Ironi Megah Lapangan Tenis Internasional Nusa Dua: Mandor Stroke, Hak Pekerja Terabaikan

Proyek pembangunan lapangan tenis ini sejatinya telah dirampungkan oleh PT Texmura Nusantara pada awal Agustus 2024, berdasarkan penugasan dari sebuah perseroan.

14 Juni 2025, 05:10 WIB

Nusa Dua – Di balik gemerlap kemegahan tujuh lapangan tenis berstandar internasional di kawasan elite ITDC Nusa Dua, tersimpan kisah getir kala para pekerja yang bersusah payah membangun lapangan itu justru terpaksa menelan pil pahit: gaji mereka belum dibayar.

Lebih memilukan lagi, seorang mandor proyek dikabarkan mengalami stroke akibat tekanan ekonomi yang tak tertahankan.

Proyek pembangunan lapangan tenis ini sejatinya telah dirampungkan oleh PT Texmura Nusantara pada awal Agustus 2024, berdasarkan penugasan dari sebuah perseroan.

Namun, hingga kini belum ada serah terima resmi, dan yang paling krusial, biaya pembangunan proyek miliaran rupiah tersebut belum dilunasi oleh pemilik proyek.

Padahal, lapangan-lapangan ini telah menjadi saksi bisu dua gelaran akbar: Amman Mineral Men’s World Tennis Championship 2024, yang berlangsung pada 26 Agustus–22 September 2024, dan kembali pada 16 Desember 2024–5 Januari 2025.

Untuk itu mereka para pekerja kembali menuntut pembayaran dengan menggelar aksi di lokssi lapangan tenis Nusa Dua Badung, Jumat 13 Juni 2025

Para pekerja dan mandor menghadapi derita ekonomi yang serius, terancam masa depan mereka sendiri.

Kisah menyayat hati datang dari seorang mandor proyek yang kini terbaring lemah akibat stroke. Ia, yang enggan disebutkan namanya, mengaku terus kepikiran karena gajinya tak kunjung cair sejak proyek rampung.

“Saya terus kepikiran karena belum dibayar. Padahal saya sudah kerja sampai proyek selesai. Sekarang sudah nggak bisa kerja sama sekali,” ujarnya lirih melalui panggilan video dari Nganjuk, Jawa Timur, tempat ia kini dirawat istrinya.

Bukan hanya dia, beberapa rekan lainnya juga mengakui belum menerima upah jerih payah mereka. Mereka kini terpaksa bertahan di Bali, berpindah-pindah tempat tinggal karena terusir dari kos lantaran tak sanggup membayar sewa. Harapan mereka satu: adanya penyelesaian dari pihak pemilik proyek.

Para pekerja ini pun menepis tudingan bahwa kontraktor yang menahan pembayaran.

“Bukan karena kontraktornya. Kami tahu mereka belum dibayar oleh pemilik proyek. Jadi kontraktor juga kesulitan. Kami semua menunggu,” tutur salah seorang dari mereka, menunjukkan solidaritas di tengah kesulitan.

Jalur Hukum Ditempuh, Nasib Pekerja Tergantung di Meja Hijau
Melihat situasi yang tak kunjung membaik, pihak kontraktor, PT Texmura Nusantara, telah menempuh jalur hukum.

Mereka melayangkan gugatan perdata terhadap ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sekaligus melaporkan secara pidana ke Polda Bali atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

“Proyek ini sudah selesai dan bahkan telah digunakan untuk dua event turnamen tenis internasional. Tapi hingga kini belum ada serah terima resmi maupun pelunasan. Ini jelas merugikan pihak klien kami,” tegas Dimas Noor Ibrahim, S.H., M.H., salah satu kuasa hukum PT Texmura Nusantara.

Dimas juga menyoroti keputusan sepihak perseroan tersebut  yang telah menggunakan lapangan tersebut tanpa menyelesaikan kewajiban kontraktual kepada pihak kontraktor dan para pekerja. Padahal, proyek ini melibatkan entitas besar.

Sengketa ini, pada akhirnya, bukan hanya sekadar soal angka miliaran rupiah. Ini adalah cerminan dari nasib para mandor dan pekerja lokal yang telah mencurahkan tenaga dan sumber daya mereka demi proyek prestisius ini.

Namun, hingga detik ini, mereka masih menanti hak-hak mereka dibayar penuh, sebuah ironi pahit di tengah megahnya perhelatan tenis internasional di Pulau Dewata. ***

Berita Lainnya

Terkini