Hari Braille Dunia, DJKI: Momentum Tingkatkan Kesadaran Hak Akses Informasi bagi Penyandang Disabilitas

dalam rangka memperingati Hari Braille Dunia, DJKI Kementerian Hukum menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk memberikan akses inklusif kepada penyandang disabilitas

5 Januari 2025, 04:28 WIB

Jakarta – Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, menyatakan makna Hari Braille Dunia sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran akan hak akses informasi bagi semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas.

Karenanya, dalam rangka memperingati Hari Braille Dunia, DJKI Kementerian Hukum menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk memberikan akses inklusif kepada penyandang disabilitas.

Agung Damarsasongko menjelaskan, langkah ini dilakukan melalui implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Akses Terhadap Ciptaan Bagi Penyandang Disabilitas yang selanjutnya disebut PP27/2019.

Dijelaskan, peraturan ini memberikan kesempatan kepada para penyandang disabilitas untuk pemerolehan, menggunakan, mengubah format.

Kemudian, menggandakan format, pengumuman, pendistribusian format, dan/atau mengkomunikasikan suatu karya cipta secara keseluruhan atau sebagian yang substansial dalam bentuk huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya tanpa menghadapi hambatan hukum.

“Hari Braille Dunia bukan hanya perayaan, tetapi pengingat bahwa akses terhadap buku dan pengetahuan adalah hak fundamental setiap individu, termasuk mereka yang memiliki disabilitas. PP27/2019 ini hadir untuk menjamin inklusivitas ini,” ungkapAgung Damarsasongko
pada Sabtu, 4 Januari 2025.

Kemudian, PP27/2019 juga memberikan keleluasaan bagi lembaga pendidikan, perpustakaan, dan komunitas lainnya untuk memproduksi dan mendistribusikan karya dalam format yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas.

“Tanpa harus meminta izin dari pemegang hak cipta dengan mengajukan permohonan fasilitasi akses dimaksud kepada Menteri Hukum Republik Indonesia,” tandas Agung Damarsasongko.

Dengan demikian, aturan ini menjadi tonggak penting dalam mendukung kesetaraan akses terhadap literasi di Indonesia.

Kepala Bagian Yayasan Mitra Netra Aria Indrawati menyatakan bahwa sebelumnya ada beberapa pihak yang mempertanyakan legalitas produksi buku braille, audio, maupun ipap. Hal ini berubah sejak Indonesia meratifikasi Traktat Marrakesh.

Jika sebelum adanya PP 27/2019 banyak penerbit yang mempertanyakan apakah yang Mitra Netra kerjakan merupakan pelanggaran hak cipta atau tidak, tetapi sejak ada regulasi yang mendukung hal tersebut.

“Pihak-pihak yang mempertanyakan terkait fasilitasi akses untuk para penyandang disabilitas hampir tidak ada lagi,” jelas Aria.

Pihaknya menyadari akses literasi untuk disabilitas belum banyak diketahui oleh masyarakat maupun para penyandang disabilitas. Pengguna perpustakaan Mitra Netra daring baru di angka 2.568 orang.

Jumlah buku dari perpustakaan ini mencapai 3.144 untuk melayani seluruh penyandang tunanetra di Indonesia yaitu sekitar 4 juta jiwa.

Diungkapkan, ada jarak yang cukup luas antara ketersediaan buku untuk disabilitas dibandingkan dengan kebutuhan mereka, karena memang produksi buku braille itu membutuhkan biaya paling besar untuk mencetak kertas dengan yang spesifik, ukuran spesifik, bentuk lebih besar dari buku cetak tinta.

“Namun kami berkomitmen untuk tetap konsisten memproduksi dan menyediakan buku-buku braille, audio, dan ipap untuk teman netra di seluruh Indonesia secara gratis,” lanjutnya.

Aria juga berharap peringatan Hari Braille Dunia mempererat kolaborasi dengan pemerintah pusat maupun daerah, serta penerbit. Dia ingin kolaborasi tersebut dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia tentang pentingnya akses literasi untuk disabilitas.

Ia berharap minat membaca di teman netra di Indonesia itu meningkat. Kami telah menggiatkan lomba literasi agar anak-anak tunanetra dengan berbagai jenjang pendidikan mau membaca buku dan menceritakan kembali isi buku tersebut.

Pada bagian lain Agung Damarsasongko menambahkan, ejak diundangkannya PP27/2019 tersebut, DJKI telah berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendorong ketersediaan lebih banyak karya dalam format braille dan buku audio.

“Kami bekerja sama dengan penerbit, perpustakaan, dan komunitas untuk memastikan penyandang disabilitas dapat menikmati lebih banyak buku dan karya kreatif,” katanya.

DJKI terus mengupayakan pemanfaatan teknologi modern untuk mendukung aksesibilitas. Inovasi seperti perangkat konversi digital ke huruf braille dan aplikasi pembaca layar kini semakin mudah dijangkau.

“Teknologi menjadi jembatan bagi penyandang disabilitas untuk terhubung dengan dunia pengetahuan yang lebih luas. Kami mendorong agar teknologi ini dapat terus berkembang demi inklusivitas,” tambah Agung.

Dalam peringatan Hari Braille Dunia 2025, DJKI mengajak masyarakat untuk berperan aktif menciptakan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas.

Hal ini dapat dimulai dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya literasi inklusif dan mendukung inisiatif yang memastikan semua orang dapat menikmati karya intelektual tanpa terkecuali.

Hari Braille Dunia menjadi momentum untuk terus memperjuangkan hak akses informasi yang setara bagi semua, sejalan dengan visi pemerintah menciptakan Indonesia yang inklusif dan berkeadilan. DJKI optimis bahwa melalui kerja sama yang kuat, literasi inklusif akan menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan bangsa. ***

Berita Lainnya

Terkini