KabarNusa.com – Lantaran merek harian Tribun Bali dinilai melanggar aturan merek dan memiliki kemiripan nama yang bisa merugikan secara ekonomi sehingga harian Bali Tribune menggugat agar merek harian milik kelompok kompas Gramedia Group itu dihapus..
Perseteruan antar media ini bermula ketika Hendrawan pemilik 80 persen saham PT Media Nuantara Gemilang yang berbadan hukum dan menerbitkan koran Bali Tribune sejak tahun 2010, mulai terusik dengan kehadiran harian Tribun Bali.
Pasalnya, Hendrawan mengaku telah mengajukan pendaftaran merk Bali Tribune pada Direktur Merek Direktorat Hak kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubik Indonesia.
“Saya merasa lebih dahulu menerbitkan koran dengan nama yang mirip (Bali Tribune-Bali Tribun), dari penelusuran tim kuasa hukum saya bahwa merek Tribun Bali telah terdaftar sejak bulan Juni 2007,” jelas Hendrawan saat jumpa pers di Denpasar, Minggu (20/7/2014).
Tim Kuasa Hukum Bali Tribune yang dikoordinatori Handri Liu Windra bersama Gede Erlangga Gautama dan Putu Uye Arya Berbudi, melihat mestinya Tribun Bali sudah berproduksi selambat-lambatnya bulan Juli 2010.
Faktanya, koran itu baru terbit perdana 3 April 2014 sehingga hal itu dinilai melanggar Pasal 61 ayat (2) huruf a UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek karena terlambat empat tahun menerbitkan produknya.
“Mestinya, sesuai ketentuan Pasal 61 ayat (2) UU Merk itu, jika selama tiga tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran tidak dipergunakan maka ya harus ada penghapusan mereknya,” tandas Handri.
Mereka menilai, apa yang dilakukan Tribun Bali bisa dikategorikan menelantarkan bahkan dengan maksud mengunci merek tertentu. Hal ini dirasakan merugikan pihak Hendrawan dari sisi ekonomi karena lebih dahulu menerbitkan koran dengan nama Bali Tribune dan langkah antisipasi terjadinya kriminalisasi terhadapnya.
Kasus penggunaan merek koran hampir sama dengan yang terjadi di Batam Kepulauan Riau di mana ada dua koran mengggunakan Batam Tribune dan Tribun Batam. Bahkan, keduanya sama-sama memiliki sertifikat dan akhirnya tetap terbit.
Gede Erlangga menambahkan, gugatan yang dilayangkan di mana saat ini tengah disidangkan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tak lain hanya adanya penghargaan terhadap merek dan jangan sampai ada penelantaran.
“Kami tidak ada gugatan material apa, yang kami inginkan karena ada pelanggaran ketentuan UU Merek, ya putusannya penghapusan merek dan Dirjen HAKI harus melaksanakan putusan itu,” tandasnya.
Pihaknya yakin, jika gugatan perdata itu dikabulkan oleh majelis hakim dengan bukti-bukti yang disodorkan. Apalagi, dalam fakta persidangan terungkap, jwaban tergugat pihak Kompas Gramedia Group dalam hal ini PT Indopersda Primamedia mengakui kesalahannya.
DIsebutkan, mereka mengakui memang baru menerbitkan koran Tribun Bali pada 3 April 2014. Mereka mengakui terlambat menerbitkan koran Tribun Bali dan sesuai asas dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, pengakuan di depan sidang adalah alat bukt yang sempurna dan tidak terbantahkan.
Selain itu, pada sidang 8 Juli lalu, Tim Kausa Hukum Hendrawan bisa membuktikan bahwa pihak Kompas Gramedia Grup terlambat empat tahun menerbitkan koran Tribun Bali.
“Karenanya, tidak ada keraguan lagi bahwa merek Tribun Bali harus dihapus dari daftar umum merek karena melanggar ketentuan dalam undang-undang merek,” tandas Erlangga.
Hingga kini, belum diperoleh konfirmasi dari pihak Tribun Bali yang kasusnya ditangani Kuasa Hukum Hinca Panjaitan. (rma)