnya

Terkini