Jakarta – Dunia belum menemukan obat spesifik yang dapat membunuh virus
SARS-Cov. Namun pemerintah memastikan, hingga kini para pakar terus meneliti
sifat dan karakteristik virus penyebab pandemi COVID-19 ini.
Untuk itu, upaya yang bisa dilakukan hanyalah mencegah tertular dan penularan
yang dilakukan melalui intervensi perubahan perilaku dan imunisasi.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf
Presiden (KSP) Brian Sri Prahastuti menyampaikan, imunisasi memberikan dampak
langsung berupa perlindungan individu yang mendapatkan vaksin, dan jika
berhasil mencakup minimal 75% dari populasi maka akan tercapai kekebalan
kelompok (Herd Immunity).
“Dengan begitu, 25% populasi yang karena alasan tertentu tidak mendapatkan
imunisasi, akan mendapatkan manfaat perlindungan juga karena virus yang
beredar di masyarakat sudah sangat sedikit,” ungkap Brian di Jakarta, Jumat
(6/11).
Secara rinci, program imunisasi dilakukan dengan dua tujuan utama, yaitu
menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan menurunkan kematian (mortalitas).
Merujuk pada tujuan tersebut, tentunya pengembangan vaksin dilakukan untuk
menemukan vaksin yang paling efektif dan aman.
Prinsip yang sama dilakukan untuk vaksin COVID-19, sehingga setelah pengujian
di ruang laboratorium, akan diikuti dengan uji klinis pada manusia. Vaksin
yang lolos Uji klinis tahap dua sebetulnya sudah dapat memberikan gambaran
awal bahwa vaksin tersebut adalah efektif dan aman.
Uji klinis tahap tiga dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih besar antara
kisaran 1.000-10.000 sehingga efek yang tidak diinginkan ataupun kejadian
ikutan pasca imunisasi sekalipun kecil kemungkinannya, mungkin bisa
terdeteksi.
“Pemahaman Indonesia memang lebih baik untuk vaksin produksi Sinovac karena
Indonesia terlibat dalam uji klinis tahap tiga, serta PT Bio Farma (Persero)
akan terlibat juga dalam proses produksinya pada tahapan tertentu.
Dan kita ketahui bahwa Bio Farma dalam produksi vaksin dan Rumah Sakit Hasan
Sadikin (RSHS) dalam uji klinis vaksin memiliki kredibilitas tinggi secara
internasional,” ujar Brian.
Dengan fakta tersebut, Brian menegaskan, masyarakat tidak perlu ragu atas
kesimpulan dan rekomendasi akhir. Apalagi proses ini juga melibatkan Indonesia
In Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Prinsip keamanan menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan vaksinasi
COVID-19.
Brian mengungkapkan, pemerintah melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) sebagai lembaga resmi di Indonesia yang memberikan izin edar dan punya
persetujuan penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA).
Saat ini BPOM bahkan tengah melakukan kunjungan ke Pabrik Sinovac di China
untuk melakukan penilaian proses produksi, bersamaan dengan uji klinis tahap
tiga yang sedang berlangsung.
“Tentunya persetujuan tetap akan diberikan ketika uji klinis tahap tiga telah
selesai dilakukan, dan minimal interim report sudah diserahkan oleh lembaga
yang melakukan uji klinis tersebut,” kata Brian. (imh)