Hilmar Farid: Siapkan Pasar yang Aman Bagi Desa Wisata dan Pelestarian Budaya

12 Desember 2020, 06:53 WIB

kegiatan digelar Fakultas Pariwisata Universitas Udayana yang bekerja
sama dengan Goodwood Publishing, bertajuk The 2nd International
Conference on Tourism and Entrepreneurship pada 11 Desember 2020 secara
online/ist.

Denpasar – Dirjen Kebudayaan RI, Dr. Hilmar Farid menegaskan
pengembangan desa wisata harus diperhatikan bukan sekedar memasukkan semua
tarian ke aplikasi tetapi harus mulai disiapkan ‘pasar’ yang aman untuk desa
wisata dan pelestarian budaya.

Hilmar menyampaikan itu dalam kegiatan digelar Fakultas Pariwisata Universitas
Udayana yang bekerja sama dengan Goodwood Publishing, bertajuk The 2nd
International Conference on Tourism and Entrepreneurship pada 11 Desember 2020
secara online.

Event ini merupakan kegiatan ilmiah untuk menyajikan hasil-hasil penelitian
dalam bidang pariwisata dan kewirausahaan. ICTE 2020 mengangkat tema
“Addressing New Challenges of Sustainable Tourism Business in The Society
5.0”.

Hadir sebagai keynote speaker Dirjen Kebudayaan RI, Dr. Hilmar Farid dan
Asisten IV Gubernur Bali.

Selain itu beberapa pengamat dan peneliti pariwisata hadir menyampaikan
gagasannya dalam sesi planery session antara lain: Prof Darma Putra, M.Lit,
Prof Michael Hitchock (University of London), Dr. Viachaslao (Slava) Filimonau
(Bournemouth University, Selandia Baru), dan Dr Nyoman Sunarta (Dekan Fakultas
Pariwisata Unud).

Kegiatan ini menjadi arena bergengsi untuk mempresentasikan hasil riset
terbaik dalam bidang kewirausahaan dan pariwisata oleh para peneliti,
pendidik, mahasiswa, dan praksi dari seluruh Asia bahkan dunia.

Tujuan utama konferensi ini adalah untuk menyediakan sebuah wadah bagi para
peserta untuk mempresentasikan hasil penelitian mereka dan untuk pertukaran
informasi dan pengetahuan antara akademisi dan praktisi.

Konferensi tersebut juga akan memberikan ruang pertemuan antara peneliti dan
praktisi pariwisata yang peduli dengan pengelolaan pariwisatan dan
kewirausahaan .

Hilmar dalam paparannya menekankan bahwa Covid 19 juga memberikan kesempatan
untuk berkontemplasi dan melihat ulang tatanan pariwisata, khususnya
pariwisata Bali.

Teknologi digital adalah sesuatu hal yang sangat esensi dalam pengembangan
pariwisata pasca Covid 19, namun hanya sebatas alat.

Kunci utamanya tetap pada bagaimana menjaga kualitas lingkungan dan
pelestarian budaya. Bagaimana menyajikan tradisi secara otentik, seraya tidak
berupaya untuk menyesuaikan atau mengubah sesuai keinginan luar.

Pengembangan desa wisata juga harus diperhatikan, bukan sekedar memasukkan
semua tarian ke aplikasi. “Kita harus siapkan ‘pasar’ yang aman untuk desa
wisata dan pelestarian budaya”, jelasnya.

Hilman Farid juga menegaskan agar pemikiran yang terhimpun dari konferensi
tidak berhenti hanya sebatas ide, namun bisa menjadi program aksi yang nyata.

Sementara Prof Darma Putra memaparkan perihal pentingnya peran perempuan dalam
pengembangan pariwisata Bali.

Besarnya peran perempuan tersebut menunjukkan bahwa sejak awal perkembangan
pariwisata Bali telah memberikan kesempatan kepada perempuan dalam
mengaktualisasikan pemikiran dan gagasannya dalam kehidupan nyata.

Dekan Pariwisata, Dr. Nyoman Sunarta, M.Si. menekankan pentingnya
mengantisipasi dampak pengembangan pariwisata terhadap keberlangsungan Subak
dengan memberikan ruang lebih luas kepada peran petani beserta kebudayaan
agraris yang melingkupinya.

Sedangkan Dr. Viachaslao (Slava) Filimonau mengulas perihal “Opportunities and
Challenges of food waste management in hospitality and food services (HaPS)”.
(rhm)

Berita Lainnya

Terkini