Jakarta – Pada acara kick off Meeting 10th World Water Forum di Jakarta, Gubernur Bali I Wayan Koster memaparkan tentang pemuliaan air oleh masyarakat Bali yang dilakukan secara turun menurun.
Gubernur Bali, Wayan Koster menyampaikan itu di hadapan Presiden World Water Council, Mr. Luic Fauchon beserta para anggota Board of Governor Water Water Council, Menteri PUPR RI sekaligus Wakil Ketua Panitia Nasional Penyelenggaraan (NOC) WWF ke 10, Basuki Hadimuljono, Menteri Pariwisata dan Kreatif RI, Sandiaga Uno, Minister of Water and Sanitation Senegal, Serigne Mbaye Thiam, President of the Republic of Tajikistan, Sultan Rahimzoda, Ministry of Equipment and Water Marroco, Ziyad Abdeslam, Honorary President, World Water Council, Benedito Braga, para Duta Besar di Indonesia, PJ Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono dan dihadapan 1.500 peserta dari 56 negara di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta pada, 15 Februari 2023.
Menggunakan busana Adat Bali, Gubernur Bali dalam kesempatannya juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada World Water Council yang telah melaksanakan acara Kick-Off Meeting 10th World Water Forum yang merupakan salah satu dari rangkaian pertemuan puncak World Water Forum ke-10 yang akan dilaksanakan pada tanggal 18-24 Mei 2024 di Bali.
Tema World Water Forum ke-10 adalah “ Water for Shared Prosperity”. Tema ini sangat selaras dengan nilai-nilai kearifan lokal Bali, yaituDanu Kerthi, yang berarti penyucian dan pemuliaan sumber air.
“Penyucian dan pemuliaan sumber air dilaksanakan secara Niskala/Religi dan
Sakala. Secara Niskala/Religi, dilaksanakan dengan Upakara Tumpek Uye, yang merupakan Hari Raya untuk menyucikan dan memuliakan sumber air, dilaksanakan setiap 6 bulan kalender Bali (210 hari), tepatnya pada Hari Sabtu,Saniscara Kliwon, Wuku Uye,” tuturnya.
Leluhur Bali, telah memberi wejangan hidup bahwa air adalah sumber kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan manusia.
Bagi masyarakat Bali, air memiliki fungsi secara Niskala/Religi dan Sakala. Secara Niskala/Religi, air berfungsi sebagai Tirta, untuk kepentingan Upakara Adat, dan untuk menyucikan/pembersihann diri.
Secara Sakala, air berfungsi sebagai sumber kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan masyarakat, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, dan untuk pertanian.
Pemerintah Provinsi Bali telah memberlakukan kebijakan yang dituangkan dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi dalam Bali Era Baru, yang mulai berlaku tanggal 4 Januari 2022.
Secara Sakala, Pemerintah Provinsi Bali memberlakukan kebijakan yang diatur dengan Peraturan
Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut, yang mulai berlaku tanggal 29 Mei 2020.
Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 ini dikeluarkan di era kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster, karena Bali memiliki sumber air yang sangat memadai dan wajib untuk dijaga kelestariannya.
Sumber air yang dimiliki Bali, yaitu: 4 Danau (Danau Batur, Danau Beratan, Danau Tamblingan, dan Danau Buyan); 246 sungai, sebagian diantaranya melintasi Kabupaten-Kabupaten di Bali;
Air Terjun; dan banyak Sumber Mata Air Murni (Air Klebutan).
Danau Batur yang terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, merupakan danau terbesar di Pulau Bali, yang berfungsi sebagai ekologi yang kaya dengan keanekaragaman hayati, dengan potensi pengembangan untuk pariwisata, perikanan, pertanian hortikultura yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bangli.
Danau Baturjuga merupakan salah satu warisan budaya dunia sebagai Batur Global
Geopark oleh UNESCO sejak tahun 2012.
Berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal tersebut, masyarakat Bali memiliki budaya pengaturan air dalam sistem pertanian yang dikenal dengan Subak. Subak adalah salah satu bentuk sistem irigasi yang mampu mengakomodasikan dinamika sosio-teknis masyarakat setempat.
“Sistem irigasi subak dikelola dengan prinsip-prinsip keadilan, keterbukaan, harmoni, dan kebersamaan melalui suatu organisasi,” imbuhnya. ***