Ironi Tragis di Jayapura: Pasien Ibu dan Bayi Meninggal Setelah Ditolak Empat Rumah Sakit

Kasus memilukan di Jayapura saat seorang ibu dan bayi dalam kandungan meninggal setelah ditolak rumah sakit sebagai pelanggaran kemanusiaan.

28 November 2025, 07:20 WIB

Jayapura — Kasus memilukan yang menggemparkan rasa kemanusiaan terjadi di Jayapura, Papua, ketika seorang ibu dan bayi dalam kandungannya meninggal dunia setelah ditolak oleh empat rumah sakit (RS).

Penolakan ini menjadi sorotan tajam dan disebut sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi pasien dan nilai kemanusiaan.

Ironisnya, salah satu RS dikabarkan baru bersedia menerima pasien dengan syarat adanya pembayaran uang muka sebesar Rp 4 juta, dengan alasan kamar untuk pasien BPJS Kesehatan sudah habis.

Menurut Tulus Abadi, Pegiat Perlindungan Konsumen dan Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), kejadian ini adalah tragedi yang melanggar tiga konteks utama: kemanusiaan, konstitusi, dan regulasi yang berlaku.

“Pelayanan kesehatan berbasis kemanusiaan. Siapa pun, baik secara profesional maupun institusional, tidak boleh menolak pasien yang meminta pertolongan dan pengobatan, apalagi jika jiwa pasien terancam,” tegas Abadi.

Ia menekankan keselamatan pasien (patient safety) harus menjadi prioritas utama. Penolakan oleh keempat RS tersebut, yang berujung pada kematian, secara nyata adalah pelanggaran kemanusiaan.

Lebih lanjut, Abadi menyebut menolak pasien melanggar UU No. 17/2024 tentang Kesehatan dan PP 28/2024 tentang Kesehatan. Pelanggaran ini memiliki dimensi yang luas, mencakup:

Administratif: RS yang menolak pasien berpotensi dicabut izin operasionalnya oleh Kemenkes atau Pemprov/Pemkot Jayapura.

Keperdataan: Tenaga kesehatan dan pihak RS dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi kepada keluarga pasien.

Pidana: Tindakan penolakan ini dapat dikategorikan sebagai delik pidana. Kepolisian didorong untuk segera melakukan penyelidikan (pro justitia), mengingat kasus ini bukanlah delik aduan dan tidak perlu menunggu laporan dari korban/keluarga.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengambil langkah tepat dengan mengumumkan akan melakukan investigasi mendalam terhadap kasus ini. Namun, Abadi mendesak Kemenkes untuk tidak ambigu dalam penjatuhan sanksi dan memastikan semua dimensi—pidana, administratif, dan keperdataan—terungkap.

Bahkan, kasus Jayapura didorong menjadi momen untuk audit dan investigasi yang meluas secara nasional.

Tulus Abadi menduga fenomena serupa juga terjadi di daerah lain.

“Kemenkes harus meningkatkan pengawasan kepada seluruh rumah sakit di Indonesia, bersinergi dengan Dinas Kesehatan setempat dan lembaga terkait, khususnya pada RS tipe D,” pungkasnya.

Kasus tragis ini menjadi refleksi pahit bagi seluruh layanan kesehatan: Keselamatan pasien adalah hak asasi dan tidak bisa dikompromikan dengan alasan apa pun, apalagi aspek ekonomi. ***

Berita Lainnya

Terkini