Sementara, petani garam di Desa Les lainnya, seperti Ni Putu Somayanti mengungkapkan garam traidisional lokal Bali asal Desa Les yang diproduksinya sempat dicoba dipasarkan ke Kota Denpasar, namun garamnya kalah saing dengan garam dari Jawa, karena harga garam Jawa dijual lebih murah di Bali dengan harga Rp 3.000.
“Sedangkan Kami menjualnya perkilo Rp 10 ribu itupun tanpa yodium dan memiliki citarasa yang khas. “Sehingga yang beli garam Kami saat ini hanya warga lokal dan dijual di pasar tradisional di wilayah Desa Les saja,” ujarnya.
Agar garam tradisional lokal Bali di Desa Les tidak kalah saing dari garam luar Bali, pada kesempatan tersebut Ni Putu Somayanti memohon kepada Gubernur Koster agar memberikan bantuan pemberdayaan berupa cara memproduksinya, memasarkannya, hingga memberikan manfaat secara berkelanjutan untuk para petani.
Putri Koster Minta Garam Lokal Bali Jangan Hanya Diekspor
Melihat kondisi sentra garam tradisional lokal Bali di Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem dan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Gubernur Wayan Koster menjelaskan kehadirannya ke sentra garam ini untuk melihat langsung kondisi para petani, kondisi prasarana produksinya, kondisi usaha garamnya, dan masalah apa yang dihadapi
Mengenai sentra garam tradisional lokal Bali di Desa Tianyar dan di Desa Les, Gubernur Wayan Koster melihat yang perlu dikerjakan sekarang, menjaga wilayah pesisir pantai di Desa Tianyar dan di Desa Les agar tetap menjadi tempat produksi garam.
Karena sekarang sudah ada Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali, yang memungkinkan produk garam tradisional lokal Bali masuk ke pasar modern, maka yang perlu disiapkan petani garam di Desa Tianyar dan di Desa Les ialah memfasilitasi Indikasi Geografis (IG) garam tradisional lokal Bali ini.
Wujudkan Karangasem Sentra Produksi Kapas Bali, Ini Langkah Bupati Gede Dana
“Karena izin Indikasi Geografisnya belum keluar, Saya akan perintahkan Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Bali untuk segera memproses ijin tersebut, agar cepat terbit,” tegasnya.
Petani garam diminta kembali melakukan produksi garam secara tradisional, maka apa yang menjadi masalah di prasarana produksi seperti palung tersebut, akan dibantu.
Karena dengan menggunakan bahan palung ini, cita rasa garam tradisional lokal Bali akan terjaga dan makin banyak diminati masyarakat.
Bupati Gede Dana Harapkan IPAL Komunal Turunkan Angka BABS di Karangasem
Gubernur Koster meminta Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah UKKM Provinsi Bali hadir ditengah-tengah petani garam untuk memberikan program pemberdayaan mulai dari membentuk koperasi yang pengurus dan anggotanya berasal dari para petani garam itu sendiri.
Petani garam yang tergabung dalam koperasi harus dibekali cara mengemas produk garamnya agar produk garam tradisional lokal Bali ini memiliki daya tarik kepada konsumen melalui desain kemasan yang bagus, meskipun garam tradisional lokal Bali sudah memiliki cita rasa yang berkualitas.
Terakhir, para bupati/wakil bupati memberikan penegasan kepada pasar modern di Kabupaten/Kota se-Bali agar menjual produk garam tradisional lokal Bali, sehingga disana baru petani merasakan manfaatnya.
Turut dalam rombongan Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa, Wakil Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra, Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali, I Made Santha, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Bali, I Wayan Mardiana, dan Kelompok Ahli (POKLI) Gubernur Bali Bidang Kelautan dan Perikanan, Ketut Sudiarta. ***