Badung – Pagi itu, Minggu 17 Agustus 2025, suasana di Sekretariat Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdhatul Ulama NU Mengwi, Badung, terasa berbeda. Bukan hanya karena heningnya upacara bendera, melainkan karena pemandangan yang menghangatkan hati: para anggota Nahdlatul Ulama (NU) berkumpul, bukan dalam seragam kebesaran, melainkan dalam balutan pakaian adat nusantara.
Dari peci hitam yang khas hingga ikat kepala merah putih, dari kebaya Jawa hingga tenun dayak, setiap helai kain yang dikenakan bercerita tentang keanekaragaman bangsa.
Di bawah kibaran Sang Saka Merah Putih, mereka berdiri khidmat, membuktikan bahwa perbedaan adalah kekayaan, dan cinta pada tanah air adalah ikatan yang menyatukan.
9
Merawat Api Perjuangan Para Pahlawan
H. Mohammad Sugeng, Ketua Tanfidziah MWC NU Mengwi, menyampaikan sambutan yang menggetarkan jiwa. Suaranya penuh semangat saat mengingatkan kembali perjuangan para pahlawan yang telah rela berkorban demi kemerdekaan.
“Para pejuang pendahulu kita dengan semangat juang, semangat keikhlasan,” ucapnya, “kita sekarang memperingati Hari Kemerdekaan, sebagai bukti bahwa kita semuanya cinta terhadap Tanah Air.”
Ia menyoroti bagaimana mencintai tanah air adalah bagian dari iman. “Darah para pejuang kita mengalir,” kata H. Sugeng, “membuktikan bahwa Nahdlatul Ulama menjaga dan merawat NKRI.”
Kalimatnya bukan sekadar pidato, melainkan janji tulus untuk melanjutkan perjuangan para tokoh NU, termasuk Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari.
Makna Lomba dan Karnaval: Semangat Kebersamaan
Peringatan HUT ke-80 RI di Mengwi ini terasa lengkap dengan berbagai kegiatan.
Ketua Panitia, H. Slamet Rahardjo, menceritakan bagaimana berbagai lomba, karnaval, hingga pentas seni menjadi wadah bagi warga NU untuk bersatu.
“Ada pentas seni seperi hadrah, karnaval dengan busana nusantara untuk menegaskan semangat kebhinekaan kebangsaan senantiasa dirawat NU,” ujarnya.
Slamet berharap, melalui kegiatan-kegiatan ini, semangat kebersamaan dan persatuan semakin kokoh.
Seperti yang disampaikan H. Sugeng, ia meyakini bahwa setelah upacara ini, setiap anggota NU akan pulang dengan hati yang tenang dan jiwa yang tentram.
Pemandangan para peserta, dari anak-anak hingga orang tua, yang mengenakan pakaian adat penuh warna, menari dalam karnaval, hingga menyaksikan atraksi bela diri dari PSHT dan Pagar Nusa, menjadi bukti nyata.
Ini bukan sekadar perayaan, melainkan sebuah narasi hidup tentang bagaimana sebuah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia terus merawat keberagaman dan menanamkan cinta tanah air, satu per satu, di setiap hati anggotanya.***