Jakarta – Melalui Indonesia Fintech Summit & Expo 2024 (IFSE 2024) diharapkan masyarakat mampu menggunakan platform keuangan digital yang aman dan menjauhi risiko investasi bodong serta pinjaman online ilegal.
Gelaran IFSE 2024 resmi dibuka, menandai dimulainya rangkaian acara Bulan Fintech Nasional (BFN) 2024 berlangsung mulai 11 November hingga 12 Desemnber 2024.
Acara diselenggarakan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bertujuan memperkuat inklusi dan literasi keuangan digital di Indonesia, di mana literasi keuangan digital saat ini mencapai 65,43% (Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK).
Saat Pembukaan 6th IFSE, Ketua Umum AFTECH, Pandu Sjahrir, menyampaikan “IFSE 2024 adalah momentum bagi ekosistem keuangan digital Indonesia untuk memperkuat literasi dan inklusi keuangan.
“Dengan meningkatnya pemahaman dan penggunaan platform digital yang aman, kita dapat
memastikan masyarakat Indonesia siap menghadapi tantangan ekonomi digital yang terus
berkembang,” ujarnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Mahendra Siregar, menjelaskan pengembangan berbasis inovasi, berbasis keuangan digital dan berbasis teknologi adalah masa depan dari pengembangan sektor keuangan Indonesia yang sangat diuntungkan karena berada dalam satu pengaturan dan pengawasan oleh OJK.
“Kita berada dalam satu perangkat, dalam satu organisasi, regulator, pemangku kebijakan, dan mengatur maupun melakukan pengawasan yang selalu berbasis kepada keutamaan
pengelolaan risiko (risk management), tata kelola yang baik (good governance), dan kepatuhan (compliance).
Itu adalah basis dari pengaturan penyusunan kebijakan dan pengawasan yang memang menjawab dan bisa melihat secara lengkap, demi kepentingan masyarakat. Ini yang menjadikan pengembangan fintech di Indonesia ke depan berbeda dengan yang lain,” kata Mahendra Siregar.
Dalam sesi keynote pada hari pertama (12/11), Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menyampaikan pentingnya literasi keuangan digital dalam mendorong akses ke layanan keuangan yang lebih luas bagi masyarakat.
Friderica melalui pidatonya yang bertajuk “From Knowledge to Access: How Digital Financial Literacy Fuels Financial Inclusion in Indonesia” menggarisbawahi peran literasi keuangan sebagai fondasi inklusi keuangan di Indonesia.
Ia menegaskan meski teknologi finansial memberikan kemudahan bagi konsumen, terdapat sisi lain yakni ketergantungan yang berpotensi menyebabkan siklus utang. Hal ini perlu diatasi dengan literasi keuangan yang tepat.
“Saya ingin mengajak semua pihak untuk terus berkomitmen dalam memberikan edukasi dan literasi keuangan kepada masyarakat, serta memastikan inklusi keuangan yang bertanggungjawab,” tandasnya.
Ada hal penting terkait perlindungan konsumen yang ingin saya sampaikan, yakni perlindungan dari penipuan dan scam.
“Kita perlu terus mengedukasi konsumen mengenai bahaya penipuan, serta perlindungan konsumen terkait produk-produk keuangan yang bertanggung jawab,” jelasnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto, OJK, Hasan Fawzi menyebut pihaknya mengarahkan ekosistem keseluruhan keuangan digital di Indonesia tidak hanya bertumbuh cepat, tetapi juga menuju ke arah yang bisa memberikan manfaat.
Pentingnya mengedepankan perlindungan konsumen, salah satunya dengan meningkatkan pengawasan market conduct.
“Bermanfaat tidak hanya bagi para pelaku bisnis dan kegiatan di industrinya saja, tapi juga berdampak kepada peningkatan dan manfaat kegiatan di sistem keuangan dan tentu mendukung pertumbuhan perekonomian nasional,” Hasan menambahkan.
Highlight dan Panel Diskusi pada IFSE 2024
Salah satu sorotan utama pada hari pertama IFSE 2024 adalah peluncuran Whitepaper berjudul
“Revolutionizing Financial Planning: Digital Financial Planner Business Models Unleashed”,
disusun oleh AFTECH bersama iDNA Solutions dan didukung oleh The Bill & Melinda Gates
Foundation (BMGF).
Whitepaper ini mengidentifikasi peluang besar di sektor perencanaan keuangan digital (Digital Financial Planning Business/DFPB) Indonesia dengan proyeksi potensi
pasar lebih dari US$450 miliar.
Sesi panel bertajuk “Navigating Financial Journey through Strategic Digital Financial Planning” juga menjadi sorotan.
Aldi Haryopratomo, Wakil Ketua Umum II AFTECH mengatakan, “Digital Financial Planner memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi keuangan dan dapat membantu pendalaman pasar keuangan Indonesia.
Saat ini, telah ada beberapa layanan fintech Digital Financial Planner yang bekerja sama dengan layanan fintech lain, seperti investasi dan juga asuransi”.
Managing Partner IDNA Solutions Dina Dellyana, menjelaskan bahwa kehadiran perencana keuangan dapat sangat membantu konsumen untuk mengetahui dan memilih produk fintech yang ada. Namun, perlu dukungan banyak pihak untuk memastikan pemahaman kepada masyarakat diberikan secara sesuai.
“Dengan financial planner, penggunaan produk fintech bisa dipastikan lebih efisien, personalized, bisa meningkatkan penetrasi, yang kemudian mengarah pada productivity,” ujarnya.
Aidil Akbar, Chairman dari International Association for Registered Financial Consultants(IARFC) Indonesia, menambahkan perlunya kolaborasi antara regulator, digital financial planner (perencana keuangan), pemerintah, hingga asosiasi untuk memastikan tersebarnya digital literasi yang tepat.
Menurutnya, perencana keuangan menjadi garda terdepan bersama-sama dengan AFTECH dan perusahaan fintech untuk memberikan literasi dan edukasi keuangan kepada masyarakat umum, agar tidak mudah terjerat investasi bodong dan pinjol ilegal.
“Yang penting adalah tujuannya satu, mencerdaskan pikiran bangsa ini, mencerdaskan masyarakat. Ketika mereka melakukan sesuatu, lalu membeli sesuatu untuk investasi, mereka membeli berdasarkan informasi yang jelas. Mereka tahu apa yang boleh dan tidak boleh, mereka tahu impact-nya. Itulah mengapa edukasi sangat penting,” papar Aidil Akbar.
Chief Operating Officer Bareksa, Ni Putu Kurniasari, mengungkapkan pihaknya berupaya menjadi penyeimbang dan membantu konsumen untuk memilih produk finansial.
“Kami berfungsi sebagai tempat check and balance terhadap apa yang dikatakan Apa yang kami lakukan di Bareksa sendiri adalah menjaga transparansi terhadap data. Kami melihat produk ini bagus, dan hal tersebut kami sampaikan dalam isi laporan kami,” katanya
Bareksa juga menyampaikan edukasi mengenai berbagai hal terkait produk tersebut.
Panel diskusi “The Role of Fintech in Advancing Financial Health” yang dihadiri oleh para eksekutif dan pakar industri turut membahas kontribusi fintech dalam mendukung kesehatan finansial masyarakat Indonesia.
Tiga panel diskusi lainnya juga akan digelar untuk memperkuat keamanan dan inklusi keuangan digital di Indonesia. Panel Advanced Fraud Detection for P2P Lending Platforms, membahas teknologi deteksi penipuan pada platform P2P lending serta peran RegTech dan SupTech dalam melindungi konsumen.
Panel Embed to Expand – The Future of Bank and Fintech, yang salah satunya menghadirkan pembicara dari South Korea Financial Supervisory Service (Korea FSS), Hwang Jung-Hoon selaku Team Head of the Digital Innovation Department mengeksplorasi potensi embedded finance dalam inovasi kemitraan bank dan fintech, mencakup model bisnis dan tantangan regulasi.
Pada panel Strengthening Cybersecurity in Financial Services mengkaji kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta untuk meningkatkan keamanan siber di layanan keuangan dengan dukungan teknologi AI dan otomatisasi.
Selain panel diskusi tersebut, OJK juga mengadakan side event berbentuk policy dialogue yang menjadi ajang diskusi mendalam antara OJK, regulator, serta organisasi internasional. Pada hari pertama ini, OJK bersama representatif dari Monetary Authority of Singapore, Alvinder Singh selaku Head of Innovation Acceleration Office.
Hari kedua, dilanjutkan policy dialogue bersama representatif dari Securities and Futures Commission of Hong Kong (HK SFC), Elizabeth Wong dan Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD), Iota-Kaosar Nassr.
Pada rangkaian kegiatan ini, para regulator dan representatif organisasi internasional saling berbagi isu dan pengalaman serta akan terus saling mendukung dan bekerja sama terkait pengembangan teknologi di sektor keuangan. ***