Kearifan Bali untuk Ekonomi Nasional: OJK Rayakan HUT ke-14 dengan Menyelami Filosofi Tri Hita Karana

Melalui Dharma Wacana ini, OJK menegaskan komitmen untuk memadukan kearifan lokal dengan prinsip tata kelola modern.

20 November 2025, 17:25 WIB

Denpasar- Dalam sebuah langkah inspiratif yang mengawinkan kearifan lokal dengan visi ekonomi modern, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali menggelar Dharma Wacana bertajuk “Membangun Perekonomian dan Industri Keuangan yang Tangguh dalam Mewujudkan Indonesia Maju dari Perspektif Hindu.”

Acara ini, yang diselenggarakan dalam rangka Hari Ulang Tahun OJK ke-14, menyoroti bagaimana nilai-nilai luhur Hindu dapat menjadi fondasi etika dan keberlanjutan bagi sistem keuangan nasional.

Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu, menegaskan keberhasilan pembangunan harus berakar pada dharma, keadilan, dan keselarasan alam semesta. Beliau menyoroti filosofi Tri Hita Karana (Tiga Penyebab Kebahagiaan) sebagai peta jalan OJK dalam bertugas:

Parahyangan (Hubungan dengan Tuhan): Menjadi roh yang melahirkan regulasi berintegritas dan berlandaskan etika.

Pawongan (Hubungan dengan Sesama): Keseimbangan kunci untuk menjaga keharmonisan interaksi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder).

Palemahan (Hubungan dengan Lingkungan): Mendorong industri jasa keuangan agar berpihak pada pendanaan hijau dan memberikan akses permodalan bagi usaha yang berorientasi pada pelestarian lingkungan.

“Ekonomi harus berorientasi pada keberlanjutan dan industri keuangan memegang peranan dalam pendanaan hijau,” ujar Kristrianti, sembari menambahkan nilai-nilai kolaboratif seperti Sagilik-Saguluk Salunglung Sabayantaka (bersatu padu) dan Tat Twam Asi (cinta kasih) adalah kunci kesuksesan.

Dr. I Made Adi Surya Pradnya, S. Ag., M. Fil. H. dari Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa, dalam paparannya, mengungkapkan fakta menarik: kalender Hindu yang kaya hari raya adalah motor penggerak alami ekonomi rakyat di Bali.

Melalui konsep Panca Yadnya, ia menjelaskan bagaimana praktik keagamaan secara tradisional telah membentuk model ekonomi sirkular berkelanjutan yang kini diusung industri keuangan modern:

Produksi (Petani menghasilkan bahan baku upacara).

Distribusi (Pedagang menyalurkan produk).

Pengolahan (Sarati mengolah bahan menjadi banten).

Konsumsi Ritual (Banten digunakan dalam upacara).

Distribusi Prasadam (Hasil lungsuran dikonsumsi).

Pengomposan (Sisa organik kembali menjadi pupuk).

Model ini membuktikan bahwa tradisi bukan penghambat, melainkan pencipta ekosistem ekonomi yang lestari.

Lebih lanjut, Dharma Wacana juga menyoroti bagaimana tradisi Hindu mampu beradaptasi, menciptakan peluang ekonomi baru yang signifikan bagi UMKM. Perubahan perilaku masyarakat mendorong pertumbuhan pesat pada:

Jasa krematorium modern.

Pasar banten cepat saji yang praktis.

Layanan “one-stop service” kebutuhan Yadnya.

Melalui Dharma Wacana ini, OJK menegaskan komitmen untuk memadukan kearifan lokal dengan prinsip tata kelola modern.

Nilai-nilai seperti dharma, integritas, dan dana punia (amal) didorong untuk membentuk perilaku ekonomi yang jujur, produktif, dan berorientasi pada pelayanan, demi tercapainya Lokasamgraha atau kesejahteraan bagi semua, sebagai landasan menuju Indonesia Emas. ***

Berita Lainnya

Terkini