IFish: Dari Restocking hingga Pemberdayaan Perempuan, Inovasi untuk Perikanan Darat Berkelanjutan

IFish memperkenalkan model pengelolaan berbasis komunitas di lima wilayah demonstrasi, menargetkan spesies bernilai tinggi seperti sidat, arwana, dan belida.

2 Maret 2025, 17:52 WIB

Jakarta Perikanan darat Indonesia, dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa, adalah tumpuan hidup jutaan masyarakat. Namun, ancaman serius seperti eksploitasi berlebihan dan perubahan iklim mengintai.

Sebagai respon, proyek IFish, kolaborasi FAO, KKP, dan GEF, telah berhasil mengembangkan 15 kebijakan penting. Kebijakan ini melindungi lebih dari 11.800 km² ekosistem air tawar, fondasi penting bagi perikanan darat di Jawa, Kalimantan, dan Sumatra.

IFish memperkenalkan model pengelolaan berbasis komunitas di lima wilayah demonstrasi, menargetkan spesies bernilai tinggi seperti sidat, arwana, dan belida. Pendekatan ilmiah, kearifan lokal, dan kolaborasi multi-sektor menjadi landasan utama proyek ini.

Sistem pemantauan berbasis masyarakat dikembangkan untuk meningkatkan akurasi data perikanan, sementara forum multi-sektor dibentuk untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.

Kekuatan proyek ini terletak pada pendekatan berbasis komunitas. Lebih dari 10.500 masyarakat lokal telah dibekali keterampilan penting dalam akuakultur berkelanjutan, pemantauan keanekaragaman hayati, dan pengolahan pasca-panen.

Penetapan standar nasional kompetensi EAFM perairan darat, budi daya arwana, serta pengelolaan dan pemanfaatan sidat menjadi bukti nyata keberhasilan ini.

Salah satu pencapaian gemilang adalah pengakuan sistem pengelolaan perikanan adat Lubuk Larangan di Kabupaten Kampar, Riau, yang menerapkan zona larangan tangkap untuk melindungi populasi ikan.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM KP), I Nyoman Radiarta, menegaskan pentingnya pendekatan kolaboratif dalam pengelolaan perikanan darat.

Perikanan darat Indonesia merupakan sumber daya yang harus dikelola secara bijaksana,” ungkap Radiarta dalam keterangan tertulis 2 Maret 2025.

Proyek IFish telah membuktikan bahwa keterlibatan aktif masyarakat dan pendekatan berbasis sains dapat menghasilkan pengelolaan yang lebih berkelanjutan.

“Ke depannya, kami akan terus memperkuat sinergi lintas sektor guna memperluas manfaat proyek ini ke wilayah-wilayah lain,” imbuhnya.

IFish mengambil langkah nyata dalam menjaga ekosistem air tawar dengan melepasliarkan 2,5 persen hasil budi daya sidat ke perairan umum. Pada tahun 2024, 20 kilogram sidat dilepasliarkan di Bendung Cijalu, Cilacap, untuk menjaga keseimbangan populasi.

Selain itu, IFish mengembangkan jalur ikan berkelanjutan pertama di Indonesia di Jawa Barat, melindungi spesies migrasi seperti belut. Inisiatif ini telah diadopsi dalam proyek infrastruktur sungai provinsi, standar irigasi nasional, dan mendorong swasta untuk membangun jalur ikan di PLTM Kertamukti, Sukabumi.

Proyek ini tidak hanya berfokus pada ekosistem, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat. Inisiatif nol limbah diterapkan, dengan kelompok perempuan mengolah belut menjadi produk bernilai tambah untuk program gizi lokal, mengatasi stunting di Jawa Barat.

Rajendra Aryal, Kepala Perwakilan FAO, menekankan bahwa model IFish dapat menjadi inspirasi global, membuktikan bahwa konservasi dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan seiring.

Dengan berakhirnya IFish, FAO dan KKP berharap praktik ini dapat direplikasi di seluruh Indonesia, dan acara diseminasi di Jakarta menjadi katalis untuk upaya konservasi yang lebih luas. ***

Berita Lainnya

Terkini