Jangan Anggap Remeh! Kondom Penting untuk Cegah HIV, Ini Kata YKP dan AHF

Dr Sarath menekankan pentingnya penggunaan kondom dalam pencegahan penularan HIV dan AIDS

15 Februari 2025, 17:38 WIB

Denpasar– Dalam rangka memperingati Hari Kondom Internasional yang jatuh pada 14 Februari 2025, Yayasan Kerti Praja (YKP) bekerja sama dengan AIDS Healthcare Foundation (AHF) Indonesia menyelenggarakan berbagai kegiatan di Bali.

Salah satu agenda utama adalah pertemuan dengan tema “Menuju Indonesia Bebas HIV: Dialog Pemerintah, LSM, dan Tokoh Masyarakat dalam Penanggulangan HIV”.

Sebelum pertemuan tersebut, pada Kamis malam, 13 Februari 2025, tim AHF dan YKP mengadakan pertemuan khusus dengan perwakilan Kelompok Jurnalis Peduli AIDS (KJPA) Bali di Sunny 16 Caffe Hotel Fontana, Kuta.

Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai media, termasuk Denpost, Tribun Bali, dan Jpnn, serta tokoh-tokoh penting seperti Dr. Chhim Sarath (AHF Asia Bureau Chief), Deepak Dhungel (AHF Asia Advocacy & Marketing Manager), dan Asep Eka Nur Hidayat (Country Program Manager, AHF Indonesia).

Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa KJPA akan mendapatkan dukungan dari AHF melalui YKP untuk mempromosikan penggunaan kondom sebagai salah satu cara pencegahan penyebaran HIV dan AIDS di Bali.

Pertemuan ini juga membahas tujuan dari pertemuan yang akan dilaksanakan pada 14 Februari di Mercure Bali Sanur Resort.

Dr. Chhim Sarath menjelaskan bahwa tujuan dari pertemuan pada Hari Kondom Internasional adalah untuk menyusun langkah-langkah strategis berdasarkan masukan dari berbagai pihak terkait.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pemerintah dan pihak terkait dalam mengembangkan kebijakan dan program terkait penyediaan, promosi, distribusi, dan penggunaan kondom.

Selain itu, pertemuan ini juga bertujuan untuk membangun sinergi antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, LSM, dan masyarakat untuk meningkatkan efektivitas program pencegahan HIV dan AIDS.

Dr. Sarath menekankan pentingnya penggunaan kondom dalam pencegahan penularan HIV dan AIDS. Dicontohkan kasus di Kamboja, di mana banyak keluarga yang kehilangan garis keturunannya karena HIV dan AIDS. Dengan memaksimalkan penggunaan kondom, penyebaran HIV dan AIDS dapat dicegah secara masif.

Sementara itu, Asep Eka Nur Hidayat menambahkan bahwa kondom merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang efektif dan terjangkau untuk mencegah penularan HIV dan AIDS.

Namun, ia juga menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi dalam implementasinya, seperti stigma dan diskriminasi terhadap pengguna kondom, aksesibilitas yang terbatas, dan distribusi yang tidak merata. Ia juga menanyakan kepada KJPA dan Bidang Kemediaan KPA Provinsi Bali mengenai tantangan sosialisasi kondom di Bali.

Perwakilan dari KJPA dan Bidang Kemediaan KPA Provinsi Bali menjelaskan bahwa kendala sosialisasi penggunaan kondom di masyarakat sangat sedikit. Namun, mereka seringkali terbentur oleh aturan dan hukum yang dibuat di tingkat pusat.
Asep Eka Nur Hidayat menambahkan bahwa untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan sinergi antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, LSM, dan masyarakat umum.

Melalui pendekatan yang inklusif, penyusunan strategi yang relevan, dan pelibatan langsung para pemangku kepentingan, diharapkan penyediaan, promosi, dan distribusi kondom dapat dilakukan dengan lebih efektif.

Sebagai langkah awal, kegiatan peringatan Hari Kondom Internasional ini dirancang untuk memperoleh masukan, pendapat, dan saran dari berbagai pihak. Kegiatan ini akan menjadi platform diskusi untuk menggali informasi, memahami kebutuhan, serta mengidentifikasi peluang dan hambatan yang dihadapi dalam penguatan upaya pencegahan HIV dan AIDS melalui kondom.
Dinda Kartika selaku Petugas Advokasi YKP menjelaskan bahwa dalam peringatan Hari Kondom Internasional tahun 2025, selain pertemuan dengan KJPA, juga dilaksanakan Pertemuan Stakeholder terkait penanggulangan HIV di Bali.

Dalam kegiatan ini, YKP mengundang lima pembicara dari berbagai latar belakang, seperti tenaga kesehatan dan pemangku kepentingan dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, BKKBN Provinsi Bali, Dinas Sosial Kota Denpasar, Komisi Penanggulangan AIDS, dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.

Mereka akan berbagi perspektif berdasarkan latar belakang masing-masing, dan kegiatan ini akan dipandu oleh seorang moderator.

Kegiatan ini akan berlangsung dalam format dua arah antara pembicara dan audiens yang terdiri dari 60 peserta, yang terdiri dari pemangku kepentingan, tenaga kesehatan, anggota masyarakat, dan lain-lain.

Kegiatan ini juga dilaksanakan mengingat perkembangan kasus HIV-AIDS di Provinsi Bali yang masih mengalami peningkatan. Sampai bulan September 2024, jumlah kasus HIV di Bali mencapai 31.361 kasus.

Sejak tahun 2010, penularan HIV didominasi melalui transmisi seksual, mencapai hingga 91,4% dari seluruh kasus yang tercatat.
Sesuai dengan hasil pemetaan tahun 2018, jumlah pekerja seksual di Bali sangat tinggi, yaitu sebanyak 2.369 pekerja seks perempuan.

Temuan-temuan dari Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) dari tahun 2007 hingga 2017 menunjukkan belum berubahnya perilaku tidak aman pada hubungan seksual berisiko pada sebagian besar kelompok populasi kunci.

Penggunaan kondom yang masih tergolong rendah pada kelompok populasi kunci menyebabkan tetap tingginya prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS). Kondisi ini berdampak pada peningkatan infeksi HIV di Bali.

Hasil sero survei tahun 2018 pada pekerja seks menunjukkan angka yang tinggi, yaitu 16% pada pekerja seks langsung dan 5% pada pekerja seks tidak langsung. STBP 2015 juga melaporkan bahwa prevalensi IMS (infeksi gonore dan klamidia) sangat tinggi di kalangan pekerja seks, waria, dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar, jumlah kasus HIV di Kota Denpasar sampai September 2024 sebanyak 16.216 orang.

Yayasan Kerti Praja telah melakukan penjangkauan pada kelompok LSL di Kota Denpasar sejak tahun 2009. Karena hotspot untuk LSL sangat sedikit di Kota Denpasar, penjangkauan lebih banyak dilakukan di media sosial. Hal ini menyebabkan beberapa klien belum mendapat informasi HIV dan pencegahannya secara lengkap.

Dalam menanggapi tingginya angka IMS dan HIV dari tahun ke tahun, serta belajar dari beberapa keberhasilan program sebelumnya, sejak tahun 2008 telah dirintis pengembangan program intervensi struktural untuk Pencegahan HIV melalui Transmisi Seksual (PMTS).

Kota Denpasar telah melaksanakan program ini sejak tahun 2013. Program ini merupakan upaya pencegahan yang komprehensif dan terpadu, melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta memberdayakan populasi kunci, khususnya pekerja seks perempuan, laki-laki, waria, dan LSL.

Program ini terdiri dari empat komponen, yaitu peningkatan peran positif pemangku kepentingan di lokasi, komunikasi perubahan perilaku, manajemen rantai pasokan kondom dan pelicin, serta penatalaksanaan IMS.

Program ini didukung oleh monitoring dan evaluasi untuk pelaksanaannya guna mencapai perubahan perilaku pada populasi kunci.***

Berita Lainnya

Terkini