![]() |
Salah satu karya dalam Pameran Restrospektif Galang Kangin di BBB, Gianyar |
DENPASAR– Sebanyak 15 perupa meramaikan pameran retrospektif di Bentara Budaya Bali (BBB)bypass Ketewel, Gianyar, 12 hingga 21 Mei 2018.
Kegiatan digelar dalan memaknai 20 tahun lebih perjalanan Komunitas Galang Kangin. Eksibisi diikuti 15 perupa, menghadirkan karya-karya terpilih yang mencerminkan capaian unggul masing-masing seniman yang tergabung dalam komunitas seni rupa ini.
Karya-karya terpilih dihadirkan menandai pergulatan estetika, stilistik dan tematik dari Galang Kangin, sekaligus merefleksikan capaian masing-masing seniman.
Tercatat 29 karya dua dimensi dan 5 seni tiga dimensi dipamerkan bersama sejumlah dokumentasi terpilih yang menandai perjalanan komunitas ini.
Catatan-catatan terpilih itu meliputi tulisan kuratorial, kliping pemberitaan, foto-foto, hingga arsip Manifesto Galang Kangin yang dicetuskan belasan tahun lalu. Pameran diisi pemutaran dokumenter rangkuman perjalanan Komunitas Galang Kangin selama ini.
Kurator pameran ini, Hardiman, mengungkapkan bahwa ini adalah pameran yang dapat dikategorikan sebagai peta sejarah.
Pameran retrospektif ini diniatkan mengenang kembali perjalanan seniman, menampilkan karya seni yang telah teruji berupa wakil dari zaman atau periode tertentu, ataupun yang menjadi masterpice dari perupa bersangkutan.
Adapun para seniman yang berpameran antara lain: Made Supena, I Made Gunawan, I Nyoman Diwarupa, Dewa Gede Soma Wijaya, Wayan Setem, Sudarwanto, I Made Galung Wiratmaja, Nyoman Ari Winata, Wayan Naya Swantha, Made Sudana, I Putu Edy Asmara, AA Eka Putra Dela, Ni Komang Atmi Kristiadewi, I Ketut Agus Murdika, I Made Ardika.
Masing-masing dari seniman ini terbukti hingga kini tetap eksis dengan pilihan karakteristik dan capaiannya yang mempribadi, namun di sisi lain turut pula memperkuat keberadaan komunitas seni yang menaunginya.
Maka seturut itu, layak pula ditimbang perihal ekspresi kekomunalan (kebersamaan yang guyub dan hangat) juga mengalami tahapan transformasi tersendiri.
Di mana ragam kebersamaan era agraris bersalin rupa seturut hadirnya kemodernan dan bahkan kekontemporeran, mengindikasikan perubahan yang mendasar menyangkut konsep Ruang dan Waktu, berikut tata nilainya.
Tidak sedikit komunitas seni atau bidang lain yang hadir hanya sehela nafas, atau selintas kilas. Galang Kangin adalah perkecualian. Sepanjang 20 tahun lebih, sedini didirikan tanggal 9 April 1996 dengan sejumlah pameran bersama atau terbatas, kelompok ini terbilang telah teruji waktu.
Pertanyaan akan masa depan mereka sesungguhnya menyiratkan pula bahwa keberadaan Galang Kangin yang tidak hanya melulu dapat dikaji dalam perspektif seni rupa tetapi juga satu gejala sosial –cerminan dinamika transformasi masyarakat Bali.
Pergulatan dan perubahan tersebut salah satunya tercerminkan melalui pameran bertajuk “Kesadaran Makro-Ekologi: Transformasi Air dalam Karya Visual Atraktif”, pada bulan September 2014 di Bentara Budaya Bali.
Hal itu, menandai adanya proses ‘metamorfosis’ dari komunitas kreatif ini –yang menyadari bahwa seni pada era kini tak semata perkara keindahan, di mana para kreator melulu mengeksplorasi capaian estetik belaka.
Lewat seni mutakhir atau kontemporer dalam beragam ekspresi dan bentuknya, terbuka kemungkinan seorang kreator untuk meraih bukan saja jati dirinya, melainkan juga panggilan kepedulian sosial
Setelah manifesto Galang Kangin yang heroik belasan tahun lalu, tak terelakkan diperlukan satu pijakan baru bagi komunitas ini.
Titik pijak baru itu tentulah bukan semata konsepsi ataupun filosofi, melainkan juga satu ragam praktik penciptaan yang merefleksikan kematangan anggotanya, di mana segala hal ikhwal terkait teknik, stilistik, tematik dan estetik sudah terlampaui; lebur menyatu secara alami dalam diri sang kreator.(*)