Haah.. Bali Jadi Syurganya Pelaku Pedofil?

28 Mei 2014, 19:58 WIB
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait (foto:KabarNusa)

KabarNusa.com, Denpasar – Pernyataan keras dilontarkan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA) Arist Merdeka Sirait yang menyebut Bali sebagai syurganya bagi pelaku pedofil yang memakan banyak korban anak di bawah umur.

Sebagai daerah tujuan parwisata internasional, Kata Arits Bali merupakan daerah yang rawan kejahatan seksual terhadap anak.

“Saya sudah menganalisis Bali itu syurga bagi para pedofil, jadi pada tahun 1980-1990an Bali itu tidak terbantahkan sasaran bagi pedofil tapi sekarang seolah-olah kasus itu menjadi normal, katanya di Denpasar Rabu (28/5/2014).

Arist menyebut, kondisi di Bali saat ini sebagai provinsi yang mengalami darurat kejahatan seksual. Kasus pedofil oleh orang asing pertama kali justru terungkap di Bali. 

“Semua tentu masih ingat kasus Tony William Stuart Brown pada 2004 yang bunuh diri setelah dihukum 13 tahun penjara,” ujarnya.

Sejak itu, sayangnya perhatian terhadap perlindungan anak terhadap aksi pedofilia masih sangat minim.

Tahun 2010, KPA telah menyatakan Indonesia berada dalam kondisi darurat kejahatan seksual terhadap anak yang dikuatkan dengan fakta meningkatnya pengadua pelanggaran hak anak yang terus meluas.

Dari 34 propinsi, DKI Jakarta masih menempati peringkat I dan Bali berada di urutan 17 untuk kejahatan itu.

Dia mengingatkan, jangan seolah-olah kejahatan seksual sebagai masalah yang normal seperti kasus di Buleleng.

Untuk itu, pihaknyapun mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah segera mengambil langkah strategis pencegahan pelanggaran Hak anak melalui penguatan organisasi dan peran serta masyarakat dengan membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC).

Karena itu kelahiran Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak sangat mendesak untuk daerah ini.

Sampai pada 2014, kasusnya telah mencapai 21.689.797 kasus dimana 42 % sampai 58 % merupakan kejahatan seksual terhadap anak. 

Trend peningkatan terlihat dimana pada 2012 hanya terdapt 2.650 kasus kejahatan terhadap anak, 3.339 kasus pada 2013, sedang pada 2014, data Januari-April sudah mencapai 600 kasus.

“ 82 % korban berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah,” ujarnya.

Terkait dengan fakta-fakta itu, Arist mendorong lahirnya Perda perlindungan anak yang memungkinkan adanya program yang implementatif, terukur dan massif dengan dukungan dana dari pemerintah. Perda itu,

Juga harus mengakomodasi adanya Tim Reaksi Cepat (TRC) di tingkat desa dengan melibatkan organisasi pemuda, ibu-ibu dan kelompok masyarakat lainnya.

“Jadi kalau ada masalah akan lebih cepat penangannannya,” demikian Arits. (gek)

Berita Lainnya

Terkini