Hutan Bambu Jadi Penopang Masyarakat Desa Wisata Penglipuran

Desa Wisata Penglipuran di Kelurahan Kubu ecamatan Bangli, selain memiliki panorama indah dan udara sejuk, juga dikenal memiliki tanaman hutan bambu yang dipelihara sejak lama oleh masyarakat setempat.

18 November 2016, 09:07 WIB

Bangli– Tanaman bambu memiliki arti penting bagi masyarakat Penglipuran Kabupaten Bangli karena selain untuk memenuhi berbagai kebutuhan di desa juga sangat menopang pariwisata yang menjadi sektor andalan di desa wisata itu.

Desa Wisata Penglipuran di Kelurahan Kubu ecamatan Bangli, selain memiliki panorama indah dan udara sejuk, juga dikenal memiliki tanaman hutan bambu yang dipelihara sejak lama oleh masyarakat setempat.

“Ya, kami tidak bisa lepas dari pohon bambu, masyarakat banyak menggunakan bambu untuk kegiatan sehari-hari,” kata Ketua Adat Penglipuran Jro Bendesa Wayan Supat saat menerima peserta Media Workshop yang digelar Center for International Forestry Researh (Cifor) belum lama ini.

Dengan luas wilayah 112 hektar, sekira 90 hektar dipakai sebagai tempat tinggal penduduk dan sisanya dimanfaatkan sebagai hutan bambu. Tanaman bambu merupakan tanaman yang diwarisakan leluhur secara turun menurun sampai saat ini terpelihara dengan baik.

“Kami memegang falsafah hidup harmoni dengan Tuhan, antar manusia dan lingkungan atau alam sekitar,” tuturnya. Salah satu nilai yang dipegang masyarakat, bagaimana menjaga batas antar wilayah mereka dengan desa lainnya, ada daerah resapan air.

Karena itulah, masyarakat Penglipuran menjaga hutan bambu, sebagai upaya mempertahankan menjamin terpeliharanya daerah resapan. Karena dari sisi ekologi, tanaman bambu bisa menjaga resapan, di sisi lain secara ekonomi budaya memberikan manfaat bagi masyarakat.

Aktivitas penebangan bambu tidak boleh sembarangan melainkan sepengetahuan adat setempat. Demikian juga, ada sanksi bagi mereka yang tidak merawat bambu itu dengan baik. Dikatakan, setiap ada perubahan lahan di wilayah itu seperti untuk pemukiman atau perkebunan, harus sepersetujuan pihak desa adat.

“Meskipun tanah dikuasai dimanfaatkan oleh warga namun ikatan dengan desa adat cukup kuat. semua tanah adat itu diserahkan warga untuk kesejahteraan namun tetapi ada kewajiban-kewajiban yang mesti dipenuhi warga,” imbuh Supat. Jika, warga tidak mau melaksanakan tugas dan kewajibannya itu, secara otomatis hak-haknya sudah gugur.

desa%2Bwisata%2Bpenglipuran

Desa adat juga melarang warga menjual lahan atau tanah mereka ke orang atau pihak luar selain warga setempat. Dengan langkah seperti itu, kata dia, maka memelihara dan memanfaatkan lahan yang ada itu berhubungan untuk melindungi dan melestarikan desa adat Penglipuran.

Apalagi, konsep pelestarian sebagai desa adat yang selalu menekankan pada upaya melindungi nilai-nilai budaya dan adat. Pendek kata, gemerlap wisata  harus bisa memberikan manfaat bagi masyarakat Penglipuran. Bukan sebaliknya, Desa Penglipuran untuk pariwisata.

Sampai saat ini, hutan bambu masih terawat dengan baik yang menjadi salah satu suguhan istimewa dengan kesejukan dan kesegaran bagi wisatawan yang tengah menikmati obyek wisata andalan di Kabupaten Bangli itu. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini