Untuk mengenang kembali karya Sang Maestro kelahiran Apuan, Baturiti, Tabanan itu, Komaneka Gallery Keramas, Gianyar memamerkan karya-karya terbaik sepanjang tahun 1978 hingga 2015/Kabarnusa. |
Gianyar – Karya-karya lukisan Maestro seni rupa Bali almarhum I Made
Wianta bukan hanya dikenal di Tanah Air namun hingga mancanegara dan tetap
relevan di segala zaman.
Untuk mengenang kembali karya Sang Maestro kelahiran Apuan, Baturiti, Tabanan
itu, Komaneka Gallery Keramas, Gianyar memamerkan karya-karya terbaik
sepanjang tahun 1978 hingga 2015.
Dalam pameran di galeri yang berdiri di atas areal persawahan menghijau itu,
dipamerkan 19 dari 43 buah lukisan sang maestro yang dikoleksi Komaneka
Gallery.
Pameran yang dibuka untuk publik, hanya saja, jumlahnya terbatas. Hal itu
semata untuk menjaga kesehatan saat pandemi Covid-19. “Pameran ini bertepatan
ulang tahun ke-71 Pak Made, ” kata Koman Wahyu Suteja, kurator sekaligus
pemilik Komaneka Gallery, Minggu (20/12/2020).
Saat pembukaan pameran, tampak hadir Istri sang maestro, Intan Kirana Wianta,
seniman dan kritikus seni, seperti Anak Agung Gde Rai pendiri Musuem Agung Rai
(Arma Ubud), Pande Wayan Suteja Neka, Prof. I Made Bandem, Prof. I Wayan
‘Kun’Adnyana, Popo Danes hingga Jean Couteau.
Koman menuturkan, biasanya galeri miliknuya mengkurasi karya-karya para
seniman muda pilihan kekinian yang karyanya relevan.
Koman Wahyu Suteja, kurator sekaligus pemilik Komaneka Gallery |
“Namun bagi saya, karya-karya Pak Made (Wianta) memiliki posisi tawar berbeda
yang hadir relevan di setiap zaman. Karya-karyanya membuat saya tak mampu
menahan godaan untuk memasukkan ke galeri ini,” tuturnya.
Dari 19 karya dipilih dalam pameran itu mewakili perjalanan proses kreatif
Wianta. Beberapa lukisan menampilkan seri Periode Karangasem, sebagian
menampilkan seri geometri atau kubistik, dan ada yang merupakan seri
kaligrafi.
Diakuinya, pemilihan karya-karya terkait kecenderungan dirinya yang memang
lekat dengan dunia arsitektur. Pemajangan karya-karya dalam pameran ini
dilakukan di luar kebiasaan pameran pada umumnya.
Menyesuaikan dengan kondisi, misalnya seri geometri saya taruh di depan,
sehingga sangat representatif untuk berfoto. Kami juga sajikan seri lukisan
Periode Karangasem yang dilukis tahun 1978.
“Ini seri yang diakui oleh dunia, yang begitu khas sebagai simbolisme
bernuansa Bali,” Koman menjelaskan.
Pendiri dan Pemilik Museum Neka, Pande Wayan Suteja Neka yang sangat mengenal
proses kekaryaan Wianta berharap pameran itu dapat menjadi wahana pendidikan,
inspirasi, informasi, dan pelestarian budaya terkait proses kreatif sang
maestro.
Dalam pandangannya, Wianta merupakan satu dari dua perupa yang ia kenal begitu
kreatif.
“Saya pribadi menilai ada dua seniman Bali yang mengembara di Jogja yang
begitu kreatif. Dua seniman itu adalah Gunarsa dan Wianta. Spirit gerak
mereka, yang kini tertinggal melalui karya-karyanya dapat kita gunakan sebagai
sumber informasi, inspirasi, pendidikan, dan pelestarian budaya bagi generasi
muda kita,” harap Neka.
Atas pameran yang digelar untuk mengenang sang suami, Istri sang maestro,
Intan Kirana Wianta, terharu dan merasa terhormat karya-karya Wianta
dipamerkan di Komaneka Gallery.
“Kalau bicara proses kekaryaannya, periode Karangasem memang merupakan yang
dikenal sebagai simbolisme Bali yang begitu khas. Pada pemaran ini juga ada
karya-karya seri arsitektur dan seri kaligrafi yang juga berkarakter,” ucap
perempuan asal Yogyakarta ini.
karya-karya Made Wianta banyak mengisi galeri-galeri pameran dunia, serta dikoleksi oleh kolektor dunia. |
Diketahui, karya-karya Made Wianta banyak mengisi galeri-galeri pameran
internasional serta dikoleksi oleh kolektor dunia.
Semasa hidup Wianta merupakan pribadi yang terbuka kerap ceplas ceplos dan
cukup dekat dengan kalangan wartawan. Wianta berpulang pada 13 November 2020
pada usia 70 tahun.
Istri sang maestro, Intan Kirana Wianta, membeberkan rencana yang akan
dilakukan pihaknya mengabadikan karya-karya Wianta. Menurutnta, keberadaan
ruang guna mengapresiasi karya sang maestro sangat diperlukan, utamanya
terkait informasi dan edukasi proses kreatif.
Hanya saja, untuk membangun museum disadarinya bukanlah perkara yang mudah.
Perlu dilakukan perhitungan yang matang untuk menjaga koleksi yang ada di
museum tersebut.
“Beliau semasa hidup ingin sekali membuat museum digital, mungkin inilah yang
nanti akan kami tempuh untuk bisa mengabadikan karya-karya beliau,” imbuhnya.
(rhm)