Kalangan Media Kaji Ulang Polemik Hari Pers Nasional

16 Februari 2017, 07:48 WIB
ilustrasi

JAKARTA – Hingga kini penetapan tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional terus menuai polemik karenanya kalangan media hendak melakukan kajian kritis terkait hari pers dalam ruang ilmiah lewat sebuah seminar.

Sejumlah organisasi jurnalis mengadakan seminar terkait dengan penyelenggaraan Hari Pers Nasional (HPN). Acara bertema “Mengkaji Ulang Hari Pers Nasional” akan diselenggarakan di Hall Dewan Pers, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2017).

Organisasi profesi hadir membahas materi ini yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Ada tiga pembicara yang akan hadir dalam seminar ini. Masing-masing: sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam; wartawan senior Atmakusumah; dan peneliti sejarah pers, Muhidin M. Dahlan.

Asvi akan berbicara soal aspek historis pers, Atmakusumah akan memberi pandangan dari perspektif pelaku sejarah, dan Muhidin akan mengkritisi soal hari pers nasional yang selama ini diperingati setiap 9 Februari itu. Ketua Umum AJI, Suwarjono mengungkapan, wacana mengkaji ulang hari pers ini sudah menjadi pembicaraan dan perdebatan lama.

Ide ini sudah mulai muncul setelah jatuhnya Orde Baru tahun 1999 lalu, yang kemudian mendorong adanya perubahan kebijakan di bidang pers. Salah satunya ditandai dengan pencabutan ketentuan tentang Surat Izin Penerbitan Usaha Pers (SIUPP) dan tak adanya lagi wadah tunggal organisasi wartawan.

“Seminar ini untuk mencari solusi atas perdebatan soal ini yang selalu muncul setiap 9 Februari,” kata Suwarjono. Suwarjono berharap seminar ini memberi perspektif yang lebih jelas dan argumentasi yang lebih kokoh untuk penentuan hari pers nasional.

“Masukan seminar ini akan dijadikan bahan untuk menyusun rekomendasi HPN kepada Dewan Pers,” ucap Pemimpin Redaksi Suara.com itu. Menurut Sekretaris Jenderal IJTI Indria Purnamahadi, memang ada pertanyaan soal Hari Pers Nasional yang mendasarkan pada hari lahir satu organisasi wartawan.

Penetapan seperti itu dianggap kurang tepat dan membuat sejumlah organisasi wartawan lainnya kurang punya rasa memiliki terhadap tanggal bersejarah itu. “Seminar ini merupakan upaya untuk menemukan tanggal yang tepat untuk dijadikan sebagai hari pers,” kata Indria.

Ada sejumlah usulan yang bisa diadopsi untuk menetapkan hari pers nasional. Salah satunya adalah menjadikan tanggal terbit surat kabar pertama di Indonesia. Atau bisa juga memakai tanggal lain yang bisa dijadikan momentum atau tonggak kelahiran pers.

“Penentuan hari pers nasional harus menggunakan kajian historis dan bisa mengakomodasi kepentingan seluruh masyarakat pers,” kata dia. AJI dan IJTI berharap Dewan Pers akan mempertimbangkan rekomendasi ini dan dijadikan sebagai bahan untuk disampaikan kepada Presiden soal penetapan Hari Pers Nasional. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini