Jakarta – Langkah tegas Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali dalam menertibkan berbagai pelanggaran pembangunan di kawasan Warisan Budaya Dunia, Jatiluwih, Penebel, Kabupaten Tabanan, menuai apresiasi sebagai tindakan kritis dan mendesak untuk mencegah kerusakan yang lebih parah.
Pengamat Kebijakan Publik, Umar Alkhatab, menilai penertiban ini bukan hanya solusi praktis untuk memulihkan kawasan yang terancam, tetapi juga sebuah pesan moral yang kuat.
“Siapapun yang ingin berkontribusi bagi Jatiluwih harus memiliki itikad baik untuk menjaga warisan dunia ini dengan mematuhi aturan yang berlaku,” tegas Umar dalam perbincangan Minggu 14 Desember 2025.
Umar Alkhatab menyoroti status global Jatiluwih. Menurutnya, kawasan tersebut telah menjadi milik dunia, dan oleh karena itu, setiap perubahan harus mengacu pada kepentingan global.
“Kawasan Jatiluwih memiliki Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value – OUV). Itu adalah milik seluruh umat manusia, bukan hanya milik satu negara. Ini menuntut perlindungan bersama,” jelas Umar.
Pandangan ini sejalan dengan Konvensi Warisan Dunia 1972, yang mendorong integrasi alam dan budaya, serta pembangunan berkelanjutan.
Tujuan utamanya adalah menjaga keseimbangan antara pelestarian dan pemanfaatan demi generasi kini dan mendatang.
Seruan untuk Melangkah Lebih Jauh
Meskipun memuji langkah Pansus TRAP, Umar Alkhatab berharap tindakan ini tidak berhenti di Jatiluwih saja.
“Langkah Pansus TRAP jangan hanya berhenti di Jatiluwih, tetapi harus meluas ke tempat-tempat lain yang juga menjadi ikon pariwisata dunia,” pintanya.
Menurut Umar, penertiban yang menyeluruh adalah kunci untuk memastikan, perubahan yang dihadapi Bali dapat dipandu ke arah yang benar, menjaga citra Bali sebagai destinasi budaya dan alam kelas dunia yang berkelanjutan. ***

