Kolaborasi yang diberi nama Cekfakta.com ini terus berjalan dengan melibatkan 24 media massa di Indonesia. “Kelebihan kolaborasi periksa fakta Indonesia ini sangat kuat, mungkin paling kuat di Asia Tenggara,” kata Septiaji.
Tantangannya memastikan kerja-kerja dan hasil pemeriksaan fakta bisa terdistribusi viral seperti halnya informasi bohong. Mafindo menilai kolaborasi paling sederhana dengan berbagai pihak adalah menyebarkan hasil cek fakta seluas-luasnya. Catatan Mafindo semasa pandemi, peredaran konten verifikasi yang beredar hanya mencapai 10 persen dari konten mis/disinformasi (hoaks).
Wahyu Diatmika dari AMSI memberikan catatan kritis terkait kolaborasi yang sudah berjalan selama ini.
Hoaks Penghitungan Suara di Luar Negeri Catut Situs Liputan6.com
“Belum (menyentuh) akar persoalannya,” kata Wahyu Diatmika merujuk pada kerja-kerja pemeriksaan fakta.
Perlu ada upaya memastikan kerja-kerja periksa fakta itu harus berdampak pada penciptaan ekosistem informasi yang lebih sehat. Kondisi pandemi, memaksa berbagai elemen pemeriksa fakta berkomunikasi dan berjejaring dengan beragam komunitas baru seperti dari bidang kesehatan guna menyaingi peredaran informasi bohong seputar Covid-19.
“Pengalaman ini harusnya bisa kita coba replikasi buat konteks lebih luas di luar isu kesehatan,” tuturnya.
AMSI Bali Gelar Cek Fakta Debat Kandidat Pilwalkot Denpasar 2020
Pihaknya mengajak seluruh komponen untuk membuat strategi bersama guna menyasar akar masalah penyebaran hoaks. Bukti tidak sehatnya ekosistem informasi itu, antara lain, kriminalisasi pemeriksa fakta, mempertanyakan kredibilitas pemeriksa fakta, doxing, perisakan daring, hingga terpolarisasinya kelompok masyarakat.
Perwakilan media yang memiliki kanal periksa fakta, Elin dan Wanda menyatakan, kolaborasi penting dalam konteks melindungi publik sebagai kelompok yang paling rentan dalam penyebaran informasi bohong.
“Kami mengajak masyarakat agar berpartisipasi aktif melawan hoaks. Kami gelar kelas virtual untuk berbagi ilmu serta mengajak pakar memberikan penjelasan kepada 15 grup Whatsapp dengan kurang lebih dua ribu anggota yang kami kelola,” kata Elin.
Bali Peringkat Dua Nasional Keterbukaan Informasi Publik Desa Tahun 2021
Ia membagi pengalamannya bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan terkait maraknya informasi bohong berbasis politik yang beririsan dengan isu agama. “Kami juga buat pelatihan verifikasi fakta dasar bagi masyarakat,” kata Wanda menambahkan.
Saat membuka sesi kedua webinar bertema “Mengukur Dampak Cek Fakta: Sejauh Mana Media Berhasil Menangkal Hoaks”, Sasmito Madrim (Ketua AJI) mengatakan tugas jurnalis secara alamiah adalah melakukan verifikasi dan menjernihkan banjir informasi yang menyebar di jagat digital.
“Kolaborasi antar jurnalis, perusahaan media, dan masyarakat sipil sudah sangat baik dalam memerangi hoaks yang menyebar. Namun, yang tidak kalah penting adalah memastikan hasil pemeriksaan fakta yang dilakukan media tersebut sampai ke publik supaya dapat mengambil keputusan dengan tepat,” kata Sasmito Madrim menegaskan.
AMSI dan Google Siapkan Pelatihan Bisnis Digital Siber Skala Kecil Menengah
Sesi kedua hadir narasumber Citra Dyah Prastuti (Badan Pengawas dan Pertimbangan AMSI), Novi Kurnia (Koordinator Jaringan Pegiat Literasi Digital/ Japelidi), Widjajanto (Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES), Ismail Fahmi (Direktur Media Kernels Indonesia/ Drone Emprit) dan moderator Santi Indrastuti (Presidium Mafindo).
Ismail Fahmi mengatakan misinformasi/ disinformasi mudah tersebar karena ada ketidakpercayaan pada sistem dan pemerintah. Pembuat hoaks menyesuaikan narasi-narasi dengan konteks lokal. “Hoaks memanfaatkan kondisi tersebut, dan mengambil keuntungan ekonomi dari adsense yang cukup besar,” ujarnya.
Ia menyampaikan dalam percakapan terkait hoaks, posisi media masih jauh kalah populer dari influencer. Saat Pilpres 2019 gerakan cek fakta masuk di tengah-tengah antara kedua kubu.
Posisi cek fakta sangat penting, banyak publik figur yang membutuhkan bantuan untuk pengecekan fakta. “Media Cek Fakta perlu masuk di cluster-cluster masyarakat yang ada, perlu melibatkan masyarakat sebagai agen untuk membantu distribusi. Agar Cek Fakta bukan lagi di tengah kedua kubu, tapi seperti udara ada di mana-mana,” ujarnya.
Indonesia Fact-checking Summit 2021 diselenggarakan sejak 16-20 Desember 2021 dengan dukungan Google News Initiative***