Ilustrasi kebakaran. (Shutterstock) |
Jakarta – Peristiwa kebakaran Kilang Pertamina Balongan menimbulkan
keprihatinan sekaligus memunculkan pertanyaan mulai bagaimana Sistem
Pengendalian Manajemen standar yang telah diterapkan hingga soal kinerja
jajaran Dewan Komisaris, khususnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Belum hilang ingatan atas kasus pencurian Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis Solar
sekira jumlah 21,5 Ton di SPM Tuban milik Pertamina 14 Maret 2021 dini hari
pukul.01.15 wib, pada tanggal 29 Maret 2021 pukul 00.45 wib, dini hari juga
BUMN Pertamina kembali mendapat musibah.
Insiden di Kilang Pertamina Balongan yang menyebabkan terjadinya kebakaran
pada tangki T-301G, dan sampai pukul 07.00 wib tim pemadan kebakaran bersama
tim HSSE Kilang Pertamina Balongan tengah berjibaku melakukan pemadaman api di
kilang yang berlokasi di Desa Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Kita turut prihatin atas kejadian ini.
Penyebab kebakaran masih diselidiki, dan belum diketahui secara pasti, namun
informasi awal menyebutkan telah terjadi kebocoran pada pipa gasoline dan pada
saat kejadian itu sedang turun hujan deras disertai bunyi petir.
Atas kejadian itu, ekonom konstitusi Defiyan Cori menyampaikan catatannya,
Senin (29/3/2021).
Pertama, kejadian atau musibah atas Pertamina telah terjadi berulang kali.
Karena itu, Defiyan mempertanyakan soal Sistem Pengendalian Manajemen standar
yang telah diterapkan, termasuk kinerja jajaran Dewan Komisaris, khususnya
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Agar segera serta cepat tanggap melakukan normalisasi atau shutdown dalam
rangka pengendalian arus minyak dan mencegah perluasan wilayah kebakaran serta
tindakan keamanan dan penyelamatan harta kekayaan (asset) Pertamina dan
masyarakat sekitarnya.
“Pemerintah bersama Pertamina segera menyiapkan tempat untuk evakuasi dan
pengungsian sementara bagi masyarakat setempat dan membantu sepenuhnya 5
(lima) orang korban yang diduga terkena arus kebakaran saat melewati lokasi
kejadian dan tubuhnya mengalami luka bakar,” sambungnya.
Selain itu, diharapkan Pertamina sudah memiliki kesiapan dalan mengantisipasi
berbagai kemungkinan keadaan tak terduga (force majeur) sehingga pasokan BBM
kepada masyarakat konsumen tetap terpenuhi dengan baik dan lancar mengingat
80% konsumsi berasal dari kilang ini.
Dengan adanya kebakaran kilangan balongan ini, maka perlu dipertanyakan
efektifitas dari Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) atas
pengendalian resiko dan bahaya yang telah dilakukan dan dioperasionalkan pada
obyek vital nasional (obvitnas) ini.
Sebagaimana diketahui publik, bahwa Pertamina sedang melakukan pembangunan
RDMP RU VI – Balongan Phase-1 di lokasi kebakaran tersebut, yaitu CDU (Crude
Distillate Upgrading Project) yang telah mulai dibangun melalui pemancangan
(pilling) perdana pada bulan Februari 2021 lalu.
Pengembangan kilang ini bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas unit
pengolahan dan meningkatkan kapasitas produksi kilang Pertamina Balongan dari
semula 125 MBSD menjadi 150 MBSD, serta mampu menghasilkan naptha untuk proses
lanjut dari 5,29 MBSD menjadi 11,6 MBSD.
Pembangunan proyek kilang RDMP RU VI Balongan Phase 1 ini merupakan kerja sama
Pertamina dengan konsorsium PT Rekayasa Industri, PT Rekayasa Engineering dan
PT Enviromate Technology International sejak November 2020.
“Mudah-mudahan kinerja pembangunan kilang tidak akan terganggu oleh insiden
kebakaran dan diharapkan dapat mengambil hikmahnya,” harap Defiyan.
(rhm)