Denpasar – Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Orwil Bali menggelar sarasehan dan peragaan busana untuk melestarikan tenun tradisional Bali.
Acara yang bertajuk “Menjaga Warisan Budaya dalam Ragam Busana Muslim” ini diselenggarakan di Gedung Ksirarnawa, Art Center Denpasar, pada Minggu (14/9/2025).
Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara ICMI Bali dengan Ikatan Keluarga Minang Saiyo (IKMS) Bali, Yayasan Saroha Bali, serta didukung oleh Dekranasda Bali.
Tujuannya untuk menunjukkan bahwa tenun Bali tidak hanya indah, tetapi juga bisa beradaptasi dengan berbagai gaya busana, termasuk busana muslim.
Tenun sebagai Warisan Berharga
Gubernur Bali, Wayan Koster, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh I Gusti Ngurah Wiryanata, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, menekankan pentingnya pelestarian tenun.
Menurutnya, tenun Bali lebih dari sekadar kain, melainkan menyimpan filosofi, doa, dan kearifan lokal.
“Setiap helai benang menghadirkan keindahan sekaligus makna spiritual. Karena itu, menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga, melestarikan, sekaligus mengembangkan warisan berharga ini agar tidak punah digerus zaman,” ujar Koster.
Ia juga mengapresiasi inovasi yang memadukan tenun Bali dengan busana muslim, karena hal ini membuka peluang ekonomi bagi para perajin dan menjembatani tradisi dengan modernitas.
Peran ICMI dalam Pelestarian Budaya
Ketua ICMI Bali, Farida Hanum Ritonga, menjelaskan acara ini adalah wujud nyata komitmen ICMI dalam menjaga budaya Nusantara.
“Melalui sarasehan ini, kita ingin menegaskan bahwa cendekiawan muslim di Bali tidak hanya berkontribusi dalam pemikiran, tapi juga dalam menjaga warisan budaya Nusantara,” kata Farida.
Sementara itu, Ketua Panitia, Mohammad Thoha, menyebut bahwa peragaan busana menjadi bagian penting untuk menarik generasi muda. ”
“Kami menampilkan karya-karya tenun tradisional Bali dalam balutan busana modern, sehingga generasi muda bisa melihat bahwa tenun tetap relevan di era sekarang,” jelasnya.
Tenun sebagai Jembatan Budaya dan Ekonomi
Sarasehan ini menghadirkan tiga narasumber ahli: Dr. Tjok Istri Ratna CS (akademisi wastra), I Made Marlowe Makaradhwaja Bandem (praktisi budaya), dan Dr. Moh Fawaid (akademisi muslim).
Dalam diskusinya, Dr. Ratna CS menjelaskan bahwa tenun diakui sebagai warisan budaya dunia karena proses pembuatannya yang unik.
Ia juga melihat tenun sebagai jembatan budaya dan kekuatan bangsa di kancah global.
Marlowe Bandem menambahkan, akulturasi budaya di Bali, seperti antara Hindu dan Islam, menjadi potensi besar untuk inovasi dalam tenun.
Senada dengan itu, Dr. Mohammad Fawaid menegaskan bahwa keindahan dalam Islam bersifat beragam, dan keragaman budaya di Bali bisa menjadi inspirasi tak terbatas.
Acara yang dihadiri sekitar 400 audiens ini ditutup dengan peragaan busana yang memamerkan adaptasi tenun Bali dalam gaya modern.
Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan lomba busana muslimah yang diikuti 20 peserta dari tiga kategori: formal, kasual, dan pesta. ***