Yogyakarta -Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, memberikan apresiasi tinggi atas kontribusi STIA “AAN”. Ia menyambut baik kolaborasi program “One Village One City University” dalam mendukung program Gandeng-Gendong”.
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) “AAN” Yogyakarta baru saja merayakan Dies Natalisnya yang ke-46 dengan megah, mengusung tema “Celebrate, Collaborate, Innovate”.
Perayaan ini bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah penegasan komitmen untuk bersinergi antara kampus, masyarakat, dan pemerintah demi masa depan bangsa.
Puncak acara yang digelar pada Rabu, 14 Juni 2025 ini turut dihadiri oleh Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, yang secara khusus menyoroti peran strategis STIA “AAN” dalam menyukseskan program andalan Pemkot Yogyakarta,
“Gandeng-Gendong”. Lantas, apa sebenarnya esensi program ini?
“Gandeng-Gendong”: Strategi Inovatif Pengentasan Kemiskinan Berbasis Kolaborasi
Ketua STIA “AAN”, Happy Susanto, menegaskan bahwa usia 46 tahun menandai fase kedewasaan institusi ini. Momentum Dies Natalis menjadi panggung penting bagi pidato ilmiah dosen mereka yang mengupas tuntas tentang “kolaboratif governance” dan implementasinya dalam program “Gandeng-Gendong” yang digagas Pemkot Yogyakarta untuk pengentasan kemiskinan.
“Pidato ilmiah ini adalah hasil penelitian dosen kami tentang tata kelola kolaboratif dan praktiknya dalam program ‘Gandeng-Gendong’ gagasan Pemkot Yogyakarta, khususnya dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan,” jelas Happy kepada awak media.
“Harapannya, STIA ‘AAN’ ke depan bisa lebih maju dan mencetak calon-calon pemimpin bangsa yang 20 tahun mendatang akan menjadi bagian dari Indonesia Emas 2045.”
Happy juga menekankan bahwa kolaborasi dan inovasi adalah fondasi utama dalam melahirkan lulusan unggul, sejalan dengan tagline kampus: “Mencetak Calon Pemimpin Bangsa”.
Para alumni diharapkan menjadi pemimpin di berbagai institusi, baik pemerintahan, swasta, maupun masyarakat umum
Ketua Yayasan Notokusumo, Samudro Tjondronegoro, membeberkan peran nyata STIA “AAN” dalam program “Gandeng-Gendong”.
Menurutnya, ini bukan sekadar jargon, melainkan strategi konkret untuk membangun kemandirian mahasiswa.
“Menggendong berarti melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, baik pemerintah maupun tokoh masyarakat. Sementara itu, menggandeng berarti membangun komunikasi dengan sektor formal dan informal untuk menghidupkan usaha ekonomi masyarakat,” papar Samudro.
“Mahasiswa kami belajar bahwa solusi sosial tidak bisa dicapai sendirian, tetapi harus melalui kerja sama lintas sektor.”
Manfaat program ini bagi mahasiswa sangat besar, imbuhnya. Mereka akan memahami bahwa kemandirian masyarakat membutuhkan dukungan kekuatan dari pemerintah dan masyarakat itu sendiri.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, memberikan apresiasi tinggi atas kontribusi STIA “AAN”. Ia menyambut baik kolaborasi dalam program “One Village One City University”, di mana kampus akan mendampingi kampung-kampung di Kota Yogyakarta.
“Konsep ‘Gandeng-Gendong’ ini sangat luar biasa, karena prinsipnya yang mampu membantu yang kurang mampu. Ini adalah bagian integral dari upaya pengentasan kemiskinan,” ujar Hasto.
Ia menjelaskan bahwa salah satu implementasi “Gandeng-Gendong” adalah menggalakkan “Food Bank”, sebuah inisiatif di mana kelebihan makanan dari masyarakat mampu disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
“Jika asupan kalori dan protein kurang, itu dikategorikan miskin. Oleh karena itu, kami juga membuat program ‘Gandeng-Gendong’ ini dengan ‘Food Bank’. Kami akan bersinergi dengan kampus ini untuk menggalakkan ‘Food Bank’,” terang Hasto.
Selain mengatasi masalah gizi, “Food Bank” juga diharapkan dapat mengurangi limbah makanan yang menjadi perhatian serius di tengah keterbatasan lahan dan padatnya populasi Yogyakarta.
Secara makro, program ini berpotensi meningkatkan pendapatan daerah per kapita, mengurangi pengangguran, dan menciptakan lapangan kerja.
Lebih lanjut, Hasto juga mengajak perguruan tinggi untuk aktif dalam program ekonomi kreatif berbasis kampung, seperti batik “Segoro Amarta Reborn”. Kampus dapat mendampingi pembentukan koperasi, memberikan pelatihan usaha, hingga menyelenggarakan program magang tematik bagi mahasiswa.
Kampus bisa mendampingi kampung untuk produksi batik cap agar lebih terjangkau. PNS pun kami arahkan untuk membeli produk lokal ini.
Mahasiswa dapat magang tematik seperti model ‘clerkship’, mendampingi UMKM dan program pemberdayaan lainnya,” pungkas Hasto. ***