Denpasar – Kepala Kejaksaan Tinggi atau Kajati Bali, Dr. Ketut Sumedana, menegaskan, KUHP baru bukan sekadar perubahan, melainkan lompatan modernisasi hukum pidana yang progresif, menjawab tantangan zaman.
Hal itu disampaikannya saat tampil sebagai keynote speaker di Aula Fakultas Hukum Universitas Udayana pada Kamis, 6 Maret 2025, yang terasa hidup dengan antusiasme peserta seminar hukum “Sosialisasi KUHP Baru”.
Para pengacara, mahasiswa, dan akademisi hukum berkumpul untuk mendengarkan paparan dari Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Ketut Sumedana.
Dalam seminar yang diinisiasi oleh LBH Kongres Advokat Indonesia, Advokasi Peduli Bangsa Bali, dan Fakultas Hukum Universitas Udayana ini, Dr. Sumedana menyoroti pentingnya modernisasi hukum pidana melalui KUHP baru yang akan segera berlaku.
Sejarah panjang hukum pidana Indonesia terungkap dalam paparan Dr. Sumedana. Dimulai dari Code Penal Prancis yang diadopsi Belanda menjadi WvS, hingga terus digunakan di Indonesia sejak era kolonial, KUHP warisan masa lalu itu akhirnya akan digantikan.
Dr. Sumedana menegaskan, KUHP baru bukan sekadar perubahan, melainkan lompatan modernisasi hukum pidana yang progresif, menjawab tantangan zaman.
KUHP baru hadir dengan sejumlah perbedaan signifikan dari pendahulunya. Dr. Sumedana mengungkapkan, pengakuan living law, penambahan jenis pidana, dan judicial pardon adalah beberapa di antaranya.
Ia pun menyoroti Pasal 132, yang menekankan bahwa penuntutan berakar pada penyidikan yang kuat, menjadi kunci keberhasilan di meja hijau.
Oleh karena itu, penyidikan dan penuntutan harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan untuk mencapai kepastian hukum.
Pasal ini juga menegaskan pentingnya proses penyidikan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, sesuai dengan prinsip dasar hukum pidana Indonesia.
Asas Dominis Litis yang berlaku universal di dunia ini juga harus dimaknai secara lebih luas, yakni bukan sebagai pengambil alih proses penyidikan oleh jaksa, tetapi sebagai bantuan dalam mempercepat penyidikan yang lebih efisien dan adil.
Dr. Sumedana menekankan peran krusial Hakim Komisaris dalam menyeleksi perkara sebelum penuntutan, demi efisiensi dan kepastian hukum. Ia juga berharap praktik pengajuan perkara berulang dihentikan, karena hanya memperpanjang ketidakpastian hukum.
Dr. Ketut Sumedana mengajak semua pihak untuk melihat KUHP baru sebagai kesempatan untuk memperbaiki sistem hukum pidana di Indonesia. Menurutnya, KUHP baru akan mempermudah proses penegakan hukum di Indonesia.
“Dengan hukum yang lebih dinamis, harmonis, dan modern. Penegakan hukum yang berkeadilan akan semakin tercapai di masa yang akan datang,” tegasnya. ***