Denpasar – Gubernur Bali, Wayan Koster, mengeluarkan instruksi tegas yang menghentak sektor properti dan ritel. Ia meminta seluruh Bupati dan Walikota se-Bali untuk tidak lagi menerbitkan izin pembangunan hotel, restoran, maupun toko modern berjejaring yang berpotensi menggunakan lahan produktif.
Langkah drastis ini diambil untuk meminimalisir laju alih fungsi lahan yang mengancam ketahanan pangan di Pulau Dewata.
Instruksi tersebut disampaikan Koster saat menghadiri Rapat Koordinasi Akhir Gugus Tugas Reforma Agraria yang dirangkai dengan penandatanganan komitmen bersama sertifikasi hak atas tanah, disaksikan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Denpasar, Rabu (26/11).
Gubernur Koster mengungkapkan kekhawatiran mendalamnya terkait alih fungsi lahan produktif di Bali. “Alih fungsi lahan produktif terjadi sekitar 600-700 Hektar per tahun,” jelas Koster.
Angka ini dinilai sangat mengkhawatirkan karena Bali, sebagai destinasi pariwisata, telah menjadi daya tarik masif bagi investor jasa pariwisata, yang seringkali mengabaikan tata ruang.
“Untuk kedepan tidak boleh lagi terjadi pelanggaran tata ruang dalam bentuk apapun,” tegasnya.
Bali telah merancang peraturan daerah terkait pengaturan alih fungsi lahan produktif, untuk kepentingan komersial yang selaras dengan langkah dalam mewujudkan ketahanan pangan di Bali,” – Wayan Koster
Untuk bangunan yang sudah telanjur berdiri melanggar aturan tata ruang, Koster berjanji akan mencari solusi terbaik agar tidak menimbulkan keresahan, sembari menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat.
Dukungan dari Pemerintah Pusat dan Reforma Agraria
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mendukung langkah Pemprov Bali. Ia memaparkan penyusutan luas lahan sawah di Indonesia saat ini mencapai 60.000 hingga 80.000 hektar per tahun, sebuah ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional.
Nusron Wahid menjelaskan bahwa Reforma Agraria, sesuai Perpres 62 Tahun 2023, bertujuan untuk menata kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan.
Ini mencakup legalisasi aset dan redistribusi tanah untuk kemakmuran rakyat, sejalan dengan tujuan jangka panjang pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan, energi, dan air. Untuk mengurangi laju alih fungsi lahan, pemerintah akan menetapkan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BPN Bali, I Made Daging, melaporkan bahwa dari estimasi 2,3 juta hektar tanah di Bali, sekitar 84% sudah bersertifikat. “Ini menjadi konsen Gubernur Bali dan jajaran untuk segera ditindak lanjuti, sehingga 16% lagi mampu tuntas bersertifikat,” ujarnya.
Acara Rakor diakhiri dengan launching Integrasi Data Pertanahan dan Perpajakan Daerah (NIB-NIK-NOP) dan penyerahan puluhan sertifikat hak atas tanah kepada Pemprov Bali, Pemkot Denpasar, serta beberapa kabupaten, Desa Adat Mancingan, hingga lembaga keagamaan dan perorangan. ***

