![]() |
ilustrasi/Pertamina |
Jakarta – Pertamina diminta mengoptimalkan anak usaha Pertamina International Shipping (PIS) dan mengevaluasi kontrak sewa kapal karena bisa
menjadi sumber pendapatan sehingga bisa meraih laba perusahaan.
Hal itu disampaikan Ekonom Konstitusi Defiyan Cori terkait dengan apa yang
pernah disampaikan Presiden Joko Widodo saat kampanye presiden di periode
2014-2019, akan kembali mengembangkan dan membesarkan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), khususnya Pertamina.
“Janji kampanye Presiden Joko Widodo yang juga termaktub dalam program
Trisakti dan Nawacita itu tentulah bukan sekedar asal janji, tanpa data dan
pemetaan permasalahan yang terjadi saat itu,” ungkap Defiyan dalam
keterangannya, Minggu (31/1/2021).
Apalagi hal ini menyangkut sektor energi yang tidak sedikit menjadi perebutan
korporasi-korporasi diberbagai belahan dunia karena menguasai hajat hidup
orang banyak.
Dijelaskan, prsaingan usaha dalam industri energi, terutama minyak bumi dan
gas serta energi baru dan terbarukan akan semakin ketat dan berorientasi pada
kompetisi efisiensi dan efektifitas pengelolaan perusahaan.
Kata Defiyan, sebagai perusahaan yang bergerak dalam industri energi,
khususnya migas, maka Pertamina sebagai BUMN yang merupakan salah satu cabang
produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikelola secara
efektif, efisien dan profesional.
Segala hal yang menimbulkan ketidakefisienan biaya-biaya akan menjadi beban
jangka panjang dalam memenangkan persaingan dimasa depan.
Maka dari itu, Pertamina perlu memastikan jaringan operasi usahanta dari hulu
(upstream) sampai ke hilir (downstream) dalam bisnis migas ini memberikan
keuntungan dan manfaat sebesar-besar bagi rakyat, bangsa dan negara.
Kegiatan operasi migas yang umum dikenali publik, mulai dari eksplorasi,
ekploitasi, pengolahan, pengadaan pengangkutan, distribusi, penyimpanan sampai
ke pemasarannya dalam teori ilmu manajemen dikenal sebagai manajemen produksi
dan ini merupakan bisnis inti (core business) Pertamina.
Hanya saja, jalur logistik dan distribusi dalam meningkatkan pelayanan kepada
konsumen juga variabel penting dan kunci yang harus diperhatikan. Apakah
memiliki sendiri armadanya atau menyewa kepada pihak lain yang bergerak di
sektor ini.
Pertimbangan perbandingan (comparative effectiveness)biaya yang efektif juga
harus diperhitungkan secara matang dan tepat.
Berkaitan keluhan dan kejengkelan Presiden Joko Widodo terhadap besarnya
defisit migas yang diakibatkan oleh impor migas sehingga mengakibatkan defisit
transaksi berjalan, maka menyampaikan akar permasalahan utama logistik salah
satunya, yaitu kepemilikan kapal tanker.
Ditambahkan Defiyan, presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan
seharusnya melakukan konfirmasi atas manajemen logistik dan distribusi migas
dari Pertamina yang dahulu memilki kapal tanker.
Saat itu, dijual saat Menteri BUMN dijabat Laksamana Sukardi, pada 11 Juni
2004 ketika Direksi Pertamina bersama Komisaris Utama Pertamina menjual dua
tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina nomor Hull 1540 dan
1541 yang masih dalam proses pembuatan di Korea Selatan.
Ada klaim penjualan kapal very large crude carrier (VLCC) milik Pertamina itu
memperoleh untung sejumlah 53 juta dolar AS. Benarkah demikian?
Jika dibandingkan, harga pembelian kapal VLCC dipasaran yang berkisar sekitar
US 20 juta, sementara Pertamina harus mengeluarkan biaya sewa kapal tanker
kepada pihak swasta sejumlah rata-rata US15-20 juta per tahun dikalikan jumlah
kapal yang disewa, maka betapa tidak efisien biaya logistik Pertamina.
“Apabila kapal sewa logistik Pertamina itu sejumlah 20 unit, berarti jumlah
dana yang harus dibayarkan adalah $US350-400 juta per tahun,” sebut alumnus
Universitas Gadjah Mada ini.
Pertanyaannya adalah, apakah kepemilikan kapal oleh Pertamina merupakan bagian
penting dari kegiatan logistik dan distribusi Pertamina yang mampu menekan
Biaya Proses Produksi atau Harga Pokok Penjualan (HPP) produk BBM sehingga
berdampak pada harga juak ke konsumen, atau ini merupakan biaya yang membuat
produksi atau operasi Pertamina tidak efisien dan efektif.
Defiyan melanjutkan, perbandingan biaya sewa kapal tanker sederhana di atas
dapat menjadi jawabannya.
Tentu sangat penting melakukan kajian mendalam atas pilihan yang tersedia bagi
Pertamina antara memiliki kapal pengangkutan migas sendiri dibandingkan dengan
menyewa pada perusahaan swasta.
Kalaupun biaya sewa kapal lebih efisien dan efektif, tentu akan berpengaruh
pada murahnya harga BBM, namun faktanya sejak Pertamina tidak memiliki kapal,
harga BBM justru naik terus, walaupun kurs dolar atas rupiah melemah atau
harga MOPS turun.
Soal inilah yang perlu dipertanyakan oleh presiden, karena dampaknya tidak
saja berkontribusi pada harga jual BBM, tapi juga berkaitan dengan kecepatan
dan ketepatan pasokan (supply) BBM ke Pertamina, baik itu yang berasal dari
impor maupun produksi dalam negeri yang akan berpengaruh ke hilir dan konsumen
akhir juga.
Dibandingkan dengan keluhan masalah impor migas yang berkaitan dengan
kekurangan produksi atas konsumsi BBM di dalam negeri, maka masalah utamanya
lebih disebabkan oleh investasi sektor hulu energi dibawah tanggungjawab SKK
Migas.
Sebagai pembanding dalam konteks logistik dan distribusi sebagai bisnis inti,
yaitu perusahaan makanan PT Indofood Sukses Makmur yang memilki lebih dari 300
armada jaringan logistik dan distribusinya sehingga produk dan harga produknya
dapat terjangkau oleh konsumen.
Tentu ada yang aneh dalam pencopotan Direktur Logjstik Supply Chain dan
Infrastruktur Pertamina apabila yang bersangkutan justru hendak membenahi
jalur kritis (critical path) operasi bisnis inti Pertamina ini untuk membenahi
kinerja Pertamina menjadi tambah baik, atau apakah sebaliknya yang terjadi
pada kebijakannya.
Secara konsepsi, logistik dan distribusi dalam teori ilmu manajemen produksi,
maka pengangkutan, baik itu melalui kapal (perkapalan) maupun pengangkutan
lewat darat dan udara adalah jalur kritis serta kunci dalam proses bisnis
Pertamina yang berpengaruh pada pembentukan biaya dan penetapan harga BBM
Pertamina.
“Maka, untuk kepentingan menekan biaya dan harga ke konsumenlah tujuan
Pertamina memiliki anak usaha dibidang perkapalan ini sangat relevan,
dibanding menyewa pada korporasi swasta yang tidak dapat dikendalikan sendiri
proses perjalanan pengangkutan minyak atau BBM dari tempat asal ke tempat
tujuan,” sambung pria yang pernah berkarir di Bappenas ini.
Publik perlu mendeask kepada Menteri BUMN Erick Tohir supaya melakukan kajian
perbandingan biaya (cost comparative) saat Pertamina memiliki kapal dahulu
dengan saat ini menyewa kapal untuk menjalankan proses logistisasi dan
distribusi.
Termasuk meminta agar Menteri BUMN, Menteri Keuangan, Menteri ESDM, Direktur
Utama dan Komisaris Utama dapat berhati-hati dan lebih fokus dalam melakukan
identifikasi atas anak, cucu sampai cicit usaha Pertamina yang akan
dihibahkan, dibubarkan, dan apalagi akan dijual.
Jangan sampai kejadian penjualan VLCC yang sangat berguna bagi operasi usaha
Pertamina dimasa depan sebagai jalur kritis terulang kembali.
Logika umum sederhana dan dapat dipahami oleh orang awam bagi setiap
perusahaan dimanapun berada dan apapun bisnisnya, adalah dengan memiliki kapal
tanker sendiri, maka perusahaan lebih efisien dan efektif menjaga beban biaya.
Mengingat, utamanya untuk PT Pertamina sebagai BUMN strategis negara, harus
memantapkan visinya sebagai perusahaan besar yang berkelas dan berkualitas
secara manajerial.
Kemana arah perjalanan Pertamina ke depan, seperti apa Corporate Strategic
Plannya (Rencana Strategis Perusahaan) atas jalur kritisnya selama ini dengan
menyewa kapal kepada pihak swasta akan sangat ditentukan oleh kemampuan
jajaran Direksi dan Komisaris dalam menata kembali kekuatan Pertamina
mengelola jalur kritis dalam usaha perminyakan ini.
Kalau dulu Tahun 1970-1980-an Pertamina berhasil mengelola usaha bidang energi
yang besar ini semakin maju dan berkembang, maka hal itu tak lepas dari
penguasaan manajemen logistik dan distribusinya.
Melalui pengelolaan bisnis perkapalan inilah salah satu sumber bagi Pertamina
dalam menghasilkan laba perusahaan, beroperasi lebih leluasa dan melakukan
berbagai terobosan investasi.
Sudah saatnya kebutuhan atas kapal sendiri yang akan membuat perusahaan
beroperasi lebih optimal dan memberi harga BBM yang lebih wajar ke masyarakat
konsumen menjadi kebutuhan prioritas.
“Semoga ketersediaan kapal VLCC ini menjadi bagian dari rencana strategis BUMN
Pertamina untuk kembali tampil sebagai perusahaan energi disegani didunia yang
dicita-citakan oleh Presiden Joko Widodo dan seluruh rakyat Indonesia,”
demikian Defiyan. (rhm)