Denpasar – Semboyan atau moto Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Kagama ‘Guyub Rukun dan Migunani’ terasa kuat saat acara buka puasa bersama digelar Kagama Bali.
Suasana hangat, akrab, guyub rukun penuh kekeluargaan terbangun saat para alumni UGM lintas jurusan dan angakatan berkumpul dalam buka bersama di Bulan Ramadan di Kubu Kopi Denpasar, pada Jumat 29 Maret 2024.
Puluhan anggota Kagama Bali lintas agama itupun benar-benar menyatu cair dalam suasana kebersamaan tanpa sekat-sekat.
Ultah UGM ke-74, Kagama Bali Tanam 2.000 Mangrove di Teluk Benoa
Karena itu, Ketua Kagama Bali IGN Agung Diatmika menyatakan, acara itu dimaksudkan guna lebih merekatkan ikatan kekeluargaan anggota Kagama.
Kata Agung Diatmika, di Kagama, sudah terbiasa dengan anggota yang memiliki keberagaman latar belakang agama.
“Tapi tetap saling menghormati,” kata notaris berpengaruh ini.
UGM dan Kagama Dampingi Kelompok Difabel Wujudkan Desa Inklusif di Karangasem
Menurutnya, keberagaman itu, harusnya bisa dikelola bersama untuk menjadi modal memajukan bangsa.
“Sesuai dengan moto kagama, yaitu guyub, rukun dan migunani,” tegas Agung Diatmika.
Pasca-pemilu 2024, diingatkan Agung Diatmika, akan banyak agenda-agenda politik yang berpotensi bisa memecah masyarakat dalam berbagai kepentingan.
5 Langkah Persiapan ‘Ramadan Trip’ ke Bali, Nomor Tiga Idaman Penggila Belanja
Karenanya, rasa kebersamaan dalam keberagaman perlu dimaknai pula dalam situasi pilihan-pilihan yang berbeda tapi tetap dalam ikatan keluarga bangsa.
Pada kesempatan tersebut, sejarawan Arya Suharja yang didaulat memberikan ‘tausiyah’ saat buka puasa bersama bulan Ramadan, mengungkapkan, dalam berbagai agama selalu ada cara-cara mendisiplinkan fisik manusia agar tetap di bawah kendali spiritualitas.
“Bentuknya bisa bermacam-macam tetapi tujuannya sama,” tuturnya.
‘Satu Hati Saling Berbagi’ Rohis Astra Motor Bali Ajak Anak Yatim Piatu Buka Puasa Bersama
Lanjut Arya Suharja, kendali spiritual, menjadi semakin penting di tengah kehidupan dunia yang semakin materialistis dan membuat manusia gampang terjebak di dalamn pusarannya.
Di sisi lain, kendali itu akan mengarahkan pada kepedulian yang lebih tinggi kepada sesama manusia.
“Melalui ibadah itu, ego kita ditundukkan agar mencapai hal-hal yang lebih mulia dan lebih tinggi daripada sekedar pencapaian fisik semata,” tegasnya lagi.
DJP Bali Bukukan Penerimaan Pajak Rp14,46 Triliun Hingga Februari 2024
Dalam konteks puasa, Arya Suharja menambahkan, sejatinya di semua agama juga mengenalnya. Pada intinya, puasa adalah cara pengendalian diri manusia.
“Masing-masing agama, memang secara kebudayaan, spritual puasa memiliki fungsi spiritualitas,” tandasnya lagi.
Kenapa puasa, karena ini sebagai upaya mengekang diri. Secara umum, puasa sebagai jalan spritual yang paling bisa secara massal diterapkan, adalah ‘wawasa’ yakni mengekang diri untuk makan.
Survei BI Bali: Kinerja Penjualan Eceran Terjaga di Februari 2024
Pengekangan diri sebagai hal lumrah, sepanjang tahun sebetulnya mengekang diri khusus wawasa, melakukan puasa. Hal ini berdampak pada spritualitas.
“Mau tidak mau, kita harus menertibkan diri karena pada dasarnya semua agama melakukan pendekatan yang sama untuk menertibkan yang maneterial ini.
“Hidup kita material justru ketidakmaterilan itu menjadi penting,” imbuh Arya Suharja.
Gandeng BAZNAZ, OJK Bali Tingkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah
Pertemuan tidak formal, semacam ini melalui buka puasa bersama, menjadi penting maknanya bagi para alumni di tengah kesibukan masing-masing.
“Sesuai moto Kagama, Guyub Rukun Migunani, kita sebagai keluarga besar Kagama, perlu terus memperkuat kebersamaan kekeluargaan, yang penting guyub rukun, soal migunani, itu nanti lah,” ucap Drajat alumnus Psikologi UHM angkatan 1985 ini. ***