![]() |
Obrolan Santai Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bali Bareng Media di Denpasar |
Denpasar – Bank Indonesia mengambil sejumlah langkah penting dan
strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid -19.
Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse
Repo Rate (BI7DRR) pada September 2020, di angka 4,00%.
“Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar
Rupiah, di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah,” ungkap Kepala
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, pada acara Obrolan
Santai BI Bareng Media, Senin, (21/9/2020).
Sebelumnya, BI juga telah empat kali menurunkan suku bunga, yaitu pada
Februari, Maret, Juni, dan Juli 2020, masing-masing sebesar 25 bps.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari dampak pandemi covid-19, Bank
Indonesia menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas,
termasuk dukungan kepada Pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN tahun
2020.
Bentuk dukungan BI dalam mempercepat realisasi APBN, antara lain melalui
pembelian SBN di pasar perdana. Hingga 15 September 2020, BI telah membeli SBN
di pasar perdana melalui mekanisme pasar sebesar Rp48,03 triliun.
“Selain itu, BI juga melakukan pembagian beban dengan pemerintah untuk
pendanaan non public goods UMKM yang telah direalisasikan sebesar
Rp44,38 triliun,” tuturnya.
Selain keputusan terkait suku bunga, Bank Indonesia juga mengambil beberapa
langkah kebijakan. Pertama, melanjutkan kebijakan stabilitas nilai tukar
Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
Kedua, memperkuat strategi operasi moneter guna meningkatkan transmisi stance
kebijakan moneter yang ditempuh.
Ketiga, memperpanjang periode ketentuan insentif pelonggaran GWM Rupiah
sebesar 50 bps bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dan ekspor impor serta
kredit non UMKM sektor-sektor prioritas yang ditetapkan dalam program
Pemulihan Ekonomi Nasional, dari semula 31 Desember 2020 menjadi sampai dengan
30 Juni 2021.
“Keempat, mendorong pengembangan instrumen pasar uang untuk mendukung
pembiayaan korporasi dan UMKM sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi
Nasional,” sambungnya.
Terakhir, melanjutkan perluasan akseptansi QRIS dalam rangka mendukung program
pemulihan ekonomi dan pengembangan UMKM melalui perpanjangan kebijakan
Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0% untuk Usaha Mikro (UMI) dari 30
September 2020 menjadi sampai dengan 31 Desember 2020.
Trisno memaparkan, perekonomian global secara bertahap mulai membaik.
Perkembangan ini terutama didorong oleh perbaikan pertumbuhan ekonomi di
Tiongkok dan Amerika Serikat (AS), sedangkan kinerja perekonomian Eropa,
Jepang, dan India belum kuat.
Perkembangan positif di Tiongkok dan AS sejalan dengan melandainya penyebaran
Covid-19 yang mendorong meningkatnya mobilitas masyarakat global ke level
ekuilibrium normal baru dan dampak stimulus moneter dan fiskal yang cukup
besar.
Sejumlah indikator dini pada Agustus 2020 mengindikasikan prospek positif
pemulihan ekonomi global, seperti meningkatnya mobilitas, berlanjutnya
ekspansi PMI manufaktur dan jasa di AS dan Tiongkok, serta naiknya beberapa
indikator konsumsi.
Perekonomian domestik secara perlahan juga membaik, meskipun masih terbatas
sejalan mobilitas masyarakat yang melandai pada Agustus 2020.
Kinerja ekspor membaik sejalan kenaikan permintaan global khususnya dari AS
dan Tiongkok untuk beberapa komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste
paper, serta CPO.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga membaik secara terbatas seiring
berlanjutnya stimulus fiskal seperti penyaluran bansos dan pemberian gaji
ke-13 kepada ASN. Beberapa indikator dini menunjukkan perbaikan seperti
penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen, dan PMI Manufaktur.
Inflasi tetap rendah sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang
memadai. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 tercatat deflasi 0,05%
(mtm) sehingga inflasi IHK sampai Agustus 2020 tercatat sebesar 0.93% (ytd).
Secara tahunan, inflasi IHK tercatat rendah sebesar 1,32% (yoy).
Pada Agustus 2020, Provinsi Bali kembali mengalami deflasi sebesar -0,16%
(mtm), sedikit lebih rendah dibandingkan deflasi bulan sebelumnya (-0,39%).
Penurunan harga terjadi pada kelompok makanan bergejolak (volatile food) dan
barang yang diatur pemerintah (administered prices), sedangkan kelompok
inflasi inti (core inflation) menunjukkan peningkatan.
Penurunan harga sebagian besar disebabkan oleh berlanjutnya penurunan harga
pada komoditas daging ayam ras, angkutan udara, sekolah dasar, bawang merah,
dan pisang. Secara tahunan, inflasi IHK di Bali tercatat rendah sebesar 0,49%
(yoy).
Mengacu Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) pada minggu II September 2020,
perkembangan harga mengalami penurunan sebesar -0,08% (mtm). Komoditas yang
menjadi penyumbang penurunan harga terdalam di Bali adalah daging ayam ras,
cabai merah dan cabai rawit.
Dengan kondisi tersebut, Provinsi Bali pada bulan September 2020 diperkirakan
mengalami inflasi pada kisaran 0,07% s.d. -0,13% (mtm), dan secara tahunan
inflasi diperkirakan 0,92% s.d. 1,12% (yoy).
“Memasuki tatanan kehidupan era baru di triwulan III, kredit perbankan di Bali
mulai menunjukkan peningkatan yang bersumber dari kredit modal kerja.
“Dari sisi lapangan usaha, peningkatan kredit bersumber dari kredit
perdagangan dan akmamin. Risiko kredit secara keseluruhan meningkat namun
masih berada di bawah threshold (5%),” imbuh Trisno. (riz)